-- Sunaryono Basuki Ks
Waktu semalam, Bung/Aku bermimpi/Digigit ular, Bung/Besar sekali./ Ular menggigit, Bung/Jari kakiku/ Setelah menggigit, Bung, ular berlari./Kupijat-pijat, darah keluar/Aku menjerit : Aduh!/Hingga tersadar. Ingat larik-larik puisi di atas dari sebuah lagu lama yang sekarang tak terdengar lagi merdunya? Konon, artinya, si pemimpi akan segera menikah.
Ingat kisah mimpi Firaun yang maknanya diurai oleh Nabi Jusuf? Tujuh ekor lembu gemuk berjalan diikuti oleh tujuh ekor lembu kurus yang kemudian menelan yang gemuk. Urai-mengurai mimpi bukan saja dilakukan Sigmund Freud ketika menerbitkan bukunya tahun 1899 yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Interpretation of Dreams. Versi terrevisi dan disempurnakan terbit sebagai edisi ke 8 pada tahun 1930. Di Jawa kita juga mengenal buku Tafsir Mimpi, walau dengan pendekatan yang berbeda dengan apa yang dilakukan Freud. Artimedorus dari Daldis yang hidup sekitar abad dua susah payah menulis secara lengkap tentang studi mengenai tafsir mimpi yang dipraktekkan di wilayah Romawi dan Yunani.
Studi tentang mimpi ini juga dilakukan di negara-negara lain dengan latar kultur yang bebeda-beda. Yang sama di antara studi mengenai mimpi itu, ialah asumsi bahwa memang ada relasi antara mimpi dengan kenyataan. Entah hubungan itu berupa hubungan antara keinginan yang terpendam, yang berada pada wilayah ketidak-sadaran dengan harapan akan terjadinya sesuatu pada realitas.
Penafsiran mimpi bisa punya fungsi profetik, bisa juga alat pemuas untuk sejumlah jawaban terhadap keinginan terpendam. Anak muda punya mimpi tentang masa depan, tentang apa yang dapat mereka capai di masa akan datang. Apakah benar mereka tak pernah bermimpi untuk mendapatkan Hadiah Nobel bidang fisika, misalnya, atau mimpi menjadi astronot yang akan menjelalajh angkasa. Belum ada penelitian mengenai mimpi anak muda Indonesia. Namun, dari hasil nonton TV kita bisa menarik sejumlah kesimpulan sementara, bahwa terdapat kecenderungan untuk mimpi jadi penyanyi terkenal, jadi pelawak terkenal, jadi presenter terkenal. Lihat saja semua acara Indonsian Idol, AFI, API, KDI, Idola Cilik, semua dibanjiri para pemimpi muda, yang berharap bisa mencapai posisi yang secara kasat mata sangat menjanjikan dari segi finalsial dan kepuasan batin untuk menjadi terkenal. Terkenal dan kaya raya, siapa takut?
Hanya pada kesempatan sangat terbatas kita bisa membaca tentang mimpi untuk menjadi yang terbaik pada Olimpiade Matematika Dunia, Olimpiade Biologi atau Fisika. Kita masih boleh bangga dengan mimpi segelintir kecil anak muda, daripada tak ada sama sekali.
Lalu, siapakah yang mau bermimpi melihat lima ekor sapi gemuk yang berjalan beriringan dengan lima ekor sapi gemuk lainnya, artinya, masa kelimpahan tetap akan diikuti oleh masa kelimpahan yang lain? Bisa dimimpikan kelipatan limanya alias masa bhakti seorang presiden. Sebetulnya soal mimpi mirip mimpi Firaun tentu bukan soal mau atau tidak mau, tetapi soal wahyu dari Tuhan. Dan Firaun dipercaya sebagai penguasa dunia yang sudah diberi wewenang oleh para dewata, bahkan sering dia merasa bahwa dialah tuhan itu, yang punya kuasa atas alam dan manusia. Karena itu, dipercaya oleh khalayak bahwa mimpi Sang Raja membawa pesan dewata, karena itulah layak dipecahkan maknanya. Sayang, saat itu Freud belum lahir, bahkan Artemidorus dari Daldis juga belum lahir. Mungkin, bilamana mereka hidup di masa pemerintahan Firaun, bisa saja mereka yang diundang sebagai penafsir mimpinya. Tetapi, kisah dari kitab suci itu tak boleh sekenanya kita ubah.
Walau orang bilang 'suara rakyat adalah suara Tuhan', dan SBY-Budiono dipilih langsung oleh rakyat, toh kita masih ragu apakah mereka perlu diberi mimpi tentang masa depan Indonesia oleh Tuhan. Mimpi yang setelah diuraikan dapat membantu negara dan bangsa yang sudah sangat terpuruk ini. Apa memang multi masalah yang melanda bangsa dan negara ini dapat dengan mudah diselesaikan dengan mimpi Sang Presiden? Walau para ahli sudah berusaha mengurai makna mimpi, tentu kita tak boleh mimpi di siang bolong soal jalan keluar kita dari kesulitan ini. Presiden seharusnya tidak berpaling kepada mimpi, sebagaimana Firaun, tetapi kepada suara rakyat yang telah memberinya wewenang untuk mengelola negeri ini. Siapakah rakyat Indonesia? Tentu bukan hanya para demonstran. Rakyat Indonesia juga para cerdik-cendekia, alim ulama, semua lapisan masyarakat. Lalu, apakah Presiden harus menggelar rapat raksasa (rapat rakyat Indonesia yang jumlah yang hadir cukup besar) dan menanyai mereka satu persatu? Apa keinginan mereka, dan apa yang mereka bisa usulkan untuk perbaikan negeri ini? Protes saja tidak cukup. Usul juga harus dapat dijalankan. Yang banyak diusulkan sekarang adalah menyeret para koruptor serta menyita harta mereka. Dalam kenyataan, tak seorang pun presiden setelah Soeharto jatuh mampu melaksanakan tugas rakyat ini. Upaya sudah dilakukan, terutama oleh SBY, tetapi hasilnya masih diharapkan untuk lebih baik. Mungkin harapan itu yang membuatnya unggul kali ini.
Pemilu 2009 telah membuyarkan mimpi banyak orang baik untuk menjadi caleg maupun menjadi presiden. Walau Pemilihan Presiden baru akan dilaksanakan bulan Juli, cukup banyak tokoh yang sudah menggelar mimpi di siang bolong. Mungkin sudah merasa mendapat wahyu untuk menjadi presiden atau wakil presiden, namun, realitas (sementara) tentang keunggulan Partai Demokrat sudah menyeret menyeret tokoh-tokoh untuk mendekat ke partai pemenang, dan ada pula yang masih yakin bahwa koalisi menentangnya masih bisa dibangun dan yakin akan berhasil.
Sekarang, masih adalah tokoh yang memerlukan mimpi indah yang dapat dianggap sebagai wahyu sementara kenyataan (pahit) sudah menghadang di depan mata. Siapa yang akan memenangkan Pilpres nanti? Hanya Tuhan yang tahu. Para analis politik boleh mengajukan analisanya namun, sebagaimana permainan bola, nampaknya pilpres juga bisa tak terduga. Buktinya sudah pasti: kemenangan SBY yang hanya didukung oleh partai muda dan kecil tahun 2004 lalu. ***
* Sunaryono Basuki Ks, sastrawan, tinggal di Singaraja, Bali.
Sumber: Suara Karya, Sabtu, 18 Juli 2009
No comments:
Post a Comment