* Sebagian Label Internasional untuk Komersialisasi
Jakarta, Kompas - Pemerintah akan menertibkan institusi pendidikan berlabel ”sekolah internasional” yang didirikan lembaga-lembaga asing. Kebijakan ini untuk melindungi anak didik dalam bidang pendidikan.
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh di Jakarta, Rabu (10/3), mengatakan, kebijakan ini menyusul diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pada 28 Januari lalu.
Nuh mengatakan hal itu seusai penandatanganan nota kesepahaman tentang kelanjutan program Intel Coorporation di Indonesia dengan Kementerian Pendidikan Nasional. ”Kemendiknas akan memeriksa sekolah-sekolah internasional berikut kurikulumnya,” kata Nuh.
Namun, penertiban sekolah internasional itu hanya berlaku bagi sekolah yang didirikan lembaga asing, bukan sekolah berstandar internasional yang dibuat pemerintah di sekolah negeri atau swasta. Di dalam PP No 17/2010 disebutkan, sekolah internasional terbagi dua, yaitu sekolah yang dibentuk perwakilan negara asing dan sekolah internasional yang dibentuk lembaga pendidikan asing.
Pada Bab X Pasal 160 disebutkan, perwakilan negara asing di Indonesia dapat menyelenggarakan satuan pendidikan bagi warga negaranya sesuai dengan sistem pendidikan di negaranya. Akan tetapi, pembentukannya harus dengan izin pemerintah.
Sementara untuk lembaga pendidikan asing, sekolah internasional yang akan didirikan harus sudah terakreditasi dari asal negaranya. Satuan pendidikan tidak boleh bekerja sendiri, tetapi harus koordinasi dengan lembaga pendidikan Indonesia yang terakreditasi A atau yang setara dari Badan Akreditasi Sekolah.
”Prinsip utamanya, siswa tidak boleh menjadi korban. Kalau sampai ada konflik di dalam satu yayasan, misalnya, siswa dan mahasiswa harus diselamatkan terlebih dahulu. Siswa harus dijamin aman,” kata Nuh.
Direktur Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Suyanto menambahkan, PP baru itu dibuat untuk melindungi warga negara karena rata-rata sekolah yang mengklaim internasional itu tidak menggunakan kurikulum Indonesia. ”Yang menjadi perhatian kita adalah anak Indonesia yang dididik di sekolah internasional. Kan lucu anak- anak itu tidak diajari Bahasa Indonesia, kewarganegaraan, atau Pancasila. Apa jadinya nanti. Itu masalahnya,” kata Suyanto.
Selain sekolah internasional yang didirikan lembaga asing, pakar pendidikan, Arief Rachman, juga mengingatkan perlunya meninjau kembali sekolah berstandar internasional. Arief menilai kerap terjadi penyalahgunaan nama ”internasional” yang bertujuan komersialisasi. (LUK)
Sumber: Kompas, Kamis, 11 Maret 201
No comments:
Post a Comment