Friday, October 01, 2010

Kebudayaan Kurang Mendapat Perhatian

Jakarta, Kompas - Bangsa ini banyak menghadapi masalah kemasyarakatan karena kebudayaan kurang mendapat perhatian. Selama kebudayaan hanya dijadikan aset pariwisata, kebudayaan akan tetap terpinggirkan.

”Penempatan kebudayaan dalam Kementerian kebudayaan dan Pariwisata merupakan kesalahan besar,” kata pelukis Hardi dalam diskusi bertajuk ”Quo Vadis Kebudayaan Indonesia” yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (Iluni FIB UI), Kamis (30/9) di Jakarta.

Narasumber lain, mantan wartawan Tempo, Linda Djalil, juga mengemukakan hal senada. ”Begitu arah kebudayaan ditentukan oleh penguasa dengan mengupayakan kebudayaan dilepas dari pendidikan dan menyatu dengan kepariwisataan, ’tamatlah riwayat’ dan mulailah ukuran dagang dan selera pasar berlaku. Bukan nurani dan bukan dari kacamata estetika lagi yang dilihat,” ujarnya.

Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Bambang Wibawarta juga menyorot soal misi kebudayaan Indonesia di luar negeri yang salah kaprah. ”Kalau yang dikirim tarian dan fashion show, itu bukan misi kebudayaan, tetapi misi tari-tarian dan fashion show,” katanya.

Peneliti Hilmar Farid Maulana, dalam pandangan lain, mengatakan, keberadaan bangsa Indonesia yang selama ini cenderung semakin merosot, tak lepas dari masalah kebudayaan. ”Karena itu, strategi kebudayaan menjadi penting. Yang lebih penting lagi, bagaimana memperkuat komitmen,” ujarnya.

Dipertanyakan

Hardi dan Bambang mempertanyakan tindak lanjut dari Kongres Kebudayaan yang sudah berkali-kali diselenggarakan. Kongres Kebudayaan menghabiskan anggaran negara yang relatif besar, bahkan untuk Kongres Kebudayaan yang akan digelar pada 2014 sudah dirancang anggarannya sekitar Rp 5 miliar.

”Kongres Kebudayaan sering diadakan, tetapi apa yang menjadi keputusan jarang ditindaklanjuti. Strategi kebudayaan yang selalu jadi pembahasan merupakan jantung hidup kita. Karena itu, apa yang sudah menjadi keputusan kongres, harus diimplementasikan,” ungkapnya.

Tidak hanya soal implementasi hasil kongres yang dipertanyakan. Linda Djalil juga mempertanyakan dan menyoroti budaya yang berkembang di dalam dunia pendidikan dan dalam keseharian masyarakat, seperti tidak adanya budaya malu, budaya politik, budaya antre, budaya kerja, dan tak adanya budaya kreatif. (NAL)

Sumber: Kompas, Jumat, 1 Oktober 2010

No comments: