-- Juminah*
APAKAH artinya sebuah buku? Bila jendela ilmu tidak lagi menjadi identitasnya. Saat dunia digital lebih akrab disapa. Bisa saja ia ditinggalkan. Sebagai ajang pembukti kejayaan industrialisasi teknologi. Bagaimana teknologi lebih mengakrabi tatanan sosial, dengan produk-produk terbarunya. Gaya fleksibel, mudah diakses, supercepat dan luas bahasannya. Bahkan masyarakat nyaris terpolakan dengan kajian teknologi kekinian.
Ketika peminat buku berkurang, sebagai wujud (ke)kecewa(an) terhadap informasi yang merayap. Akankah, industri perbukuan raib bersama zaman. Toko buku beralih menjadi toko majalah, surat kabar harian yang dirasa lebih cepat penyajiannya. Bisa saja kemungkinan parahnya, toko buku beralih menjadi warung makan, toko kosmetik/pakaian/tas/sepatu yang lebih memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat. Yang konon membudaya.
Robohnya kejayaan perbukuan dunia tidak akan semudah mengakses internet. Tinggal klik Internet Explorer atau Mozilla, kita telah dapat menelusuri isinya. Mengupas kulit informasi lalu menyantapnya. Sayangnya masih banyak juga buku yang tidak dapat diakses di dunia digital. Kenyataan peminat buku masih didapati di toko buku.
Angin segar tampak menghampiri industri perbukuan. Meskipun tidak sepadat mal, bioskop-bioskop dan tempat hiburan lainnya. Perbedaan pola hidup seperti pelajar, olahragawan, model, politisi, sosiolog, cerpenis, novelis, jurnalis, pengacara, sejarawan, artis, budayawan, merupakan sebagian dari bentuk perbedaan. Meminjam ungkapan Azyumardi Azra, "tidak ada satu negara pun yang mengandung hanya kebudayaan nasional tunggal". Mereka akan membutuhkan media cepat, yang mampu mencerahkan mereka, dengan lebih dinamis.
Cara mereka mencari informasi dan kebenaran dalam kehidupan pun berbeda. Jika sebagian mencari sekolah/universitas terbaik, sebagian mencari guru terbaik, sebagian mencari pemikir terbaik, sebagian lainnya mencari buku-buku terbaik. Cara mereka belajar beragam pula. Sebagian belajar dari pengalaman, sebagian belajar dari kuliah teoritik, sebagian lain melalui visual, sebagian intuitif, yang lain indriawi dan seterusnya. Inilah corak perbedaan.
Realitas kehidupan penduduk dunia dalam kedekatan dan berinteraksi dengan berbagai orang dari berbagai latar belakang etnik dan bangsa. Ketika perbedaan nasionalitas, etnisitas, dan ras muncul bersamaan dengan perbedaan agama, posisi sosial, dan ekonomi, maka potensi untuk berbenturan pun semakin besar. Serta kerap membiaskan pandangan.
Buku hendaknya menawarkan kumpulan wacana baru dan yang tengah berkembang. Bersifat autokritik, melaporan secara deskriptif, berisi ide-ide dan tradisi-tradisi yang mendominasi. Ia bermaksud menyampaikan kepada pembaca perkembangan umum masyarakat dunia. Yang bersifat historis, kekinian, dan prediksi masa depan, bersifat informatif. Tulisan bersifat interpretatif juga tidak semata-mata informasi belaka.
Penulis mengupayakan sharing dalam rangka berbagi pengalaman. Sebagai ruang ekspresi. Ia mampu mencerminkan budaya masyarakat baik secara historis maupun realita. Ia bisa memprovokasi masyarakat untuk mengakrabi dunia pustaka dan aksara. Ia juga mampu menjadikan manusia adalah agen yang bebas.
Kesadaran yang tepat diperlukan untuk memahami sesuatu dan mengambil hikmah dari peristiwa-peristiwa sejarah dan bukan semata-mata persepsi indriawi yang dimiliki setiap orang. Menyadarkan masyarakat Indonesia yang sehat harus ada upaya sistematis, programatis, integrated, dan berkesinambungan. Mengingat kehidupan layak untuk dinikmati dengan sebenarnya.
Salah satu jalan menghidupkan kejayaan buku sebagai jendela ilmu. Dirasa perlu memperhatikan bagaimana menjadikan ia semakin berkarakter, provokatif, inspiratif, informatif. Ia bersifat menghibur, ringan bahasanya, mudah dimengerti dan cenderung menggunakan bahasa keseharian. Ia menawarkan dialog untuk menanamkan kesadaran hidup bersama dan bagaimana bahasanya merekonstruksi pandangan dunia. Ia juga sebagai sistem kritik terhadap kebudayaan dan peradaban pada komunitas dan individual. Melongok pada realita dunia. Usia muda yang identik dengan generasi pesta (pemikiran), cinta (kehidupan, kebenaran) dan buku, lewat begitu saja.
Usia tua identik dengan generasi religius. Mereka kerap menampilkan pesona ketuhanan dan hidup dengan bayang-bayang saatnya bertemu Tuhan. Sementara aktivitas baca tulis sebagai bentuk aktivitas budaya, mungkinkah?
Pengetahuan menjadikan manusia makhluk sempurna di antara segenap makhluk. Dengan pengetahuan manusia dapat membedakan mana yang salah dan yang benar, yang baik dan yang buruk, dan yang terbatas dan tak terbatas. Melalui buku bisa mengenal banyak orang berpengaruh. Sementara bangsa Indonesia tengah berproses menuju masyarakat industri maju. Di mana masyarakatnya masih cukup banyak berkutat dengan masalah perut. Nyaris menyampingkan pendidikan. n
* Juminah, Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan, Pemimpin Umum Penerbitan Mahasiswa Raden Intan
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 6 Maret 2010
No comments:
Post a Comment