Medan, Kompas - Beberapa bagian dalam sejarah Majapahit perlu dikaji ulang karena diduga tidak sesuai fakta. Pembacaan ulang sumber-sumber yang ada memberikan informasi adanya kesilapan dalam penggalian sumber-sumber sejarah Majapahit. Kepentingan politik diduga menjadi penyebab munculnya kesilapan itu.
Pengajar pada Universitas Hawaii, Prof Uli Kozok, dalam ceramah berjudul ”Meruntuhkan Mitos Adityawarman: Tokoh Penting dalam Sejarah Jawa-Sumatera” di Universitas Negeri Medan di Medan, Selasa (9/3), mengatakan, berdasarkan pembacaan ulang sumber-sumber primer dari sejumlah prasasti dan beberapa kitab, sebaiknya beberapa bagian dari sejarah Majapahit dikaji ulang. Prasasti dan kitab yang menjadi acuan tersebut, antara lain kitab Pararaton, kitab Negarakertagama, dan prasasti pada arca Amoghapasa.
”Parameter-parameter yang digunakan dalam sejarah Majapahit selama ini adalah perspektif dari sejarah nasional kemudian digunakan untuk menyusun sejarah lokal. Seharusnya, dari sejarah lokal kemudian muncul sejarah nasional. Hal ini demi sejarah Indonesia yang obyektif,” kata Kozok.
Dalam kaitan Majapahit itu, Kozok memperlihatkan, dari pembacaan ulang yang dilakukannya diketahui bahwa Adityawarman adalah putra Minang yang lahir dan besar di Minang. Baru pada usia dewasa pergi ke Majapahit dan menjadi pejabat, yaitu menteri tua, di kerajaan itu. Pengangkatan ini lebih berkaitan dengan persahabatan Melayu dan Majapahit.
Berbeda
Hasil penelitian ini berbeda dengan teks-teks yang ada dalam sejarah Indonesia yang menyebutkan, Adityawarman adalah kelahiran Jawa yang merupakan saudara sepupu Jayanagara.
Dari hasil penelitian juga diketahui, Adityawarwan hanya sebatas menjabat sebagai menteri tua. Hal ini berbeda dengan teks sejarah selama ini yang menyebutkan Adityawarman pernah menjadi duta besar Majapahit untuk China. Dalam teks yang ada juga disebutkan bahwa Adityawarman pernah memimpin ekspedisi untuk menaklukkan wilayah Sumatera bagian utara. Berdasarkan hasil penelitian, Adityawarman tidak pernah memimpin ekspedisi itu.
Kozok menyebutkan, dalam teks-teks yang ada menyebutkan bahwa wilayah Sumatera adalah wilayah bawahan Majapahit. Namun, dari penelitian diketahui bahwa Adityawarman tidak pernah terlibat dalam penaklukan beberapa wilayah di Sumatera bagian utara.
”Hubungan Majapahit dengan Melayu bukan daerah taklukan, melainkan dua daerah yang sama derajatnya,” kata Kozok. Ia mengatakan, dengan demikian maka sebenarnya pada waktu itu ada kekuatan tersendiri di wilayah Sumatera.
Memang dalam masa berikutnya Adityawarman diketahui menjadi penerus kerajaan Melayu di Dharmasraya dan sebuah kerajaan di Pagaruyung. Hal ini diketahui dari peninggalan patung bhairawa di Dharmasraya dan prasasti-prasasti yang ditemukan di sekitar Pagaruyung yang menyebut nama Adityawarman sebagai raja.
Kozok mengatakan, ada titik awal untuk mengkaji ulang sejarah Majapahit yang berkaitan dengan Sumatera.
Mengenai kemungkinan perubahan teks-teks sejarah yang sudah ada, Kozok menyebutkan, beberapa hasil interpretasi baru kadang tidak bisa diterima oleh sejumlah kalangan. (MAR)
Sumnber: Lampung Post, Rabu, 10 Maret 2010
No comments:
Post a Comment