JAKARTA, KOMPAS.com- Siapa tak mengenal nama HB Jassin? Dia adalah tokoh penting yang tidak mungkin lepas dari sejarah perkembangan kesusastraan Indonesia. Berbagai macam gelar dan penghargaan diperolehnya. Dedikasinya yang tinggi pada perkembangan sastra Indonesia pun membuat namanya selalu dikenang.
Jassin yang diberi julukan Paus Sastra Indonesia ini dikenal sebagai kritikus sastra yang sangat mumpuni. Pria kelahiran Gorontalo ini mempunyai pengaruh yang besar bagi para penerbit yang hendak menerbitkan naskah pengarang pada tahun 1950-1970an.
Kritik yang diberikan olehnya selalu bersifat membangun, apresiatif, dan edukatif. Keberanian sosok HB Jassin dalam menyuarakan apa yang dianggapnya benar pun tak ada yang bisa menandinginya.
Saat dituduh sebagai anti Soekarno oleh kelompok Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), dia tetap tenang, bahkan memberikan apresiasi terhadap karya Pramudya Ananta Toer yang waktu itu memimpin Lekra.
Dia juga tak segan untuk membela orang-orang yang patut dibela. Seperti kasus cerpen Langit Makin Mendung, dia bersikeras tak mau mengungkap sosok sebenarnya si penulis yang memakai nama Kipandjikusmin.
Setiap pembelaannya pun selalu disertai argumen yang logis. "Beliau adalah sosok yang sangat tekun. Setiap orang yang berada di dekatnya akan merasa nyaman. Karena kepintarannya tidak digunakan untuk mengintimidasi orang." tutur Apsanti Djokosuyatno, Guru Besar Universitas Indonesia sekaligus pembicara dalam acara "Mengenang HB Jassin" yang diadakan oleh Lingkar Budaya Indonesia bertempat di Auditorium Dinas Pendidikan Tinggi (Dikti), Kamis (25/3/2010).
Hal ini juga diamini oleh pembicara lain, Sunu Wasono yang juga menjadi dosen Program Studi Sastra Indonesia di Universitas Indonesia. "Beliau adalah sosok yang tiada duanya. Saya merasa beruntung pernah merasakan diajar olehnya."
Bagi yang tertarik untuk mengetahui tentang dokumentasi karya-karya sastra sejak sebelum Perang Dunia II hingga masa sekarang, dapat langsung berkunjung ke Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin di Taman Ismail Marzuki.
Hasil karya sastra yang dikumpulkan oleh penerima Satya Lencana Kebudayaan dari Pemerintah Indonesia itu terhimpun lengkap di pusat dokumentasi tersebut. Oleh karena itu, tak salah jika A Teeuw, pengamat sastra Indonesia, menjulukinya Wali Penjaga Sastra Indonesia.
Sumber: Oase Kompas.com, Kamis, 25 Maret 2010
No comments:
Post a Comment