Sunday, October 13, 2013

Teater Modern Indonesia dalam Opera Primadona: Melihat Kelahiran Kebangkitan

-- Husin

PENONTON seakan terus diajak pada peristiwa sandiwara masa lalu. Keterlibatan penonton tidak hanya pada saat pertunjukan berlangsung, namun juga berada pada saat kelahiran sandiwara itu sendiri. seakan penonton ikut terlibat dan bertanggung jawab pada setiap persoalan yang dimainkan. Cinta, persahabatan, pengkhianatan, persaingan hidup, berbaur menjadi satu. 

Naskah Lakon ‘’Opera Primadona’’, yang ditulis oleh Nano Riantiarno ini seperti mengisahkan tentang kehidupan sebuah grup yang lahir pada masa kebangkitan teater modern Indonesia (1925-1934). Periode kebangkitan teater modern adalah; Teater Miss Riboets Orion dan Teater Dardanella Opera. Di dalamnya memilki lika-liku kehidupan yang dialami oleh para pendukung grup, baik itu pemodal, sutradara, actor, penata artistic, penata rias busana, dan lain sebagainya. Oleh sutradara, Fedli Azis disadur ulang sesuai dengan kebutuhan daerah Melayu. Hal ini dapat terdengar pada nama-nama tokoh, seperti Megat, Seroja, Mis Kecubung, Atan Sengat, dan lain sebagainya.

Mereka sangat terkenal dan digemari oleh penonton pada masanya. Seperti yang terlihat pada adegan dalam pementasan Opera Primadona di Gedung Seni Idrus Tintin, pukul 19.30 WIB hari Kamis-Sabtu, 29-31 Agustus 2013. Aktor begitu disanjung-sanjung oleh penonton jika permainannya bagus dan dapat menghibur penonton, sehingga setiap actor tidak bisa menolok pemberian bingkisan dari penonton. Bahkan penonton bisa-bisa menaruh hati pada actor.

Seperti yang dialami oleh Seroja (Chairanny Putri) ia seorang Primadona baru dalam grupnya yang menggeser Mis Kecubung (Mimi Suryani) yang telah lama menyandang predikat sebagai Primadona. Setiap kali usai pementasan Seroja selalu didatangi oleh tiga orang pria yang berbeda suku. Ia didatangi oleh Raden Haryo (Sendi Alpagari) dari Jawa, Tuan Astuman (Kusnanto Eko Wibowo) dari Minang Kabau, dan Tuan Godam Pulungan (Roy Hendrikson) dari Batak. Namun tidak satupun dari ketiga pria ini cintanya diterima oleh Seroja. Cinta Seroja hanya bertaut pada Abang Megat (Ekky Gurin Andika) yang telah dikenalinya sejak lama. Ketenaran Seroja membuat Mis Kecubung menjadi cemburu dan sakit hati, karena  Mis Kecubung menganggap Seroja telah merayu suaminya, Tuan Rojali (Sujarhadi) seorang sutradara di dalam grupnya. Sehingga Seroja terpilih menjadi Primadona yang telah menggantikan posisinya. Mis Kecubung tidak bisa terima, ia harus menyingkirkan Seroja. Meskipun dengan bantuan seorang dukun/bomo (Rehulina Sinuhaji), untuk diguna-guna. 

Cerita ini diawali dengan penampilan seorang biduan di depan kanan panggung yang menyanyikan lagu tempo dulu. Lalu layar terbuka, di atas panggung terlihat tempat tidur dan di sampingnya kursi goyang. Seorang Nenek (Seroja) sedang asyik membaca surat cinta dari Megat yang selalu disimpannya. Setiap kali Seroja rindu dengan Megat, ia selalu membaca surat dari Megat. Hal demikian pulalah yang membuat Atan Sengat (M Fikri Satria Kamal), suami Seroja dilanda cemburu. Namun apalah daya, Atan Sengat tidak bisa marah. Karena dia sudah berjanji kepada istrinya untuk tidak marah, jika istrinya merindukan Megat. Dahulunya pernikahan mereka hanya siasat Mis Kecubung saja, supaya Seroja tidak dapat diganggu lagi oleh laki-laki lain. Padahal Seroja tidak mencintai Atan Sengat.

Sekejap, suasana menjadi berubah. Penonton dibawa pada dimensi yang berbeda, dimensi masa lalu. Terlihat bangunan sett seperti awan besar di panggung, ada juga yang bergantungan. Tiga sosok Jin, yang berpakaian ala Persia keluar dari awan, mereka menari dan bernyanyi. di dalam nyanyian, mereka ingin menculik seorang putri yang cantik, untuk melampiaskan hawa nafsu Raja Jin. Dengan cepat mereka beranjak untuk melancarkan rencana penculikan.

Dengan cepat sett kembali berubah. Terlihat seorang Putri Cina sedang kesal. Lalu ia memerintahkan pembantunya untuk menyediakan makanan kesukaannya. Pada saat pembantunya membawa makanan, datanglah sekelompok Jin ingin menculik Tuan Putri. Bermaksud ingin menculik Tuan Putri langsung dibatalkan, karena pembantunya lebih cantik. Keributan terjadi, Tuan Putri protes kepada Jin, kenapa bukan dirinya yang diculik. Namun Jin langsung mencela, ia mengatakan Tuan Putri seperti karung beras. Pada saat Jin hendak  membawa, tibalah pendekar Melayu hendak menolong. Pertunjukan menjadi kacau, cerita keluar dari jalur, tidak sesuai dengan yang diinginkan. Karena pemain sudah tidak terkontrol lagi, Sutradara muncul di panggung dan meminta-minta maaf kepada penonton.

Setelah pementasan inilah segala konflik bermula. Setelah pementasan, grup teater ini berkumpul. Sutradara marah-marah kepada para pemain. Megat dianggap biang dari keributan ini, Mis Kecubung tidak bisa menerima kalau dia dibilang seperti karung beras oleh Megat pada saat pementasan, padahal itu tidak ada di dalam naskah. Megat tidak mau kalah, karena dia menganggap Mis Kecubung memang sudah tidak cantik lagi, sudah tidak pantas lagi menjadi Primadona dalam grup mereka. Sudah harus ada Primadona baru yang menggantikan Mis Kecubung. Dari sekian banyak perempuan di dalam grup mereka, pilihan tertuju pada Seroja. Mis Kecubung tidak mau terima, karena Seroja dianggap masih terlalu muda, masih berusia enam belas tahun. Tapi pilihan itu tidak dapat dicegah, karena sudah kesepakatan bersama.

Mulai saat itu, grup teater mereka menjadi kacau dan berantakan. Megat memetuskan untuk keluar dari grup dan hendak membentuk grup baru. Megat mengajak Seroja untuk ikut dengannya, tapi sayang Seroja menolak. Karena Seroja merasa Tuan Rojali dan Mis Kecubung yang telah menghidupinya selama ini. Setelah Rojali mendirikan grup teater, persaingan antar grup teaterpun terjadi. Tercatat bahwa pada masa kebangkitan teater modern Indonesia hal serupa pernah terjadi. Pada tahun 1930-an terjadi persaingan keras antara Orion dengan Dardanella .

Pada masa kejayaan Miss Riboet’s Orion di tahun 1926, A. Piedro seorang Rusia kelahiran Penang, mendirikan grup The Malay Opera Dardanella yang berambisi keras untuk menyaingi kepopuleran Orion. Kalau Orion menjadi popular berkat bintang panggungnya Miss Riboet, maka Dardanella juga mengandalkan seorang bintang, yakni Tan Tjeng Bok. Karena Miss Riboet ahli dalam bermain pedang, maka Tan Tjeng Bok juga mampu memainkan pedang pada saat pertunjukan. Pada tahun 1931 terjadilah persaingan keras antara grup Orion dan Dardanella. Perang teater itu dilakukan lewat publikasi berupa poster-poster menyolok, iklan di surat kabar dan majalah, propaganda di jalan-jalan dan lain sebagainya. Dalam persaingan ini rupanya Orion harus menyerah kepada Dardanella. Setelah tamatnya riwayat Orion, pada tahun 1934 penulis handal dari Orion, Nyoo Cheong Seng bersama istrinya menyeberang ke pihak Dardanella. Hal persaingan juga terjadi pada pementasan ‘’Opera Primadona’’

Tidak lama setelah Megat keluar dari grup yang dipimpin Oleh Rojali, Serojapun juga ingin angkat kaki dari grup Rojali. Karena Seroja tidak tahan dengan perlakuan Mis Kecubung terhadap dirinya. Alasan untuk untuk meninggalkan grup Rojali sangatlah kuat. Seroja ingin kembali kepada laki-laki yang sangat dicintainya, Seroja bisa menjauh dari kejahatan Mis Kecubung, dan grup yang dipimpin oleh Megat sudah sangat terkenal. Keprgian Seroja tentulah membuat hati Mis Kecubung menjadi senang, karena di dalam grup sudah tidak adalagi Primadona yang akan menyaingi dirinya. Tapi malang tidak dapat dihindari, setelah kepergian Seroja, Tuan Rojali meninggal dunia.

Cinta Megat yang diharapkan oleh Seroja berakhir dengan rasa kecewa. Megat yang berjanji hanya mencintai Seroja seorang dan tidak akan bercinta dengan perempuan lain, walaupun memang sudah tabiat Megat yang suka ‘bermain’ dengan perempuan. Seroja sangat kecewa sekali dengan Megat, pada saat Seroja melihat sendiri Megat bercumbu dengan perempuan lain. Megat sangat kaget sekali, ketika tiba-tiba Seroja memergokinya. Pada saat itu juga, Megat menjadi sangat malu dan menyesali perbuatannya. Padahal jauh sebelum kejadian, suami yang tidak dicintai oleh Seroja, yakni Atan Sengat sudah pernah mengingatkan Seroja, bahwa prilaku Megat yang suka bermain dengan perempuan tidak akan pernah berubah. Tapi apa mau dikata, semuanya sudah terjadi. Seroja dilanda kecewa yang paling dalam. Megatpun mengakhiri hidupnya.

Begitu banyak lika-liku kehidupan yang dialami oleh para grup pemain sandiwara. Tidak bisa lagi membeda antara dunia panggung dengan dunia nyata. Cinta, persahabatan, pengkhianatan, persaingan hidup, berbaur menjadi satu. Segala kerumitan hidup selalu dihadang meskipun berakhir dengan kematian. Dunia teater tidak hanya menyiapkan naskah, biaya pertunjukan, mengurusi latihan rutin para actor, membangun sett property, memilih tempat pertunjukan, menjual ticket, mengelola penonton. Tapi juga ikut mengurusi dan memanegerial kehidupan nyata para pendukung grup, kelompok, kominitas, atau sanggar itu sendiri. Banyak prilaku dan sikap para pendukung yang harus dinetralisir oleh pimpinan agar grup harus terus hidup dan berjalan dengan lancar.

Kerumitan bisa juga terjadi pada saat pertunjukan berlangsung. Seperti yang juga dialami oleh grup Teater Selembayung pimpinan Fedli Azis dan grup Teater Senja SMA Negeri 5 pimpinan Ekky Gurin Andika yang juga binaan Teater Selembayung. Pertunjukan teater ‘’Opera Primadona’’ karya Nano Riantiarno yang disutradarai oleh Fedli mengalami banyak kerumitan dan persoalan yang harus dihadapi.

Pertunjukan yang digelar selama tiga malam, menjalani tahapan peningkatan dan kerja keras.Hampir seluruh pendukung, baik itu pemain, crew panggung, penata sett, penata laighting, dan penata music bingung dengan lintasan pertunjukan. Kecelakaan pada saat pertunjukan tidak dapat dihindari. Cahaya yang terlalu cepat menyala, crew panggung yang kurang gesit memposisikan sett, pemain music yang tidak tahu lagi bagian apa yang dimainkan, pemain yang bingung keluar masuk panggung, belum lagi fasilitas listrik yang mati, segala kerumitan saling bersahutan pada malam pertama.

Tentulah kerumitan yang terjadi pada malam pertama, tidaklah dipelihara oleh pimpinan grup. Sutradara harus cepat mengambil tindakan dan sikap, segala kecelakaan panggung mulai diinfentaris satu persatu. Selurung pendukung harus bertanggung jawab dengan tugasnya masing-masing, kecelakaan yang terjadi pada malam pertama tidak akan terulang kembali. Belajar dari segala kesalahan, syukur Alhamdulillah segala kerumitan, kecelakaan, persoalan, dan kesalahan bisa diminimalisir pada malam kedua dan ketiga, meskipun vocal pemain terasa serak Ternyata segala kerumitan bukan membuat grup menjadi berantakan, malah yang terjadi solidaritas semakin tinggi antar pendukung. Suatu kerja keras yang patut diapresiasi.

Penonton yang juga harus bertanggung jawab dengan jalan cerita berdurasi hampir dari tiga jam ini, menjadi lega sekali dengan terbunuhnya kerumitan yang dialami oleh para pemain. Hingga penonton bisa mengerti dan setia menunggu akhir dari cerita Opera Primadona. Akhirnya terjawab, ‘’Oh.. ternyata nenek yang membaca surat cinta adalah Seroja bersama suaminya, Atan Sengat yang belum pernah berhubungan layaknya suami-istri selama lima puluh tahun usia pernikahan mereka. Malam itu Seroja sadar dan mengalah dengan kenyataan, lalu ia mengizinkan Atan Sengat untuk menyetubuhinya. Malam itu Atan Sengat sangat senang sekali bisa bermalaman dengan mantan seorang pemain teater sang PRIMADONA..!’’ n

Husin,  Dosen Teater di Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR) dan pengamat teater. Saat ini melanjutkan study di Program Pasca Sarjana Institut Seni Indinesia (ISI) Padangpanjang. n

Sumber: Riau Pos, Minggu, 13 Oktober 2013

No comments: