[JAKARTA] Pemerintah berupaya mendongkrak mutu pendidikan dengan menyelenggarakan rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). Ditargetkan, lebih dari 500 RSBI akan hadir di seluruh Indonesia. "RSBI itu amanat UU Sisdiknas," kata Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional (Sekjen Depdiknas) Dodi Nandika saat dihubungi SP, di Jakarta, Kamis (9/7).
SDN Menteng 01 Jakarta, contoh rintisan sekolah berstandar internasional. (SP/Abimanyu)
Namun, tegasnya, untuk mengubah sekolah reguler menjadi RSBI atau SBI tidak mudah. Ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi, seperti diatur dalam PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Standar itu meliputi standar isi, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar proses pembelajaran, standar evaluasi pendidikan, serta standar pengelolaan pendidikan. "Kalau salah satu standar itu belum terpenuhi, ya tidak mungkin pemerintah mengabulkan permintaan sekolah menjadi RSBI. RSBI tidak hanya untuk mencerdaskan otak kanan siswa, tetapi juga mengasah otak kiri," katanya.
Selain meningkatkan kecerdasan, katanya, RSBI juga menetapkan standar pendidikan bagi staf pengajar. "Untuk staf pengajar tingkat SMA, minimal 30 persen guru berpendidikan S2 atau S3 dengan program studinya akreditasi A. Begitu juga dengan kepala sekolahnya, minimal berpendidikan S2 dengan program studinya akreditasi A," katanya.
Untuk menunjang kreativitas siswa, RSBI harus dilengkapi sarana dan prasarana memadai, seperti perpustakaan dengan sarana digital yang tergabung dengan Jaringan Pendidikan Nasional (Jardiknas) ataupun internet, serta memiliki ruang multimedia dan ruang seni-budaya.
Selama ini, Depdiknas bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mewujudkan RSBI. "Setiap kabupaten/kota harus memiliki minimal satu SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, serta SMK yang bertaraf internasional," katanya.
Ketika ditanya soal pungutan, Dodi menyatakan, sekolah yang sudah menjadi RSBI diperbolehkan menggalang dana dari masyarakat. "Namun, sumbangan itu tidak boleh memberatkan dan harus ada kesepakatan dengan komite sekolah yang merupakan perwakilan orangtua siswa. Juga, tidak boleh membebani siswa yang kurang mampu. Akuntabiltas dan transparansi keuangan menjadi prioritas," katanya.
Mutu Lulusan
Sementara itu, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Depdiknas, Suyanto mengatakan, RSBI dirancang untuk menghasilkan lulusan yang mutunya diakui dan setara dengan tamatan sekolah di negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) atau negara maju lainnya. Salah satu program SBI adalah metode pembelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris. Namun untuk pelajaran matematika, agama, sejarah, dan beberapa pelajaran lainnya tetap menggunakan bahasa Indonesia. "Kita tidak dapat menghilangkan bahasa Indonesia dalam beberapa mata pelajaran. Jangan sampai kita kehilangan jati diri dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia," katanya. [W-12]
Sumber: Suara Pembaruan, Sabtu, 11 Juli 2009
No comments:
Post a Comment