Sunday, October 27, 2013

[Jendela Buku] Dual Novel yang Sama Disajikan Berbeda

-- Rudy Polycarpus

ACHI TM, penulis spesialis cerita teenlit, kembali meluncurkan novel dengan tema serupa, yakni Hati Kedua. Buku itu mengisahkan Rara, tokoh utama yang divonis menderita sakit tumor.

PELUNCURAN BUKU: Penulis novel Mata Kedua, Ramadya Adikara (paling
kiri) dan penulis novel Hati Kedua, Achi TM (kedua dari kanan) tampil
bersama saat meluncurkan novel mereka di Gramedia Matraman, Jakarta, 12
Oktober lalu. DOK
Rara yang sudah mengidap penyakit itu sejak di bangku sekolah menengah pertama kerap mengalami pasang-surut secara psikologis. Kadang kuat, adakalanya ia ingin menyerah. Meski singkat, Rara me­ngenal Syifa, seorang yang sedikit lebih tua daripada dirinya.

Kebetulan, Syifa mengidap penyakit yang mirip dengan Rara. Perkenalannya dengan Syifa pun tak lama karena sahabatnya tersebut menyerah dengan penyakitnya, kemudian meninggal. Kepergian sahabatnya itu bak pukulan telak yang menohok dagu Rara.

Ketika duduk di bangku SMA, Rara menemukan sosok Syifa dalam diri Rama. Sosok lelaki tunanetra itu rupanya menarik perhatiannya. Dikisahkan, Rama seorang lelaki yang ingin menjalani kehidupan normal seperti remaja lainnya. Rama berhasil masuk ke SMA negeri, padahal seha­rusnya dia berada di sekolah luar biasa (SLB).

Semangat yang Rama miliki membuatnya mampu menyesuaikan diri bahkan memiliki banyak kawan. Meski Rama buta, Rara belajar banyak hal darinya, seperti menjaga bara semangat, keceriaan, dan ketulusan. Walau memiliki keterbatasan penglihatan, Rama justru berprinsip kebutaan bukan penghalang bagi dia untuk beraktivitas dan mendulang prestasi.

Meski perempuan, Rara memiliki hobi membetulkan alat elektronik. Kebetulan, ia punya hobi lain yang sama dengan Rama, yakni bermain Nintendo.

Cinta datang karena terbiasa, sebuah ungkapan usang yang masih manjur sebagai mantra. Ikatan pertemanan Rara dan Rama pun me­ngendur seiiring dengan tumbuhnya cinta di antara mereka. Kesulitan dan kebahagiaan yang Rama alami selama di bangku sekolah mengantar dia menemukan cinta. Menemukan Rara.

Mungkin bila Rama tak buta, belum tentu hati Rara terpaku kepadanya. Ya, dahsyatnya panah sang Cupid memang mampu mengalahkan segala keterbatasan dan logika.

Secara keseluruhan, novel setebal 338 halaman itu sangat ringan, tapi cukup menarik dibaca. Jalinan hubungan antara Rama dan Rara mungkin sedikit klise dan picisan. Namun, justru hal itu terkadang menarik minat pembaca karena mereka jarang menemukannya di kehidupan nyata.

Tidak melawan takdir

Terkadang, kisah cinta seperti itu memang lebih renyah jika dibaca pada sebuah buku. Melalui buku itu, Achi TM mengajak pembaca untuk tidak melawan takdir, tapi pantang menyerah olehnya. Seperti buku kebanyakan, harus ada pesan moral dan kisah inspiratif yang disampaikan kepada pembaca.

Novel itu sebenarnya tergolong unik. Terdapat dua kisah yang sama tapi disajikan dan ditulis lewat sudut pandang yang berbeda. Kisah pertama berjudul Mata Kedua, yang mengambil sudut pandang Ramaditya Adikara dan ditulis langsung olehnya.

Rama ialah penjelmaan dari Ramaditya, sedangkan kisah kedua berjudul Hati Kedua karya Achi TM. Cerita keduanya berangkat dari satu kisah nyata yang hadir pada sosok Rama dan Rara.

Kedua novel itu pun berhubung­an. Seusai melumat Hati Kedua, pembaca pasti penasaran dengan isi buku Mata Kedua yang diterbitkan pada hari yang sama, yakni 12 Oktober.

Menurut Achi, itu proses menulis yang berbeda bagi dia. Bayangkan, dalam novel itu, ia menjelma menjadi seorang Rara. Perempuan yang kalem tapi cerdas. Berbeda dengan dia yang ceplas-ceplos dan terbuka, Rara agak tertutup dan tidak banyak bicara kecuali sama Rama.

“Satu kesamaan saya dan Rara adalah kami sama-sama penggila gim Nintendo dan Ding Dong saat masih kecil dan ABG. Itu yang akhirnya membuat saya agak sedikit enjoy menuliskan karakter Rara,” ujarnya.

Keduanya dijual terpisah. Ada pertanyaan tersisa untuk novel kembar itu. Kenapa tidak dibuat dalam satu buku saja? Toh tokoh dan alur ceritanya sama meski diambil dari sudut pandang berbeda.

Eko Ramaditya Adikara, seorang tunanetra, begitu cekatan menyimak ucapan mesin pembaca kiriman SMS dan cekatan pula membalasnya. Rama mengisahkan awal proses menulisnya semasa dia bersekolah di Madrasah Aliah Negeri (MAN) 11 Jakarta Selatan--setara dengan SMA.

“Saya mengenal seorang sahabat, bernama Rara. Bagi saya, dia seperti mata bagi saya untuk belajar. Saya kenal dia waktu pertama masuk SMA,” ujarnya.

Dari kenangan masa remaja itulah dia mulai menulis. Selama 14 tahun tulisan itu tak berproses menjadi novel, sampai akhirnya dia mengenal kawan penulis bernama Achi pada 2011.

Achil-ah yang membimbing dia dalam bidang kepenulisan novel, memilah karya imajinasinya bab per bab. Kebetulan juga, seperti Rara, Achi menyukai dunia gim.

Baginya, kesadaran di masyarakat jauh lebih baik daripada kebijakan dan peraturan pemerintah. Pemerintah saja selama ini tak memberikan sumbangan berarti untuk orang-orang yang berkebutuhan khusus.

Dengan buku karya seorang tunanetra, dia harapkan dapat juga memberikan kesadaran bagi masyarakat tentang kesadaran sosial dan berwarga negara yang baik lewat novel. (M-2)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 27 Oktober 2013

No comments: