KEPRIHATINAN dan protes kepada pemerintah dilontarkan sejumlah pelaku dan pemerhati industri kreatif di bidang teknologi informasi dan komunikasi dalam negeri beberapa waktu lalu. Penyebabnya, di tengah upaya bangsa untuk membangun industri kreatif di bidang peranti lunak atau software, tender peranti lunak pendidikan sebesar Rp 15 miliar dinilai sangat ”berpihak” kepada peranti lunak buatan luar negeri.
”Keberpihakan yang dibutuhkan dari pemerintah itu bukan berarti memanjakan pelaku lokal. Tentu saja tetap secara profesional. Sebab, tanpa dukungan pemerintah, potensi tumbuhnya industri kreatif software pendidikan Indonesia tidak maksimal,” kata Hary Sudiyono, Koordinator Paguyuban Pengembang Software Edukasi Indonesia.
Jika ditelusuri, pengembangan peranti lunak pendidikan Indonesia sudah ada yang mendunia. Sebut saja PT Pesona Edukasi atau PesonaEdu, yang memproduksi peranti lunak pendidikan bidang sains dan matematika. Hasil karyanya sudah diekspor ke 23 negara. Untuk bisa menembus pasar internasional, peranti lunak Indonesia itu berhasil memenuhi akreditasi yang disyaratkan dinas pendidikan di sejumlah negara.
Penghargaan internasional juga banyak diraih perusahaan Indonesia. PesonaEdu, misalnya, menjadi perusahaan peranti lunak pendidikan yang pertama digandeng Microsoft untuk mengembangkan Multipoint Technology.
Selain itu, PT Smart Softindo International, perusahaan peranti lunak yang mengembangkan aplikasi sistem informasi di bidang edukasi, berhasil membangun kerja sama dengan NEC Asia dan mengembangkan NawaSchool yang sesuai dengan kurikulum dari Departemen Pendidikan Singapura. Aplikasi tersebut sudah diimplementasikan di empat sekolah di Singapura.
”Kami yakin, Indonesia mampu bersaing dalam pengembangan software pendidikan,” kata Hary.
Peluang bermain di industri kreatif digital setidaknya terbuka di bidang animasi film, computer games, dan peranti lunak pendidikan. Namun, bersaing di animasi film dan computer games cukup berat karena sudah ada sejumlah pemain raksasa yang mendunia.
Sebaliknya, peranti lunak pendidikan tidak ada yang dominan. Padahal, potensi pasarnya terbuka lebar. Saat ini, misalnya, ada sekitar 50 juta siswa SD-SMA di
sekitar 250.000 sekolah. Jika 20 persen saja dari jumlah sekolah tersebut memakai peranti lunak dengan belanja Rp 20 juta per tahun dan 5 persen dari total siswa membeli peranti lunak dengan belanja Rp 100.000 per tahun, berarti ada potensi belanja Rp 1,25 triliun per tahun.
Terus diminati
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga berpengaruh besar dalam pembelajaran, baik di rumah maupun di sekolah. Banyaknya produksi peranti lunak pendidikan yang bernuansa mendidik dan menghibur membuat orangtua mulai melirik media cakram sehingga media elektronik itu menjadi sumber belajar yang menyenangkan.
Manajer Cabang Edu-Game PT Maximize Informa Studio Indonesia Maytha Elven mengatakan, kreativitas menciptakan peranti lunak pendidikan yang interaktif, informatif, dan menghibur mampu dikembangkan anak-anak bangsa. ”Sumber daya manusia kita mampu bersaing,” kata Maytha.
Perusahaan yang memproduksi peranti lunak pendidikan untuk anak-anak itu sudah menghasilkan lebih dari 50 seri produk dan film animasi. Yang cukup populer adalah VCD Kartun Bobby Bola.
PT Akal Interaktif yang berpusat di Bandung mengeluarkan produk grafis, animasi, dan audio pendidikan yang menarik.
Pemanfaatan peranti lunak membantu siswa dan guru. PT Infiniti Reka Solusi, misalnya, mengembangkan peranti lunak pembelajaran Biologi SMU yang dinamakan Biolearn dan Biosoft sebagai mikroskop digital. (ELN)
Sumber: Kompas, Selasa, 28 Juli 2009
No comments:
Post a Comment