-- Iwan Kurniawan
DELAPAN penari perempuan muncul dari sisi kanan panggung yang tak begitu besar. Sambil mendengar ketukan alunan musik Beruji Doll, mereka pun langsung memainkan jemari hingga pinggul yang ramping.
Nuansa tarian ala Melayu yang penuh dengan unsur irama dan semangat kebangsaan itu terlihat jelas pada pementasan Tari Raflesia Belarak pada acara Kemilau Sumatra di kawasan Sport Center, Pantai Panjang, Kota Bengkulu, pekan lalu.
"Tari ini sudah dikreasikan sehingga penuh dengan unsur Tabot. Ada percampuran antara budaya lokal dan Arab," ujar Yendi Andriansyah, Bujang 2012.
Jika dilihat secara dekat, setiap gerakan Tari Raflesia Belarak memang penuh dengan sebuah cerita. Ada semacam gambaran tentang para petani yang sedang menikmati keindahÂan bunga raflesia yang sedang bermekaran di rimba belantara.
Sebuah simbol menunjukkan kebanggaan masyarakat Bengkulu terhadap bunga puspa langka. Itu yang menjadi benang merah yang seakan terungkap pada setiap gerakan para penari yang tergabung dalam kelompok muda-mudi Kota Bengkulu itu.
Dalam tarian tradisi Bengkulu, sedikitnya ada delapan tarian yang biasa dipentaskan pada berbagai kesempatan. Namun, unsur kesakralan sudah tidak diindahkan lagi.
Setiap tarian menjadi semacam suguhan bagi para tamu negara hingga wisatawan yang kebetulan sedang berada di Bumi Raflesia. Beberapa tarian yang khas bisa kita lihat sehari-hari. Sebut saja Tari Tombak Kerbau, Tari Putri Gading Cempaka, Tari Pukek, Tari Andun, Tari Kejei, Tari Penyambutan, Tari Bidadari Menimang Anak, dan Tari Topeng.
Namun, pada Kemilau Sumatra VIII yang berlangsung pada 27-30 September itu, ada penampilan tarian-tarian daerah Bengkulu yang menyita perhatian, semisal Tari Gandai (Muko-muko), Tari Pane Meunen (Bengkulu Tengah), Tari Andun (Bengkulu Selatan), dan Tari Selendang (Kepahiang).
Bukan hanya peserta dari Bengkulu, provinsi se-Sumatra lainnya juga turut hadir, kecuali Sumatra Utara yang tidak mengirimkan perwakilan karena baru saja mengadakan Festival Danau Toba.
Terlepas dari keberagaman tarian yang dipentaskan pada acara itu, ada tarian yang terpaksa tak dipentaskan seperti Tari Pane Meunen karena angin puting beliung memorak-porandakan arena panggung utama.
Budaya Tabot
Selain unsur tarian khas yang dipertunjukan pada ajang tersebut, ada yang menjadi perhatian para pengunjung, yaitu Tari Tabot yang diiringi musik Beruji Doll.
Budaya Tabot merupakan satu kultur unik yang memadukan tradisi lokal dengan Islam Syiah secara kultural. Itu yang selalu ada dalam setiap tarian yang berkembang di Bumi Bengkulu.
"Dalam perkembangannya, ada kreasi-kreasi dari seniman di sini. Tarian ini mengikuti zaman, tanpa menghilangkan akar dan tradisi Melayu di sini," nilai budayawan setempat, Agustianto.
Keberadaan Kemilau Sumatra VIII menjadi penting. Apalagi, ada sebuah upaya dari setiap daerah untuk menjadikan destinasi alam dan budaya lokal sebagai daya tarik wisatawan.
Tak hanya tarian khas Bengkulu yang mendominasi. Kelompok tari Musi RaÂwas, Sumatra Selatan, ikut menghadirkan tari kreasi berjudul Kepak Sayap Burung Layang-Layang karya koreografer Hendika Prayitno. Tarian itu memiliki gerakan seperti burung layang-layang yang lincah dan energik. Itu merupakan tarian muda-mudi yang melambangkan persahabatan, kebersamaan, dan semangat gotong royong.
Kemilau Sumatra berhasil mengangkat khazanah budaya lokal. Sayang, masih banyak kelompok tari yang minim konsep dan tidak kompak saat pentas. Jangan sampai ajang budaya itu hanya menjadi proyek bagi para budayawan, seniman, dan pemerintah setempat.
"Kami akan mendukung Bengkulu bisa menjadi destinasi seni dan budaya di tahun kunjungan (visit year) 2014/2015," pungkas Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Bidang Hubungan Antarlembaga Syamsul Lussa. (M-2)
miweekend@mediaindonesia.com
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 6 Oktober 2013
DELAPAN penari perempuan muncul dari sisi kanan panggung yang tak begitu besar. Sambil mendengar ketukan alunan musik Beruji Doll, mereka pun langsung memainkan jemari hingga pinggul yang ramping.
Nuansa tarian ala Melayu yang penuh dengan unsur irama dan semangat kebangsaan itu terlihat jelas pada pementasan Tari Raflesia Belarak pada acara Kemilau Sumatra di kawasan Sport Center, Pantai Panjang, Kota Bengkulu, pekan lalu.
"Tari ini sudah dikreasikan sehingga penuh dengan unsur Tabot. Ada percampuran antara budaya lokal dan Arab," ujar Yendi Andriansyah, Bujang 2012.
Jika dilihat secara dekat, setiap gerakan Tari Raflesia Belarak memang penuh dengan sebuah cerita. Ada semacam gambaran tentang para petani yang sedang menikmati keindahÂan bunga raflesia yang sedang bermekaran di rimba belantara.
Sebuah simbol menunjukkan kebanggaan masyarakat Bengkulu terhadap bunga puspa langka. Itu yang menjadi benang merah yang seakan terungkap pada setiap gerakan para penari yang tergabung dalam kelompok muda-mudi Kota Bengkulu itu.
Dalam tarian tradisi Bengkulu, sedikitnya ada delapan tarian yang biasa dipentaskan pada berbagai kesempatan. Namun, unsur kesakralan sudah tidak diindahkan lagi.
Setiap tarian menjadi semacam suguhan bagi para tamu negara hingga wisatawan yang kebetulan sedang berada di Bumi Raflesia. Beberapa tarian yang khas bisa kita lihat sehari-hari. Sebut saja Tari Tombak Kerbau, Tari Putri Gading Cempaka, Tari Pukek, Tari Andun, Tari Kejei, Tari Penyambutan, Tari Bidadari Menimang Anak, dan Tari Topeng.
Namun, pada Kemilau Sumatra VIII yang berlangsung pada 27-30 September itu, ada penampilan tarian-tarian daerah Bengkulu yang menyita perhatian, semisal Tari Gandai (Muko-muko), Tari Pane Meunen (Bengkulu Tengah), Tari Andun (Bengkulu Selatan), dan Tari Selendang (Kepahiang).
Bukan hanya peserta dari Bengkulu, provinsi se-Sumatra lainnya juga turut hadir, kecuali Sumatra Utara yang tidak mengirimkan perwakilan karena baru saja mengadakan Festival Danau Toba.
Terlepas dari keberagaman tarian yang dipentaskan pada acara itu, ada tarian yang terpaksa tak dipentaskan seperti Tari Pane Meunen karena angin puting beliung memorak-porandakan arena panggung utama.
Budaya Tabot
Selain unsur tarian khas yang dipertunjukan pada ajang tersebut, ada yang menjadi perhatian para pengunjung, yaitu Tari Tabot yang diiringi musik Beruji Doll.
Budaya Tabot merupakan satu kultur unik yang memadukan tradisi lokal dengan Islam Syiah secara kultural. Itu yang selalu ada dalam setiap tarian yang berkembang di Bumi Bengkulu.
"Dalam perkembangannya, ada kreasi-kreasi dari seniman di sini. Tarian ini mengikuti zaman, tanpa menghilangkan akar dan tradisi Melayu di sini," nilai budayawan setempat, Agustianto.
Keberadaan Kemilau Sumatra VIII menjadi penting. Apalagi, ada sebuah upaya dari setiap daerah untuk menjadikan destinasi alam dan budaya lokal sebagai daya tarik wisatawan.
Tak hanya tarian khas Bengkulu yang mendominasi. Kelompok tari Musi RaÂwas, Sumatra Selatan, ikut menghadirkan tari kreasi berjudul Kepak Sayap Burung Layang-Layang karya koreografer Hendika Prayitno. Tarian itu memiliki gerakan seperti burung layang-layang yang lincah dan energik. Itu merupakan tarian muda-mudi yang melambangkan persahabatan, kebersamaan, dan semangat gotong royong.
Kemilau Sumatra berhasil mengangkat khazanah budaya lokal. Sayang, masih banyak kelompok tari yang minim konsep dan tidak kompak saat pentas. Jangan sampai ajang budaya itu hanya menjadi proyek bagi para budayawan, seniman, dan pemerintah setempat.
"Kami akan mendukung Bengkulu bisa menjadi destinasi seni dan budaya di tahun kunjungan (visit year) 2014/2015," pungkas Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Bidang Hubungan Antarlembaga Syamsul Lussa. (M-2)
miweekend@mediaindonesia.com
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 6 Oktober 2013
No comments:
Post a Comment