Sunday, March 07, 2010

Papandak, Kampung yang Hilang

-- H. Kuswandi M.D.

NAMA Kampung Papandak dapat ditemukan di dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe karya kuncen Bandung, Ir. Haryoto Kunto. Kampung Papandak disebut ketika sedang membahas mengenai asal usul tipe bangunan Gedung Tehnische Hoogeschool te Bandung (TH) yang dibangun tahun 1920, sekarang disebut Institut Teknologi Bandung (ITB). Bangunan tersebut dirancang oleh Ir. Maclaine Pont arsitek dari mazhab Indo-Europeeschen Architec-tuur stijl yang memadukan gaya arsitektur bangunan tradisional nusantara dengan keterampilan teknik konstruksi Barat.

Beberapa pendapat menyebutkan mengenai bentuk atap bangunan ITB. Menurut Majalah Mooi Bandoeng pada Mei 1935, Almanak voor Bandoeng pada 1937, dan opa Hein Buitenweg, bentuk bangunan ITB diambil dari atap Rumah Minangkabau, Sumatra Barat. Sementara alm. Prof. Ir. van Romondt, Guru Besar Arsitektur ITB, berpendapat bahwa atap bangunan ITB diambil atap dari bentuk atap rumah Batak.

Berbeda pendapat dengan para sarjana arsitektur, mantan Kepala Museum Geologi Bandung Soewarno Darsoprajitno menyebutkan, bangunan ITB merupakan modernisasi dari rumah adat Sunda julang ngapak dengan arsitektur cagak gunting yang bisa ditemukan di Kampung Papandak, Paseh, Garut.

Bentuk bangunan Kampung Papandak tersebut bisa dilihat dari foto karya Thilly Weissenborn (1917) dalam bukunya Vastgelegd voor later. Di dalam buku tersebut dimuat foto-foto jepretan Thilly Weissenborn dengan nama panggilan Tante Thill yang dibuat di sekitar Garut tahun 1917-1942. Foto-foto itu, yang dicetak di studio Artelir foto "Lux", berada di bagian atas Garoetse Apotheek di Societeit Straat, sekarang Apotek Garut di Jalan Achmad Yani, Garut, meliputi foto-foto alam, sawah, gunung, kawah, perkebunan, situ (danau), kehidupan masyarakat, gedung, dan bangunan lama, termasuk bangunan rumah di Kampung Papandak, Garut.

Sayang, sekarang bangunan di Kampung Papandak dengan bentuk bangunan julang ngapak serta atap cagak gunting sudah tidak bisa ditemukan lagi. Walaupun demikian, Kampung Papandak di Garut masih bisa ditemukan tanpa bangunan julang ngapak dan atap cagak gunting, tetapi nama kampungnya masih tetap Kampung Papandak, Desa Sukamenak, Kecamatan Wanaraja, Garut.

Jika kita ingin menuju ke sana, dari jalan raya Wanaraja, setelah Pasar Wanaraja belok kanan ke arah kawah gunung Talaga Bodas. Setelah menempuh beberapa kilometer, belok kiri menuju Kampung Papandak.

Kampung Papandak di Garut merupakan salah satu kampung tempo dulu yang hilang.

Kita memang ditakdirkan sebagai bangsa yang mudah melupakan sejarah dan warisan nenek moyang. Banyak peninggalan sejarah dan warisan leluhur yang ada, musnah dan menghilang, bahkan raib dijual ke luar negeri.

Ironisnya, ketika Jawa Barat akan membuat anjungan di Taman Mini Indonesia Indah-Jakarta, malah dibuat bangunan dengan bentuk Keraton Sultan Cirebon, yang menggambarkan bangunan feodal dan bukan bangunan julang ngapak dengan atap cagak gunting yang menggambarkan bangunan masyarakat Sunda.

Kini, kita sebagai penerus budaya peninggalan bangsa sendiri yang merindukan warisan leluhur, merasa pareumeun obor, kehilangan jejak. Generasi penerus hanya bisa gigit jari, yang tertinggal hanya kenangan dan penyesalan.

Memang ada kerinduan atas peninggalan karuhun yang timbul sekarang di kalangan masyarakat Sunda, tetapi terkadang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin mengeksploitasinya dari sisi komersial. Maka, bermunculanlah nama-nama rumah makan bernuansa "tempo dulu", seperti Kampung Sunda, Tutug Oncom, Sambel Lada, dan banyak lagi.

Baru-baru ini, Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, di dalam suatu pertemuan, menyarankan agar bangunan di Kota Bandung dan Jawa Barat dibuat dengan bentuk julang ngapak dan atap cagak gunting yang menggambarkan bentuk rumah di tanah Pasundan-Jawa Barat. Suatu imbauan yang menggambarkan kerinduan dan kecintaan terhadap warisan leluhur.

Ya, sebegitu juga sudah uyuhan, masih ada perhatian daripada tidak ada kenangan dan dilupakan sama sekali!***

H. Kuswandi M.D.
, Pengoleksi budaya tani parahyangan dan sejarah teh Indonesia di Rumah Bambu.

Sumber: Khazanah, Pikiran Rakyat, Minggu, 7 Maret 2010

7 comments:

Unknown said...

sumuhun abdi salaku asli bibit buit di papandak ngarasa hanjelu rehing ceuk beja kolot baheula yen atap bangunan di papandah teh nyaeta capit gunting anu ngabentuk jodang tea

Surya sumirat said...

Lamun seug nitenan make hate anu wening,
robahna alam majuna jaman jeung anu ngajamanana .!
Aya karempan nyaliara dina dada, aya kasedih kingkin na ati,
lewang lamun nyoreang mangsa katukang,
neuteup ka hareup asa pajeujeut ..
Sok sieun poho ka asal
mopohoken sejarah katukang,

abdi asli bibit buit urang papandak, ngarasa lewang jeng rempan.

hayu atuh urang sami sami dukung kalertarian sejarah anu bahela supaya ulah pareumen oboor.

Kang yeyet hayu atuh urang mimitian

yudi Patmadinata said...

A yeyet. A uman hadir.. Hayu sasarengan sauyunan ngawangun papandak janten kampung wisata budaya...

yudi Patmadinata said...

A yeyet. A uman hadir.. Hayu sasarengan sauyunan ngawangun papandak janten kampung wisata budaya...

Surya sumirat said...

Ade, asa moal tiasa nolak upami di gentra kanggo ngawangun titingal kapungkur, hagu pisan

Surya sumirat said...

Cahaya panonpoė
Nyaangan kana ati
Hiliwirna angin
Mawa tiis kana ati
Tatangkalan tinggarupay
Nambah ėndahna alam
Lemah cai negeri nu can ku polusi
Alam ėndah nu merenah
Ulah nepi ka punah
Ku urang kudu dipusti
Supaya tetep asri lestari

Gagak Lumanjhar said...

Bangunan cagak gunting juga banyak ditemui di Pomalaa Sultra.... Di Desa desa jalan menuju kota Kendari. Ada hubungan apa