JAKARTA, KOMPAS - Komisi X DPR, Senin (18/10) malam, menyetujui Rancangan Undang- Undang Cagar Budaya menjadi Undang-Undang Cagar Budaya. Dari sembilan fraksi DPR, tidak ada satu pun yang menyatakan penolakan.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, setelah memberikan pendapat, ketika ditanya Ketua Panitia Kerja DPR Heri Akhmadi, apakah pemerintah setuju RUU Cagar Budaya menjadi UU Cagar Budaya, langsung menyatakan, ”Sangat setuju!”
Jero Wacik mengatakan, UU Cagar Budaya diharapkan usianya bisa lebih panjang, tak hanya berusia 18 tahun seperti UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. ”Saya sangat gembira, pidana harus diperkeras, tanpa itu UU tak bergigi,” ujarnya.
Rapat Pengambilan Keputusan pada Pembicaraan Tingkat I RUU Cagar Budaya menjadi UU Cagar Budaya di Komisi X, semalam, dihadiri 31 dari 51 anggota DPR. Dari unsur pemerintah yang hadir, selain Jero Wacik, adalah Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, serta perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri.
Keadaan darurat
Menurut Ketua Panja Heri Akhmadi, Komisi X DPR berinisiatif membuat RUU Cagar Budaya karena cagar budaya di Indonesia dalam keadaan darurat. ”Dibandingkan UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang terdiri dari 77 pasal, UU Cagar Budaya memuat 120 pasal. Jadi, lebih panjang dan lebih rinci serta mengakomodasi banyak hal,” katanya.
Dedy B Gumelar dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengatakan, salah satu yang jadi penekanan UU Cagar Budaya adalah sanksi yang berat terhadap pelaku pidana cagar budaya. Sementara sistem kompensasi merangsang masyarakat untuk melestarikan cagar budaya.
Dalam Ketentuan Pidana (Bab XI), setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan cagar budaya; tidak melaporkan penemuan; tanpa izin melakukan pencarian benda budaya; setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya pelestarian cagar budaya bisa dikenai sanksi pidana penjara tiga bulan hingga 10 tahun dengan denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Direktur Eksekutif Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) Catrini Pratihari Kubontubuh, yang dihubungi secara terpisah, menilai pengesahan RUU Cagar Budaya sangat terburu-buru.
”RUU Cagar Budaya masih memiliki beberapa kelemahan untuk dapat disahkan. RUU tersebut memiliki banyak kerancuan, yaitu konsep yang digunakan tidak memiliki dasar yang kuat, terutama konsep cagar budaya yang mengalami reduksi serta konsep kepurbakalaan yang tidak tepat dalam pengertian dan penggunaannya,” katanya. (NAL)
Sumber: Kompas, Selasa, 19 Oktober 2010
No comments:
Post a Comment