-- H. Bambang Eka Wijaya
"SBI, sekolah berstandar internasional, yang rintisannya dimulai sejumlah sekolah di Lampung, terkendala oleh komitmen pemerintah daerah terhadap perintah Undang-Undang (UU) Sisdiknas tentang penyediaan dana 30 persen dari Pemprov dan 20 persen pemkot/pemkab!" ujar Umar. "Bagi pemerintah daerah, terkesan SBI menjadi sekolah berstandar instan--anggarannya sukar dipenuhi pemerintah daerah karena harus diproses sesuai mekanisme yang ada, tak bisa serbainstan!"
"Lebih tak mungkin secara instan lagi, seperti kata pengamat pendidikan Dr. Arief Rachman, (Metro TV, 16-7) penetapan standar mutunya!" sambut Amir. "Mutu pendidikan hasil suatu proses, semua dimensinya dipenuhi dan dijalankan konsisten! Dari kalangan penyelenggara SBI di Lampung diketahui, masih sulit mendapatkan tenaga pengajar yang memenuhi standar!"
"Dua hal instan yang jadi kendala bagi SBI itu, anggaran dan mutu pendidikan, jelas bukan hal yang mudah diatasi!" tegas Umar. "Kekurangan anggarannya, jika diproyeksikan untuk ditutupi lewat pungutan terhadap wali murid, dengan fasilitas untuk memenuhi standar internasional yang tak sedikit, bisa terlalu berat dipikul orang tua murid! Karena itu, perintah UU agar biaya SBI 50 persen ditanggung APBN, 30 persen APBD provinsi, dan 20 persen APBD kota/kabupaten tetap harus ditagih! Desakan harus dilakukan, agar anggarannya dimasukkan dalam perubahan dan tambahan (PT) APBD!"
"Demikian pula untuk memenuhi tenaga pengajar berkualitas!" timpal Amir. "Sekolah yang ikut SBI harus membuka lowongan terbuka untuk umum, mencari tenaga pengajar yang memenuhi syarat melalui seleksi terbuka! Seleksi tertutup yang tak bebas dari KKN bisa merugikan murid, sekaligus merugikan masyarakat yang membiayai SBI lewat mekanisme anggaran publik!"
"Tapi tak bisa ditutup-tutupi, semua itu memberi isyarat persiapan SBI di Lampung masih 'nabrak-nabrak!" tegas Umar. "Sejak awal, termasuk ke arah pemerintah daerah, sosialisasinya relatif kurang! Sehingga, dukungan kelembagaan yang sedemikian pentingnya dari pemerintah daerah, terasa jauh dari memadai!"
"Namun, untuk menunda, apalagi membatalkan pelaksanaannya di Lampung, sudah tak mungkin lagi!" timpal Amir. "Jadi, bagaimanapun adanya, harus tetap dijalankan, dengan reserve, kesiapan menerima kekurangan yang mungkin terjadi, lewat menjustifikasinya sebagai program rintisan! Meski bersamaan itu, usaha penyempurnaan dari segala seginya, khususnya dukungan pemerintah daerah, selalu diusahakan secara maksimal!"
"Tepatnya, meski seperti nasi telah menjadi bubur, tetap diusahakan agar buburnya tidak hambar!" tukas Umar. "Sebagai rintisan, diharapkan begitu pemerintah daerah menaati perintah UU, SBI bisa berjalan optimal!" ***
Sumber: Lampung Post, Jumat, 17 Juli 2009
No comments:
Post a Comment