Tanjung Pinang, Kompas - Situs Istana Kota Lama di hulu Sungai Riau, yang merupakan bekas pusat Kerajaan Melayu di Kepulauan Riau, terancam rusak karena kegiatan pertambangan. Padahal, kawasan arkeologis bernilai sejarah tinggi itu masih dalam penelitian.
Kawasan situs kini berupa tembok setinggi 3 meter. Ada pula tembok setinggi 1 meter sepanjang 1 kilometer terbuat dari batu karang dan semacam batu candi. Di sekitar situs hanya ada pepohonan dan alang-alang serta tak ada permukiman penduduk. Hanya berjarak sekitar 150 meter dari situs utama inilah akan beroperasi pertambangan bauksit.
Kondisi itu terpantau dalam kegiatan Arung Sejarah Bahari Ke-4 yang dilaksanakan ketika menyusuri berbagai situs peninggalan bersejarah di Kota Tanjung Pinang, Rabu (22/7). Program Arung Sejarah Bahari yang diikuti sekitar 100 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi tersebut diselenggarakan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dengan Departemen Pendidikan Nasional.
Fitra Arda, Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batu Sangkar (Kepulauan Riau), Sumatera Barat, dan Riau, mengatakan, keberadaan perusahaan pertambangan itu bisa merusak situs arkeologi di sekitar kawasan cagar budaya Istana Kota Lama. ”Kami sudah mempertanyakan masalah itu kepada pihak yang terkait dengan pertambangan, tetapi jawabannya tak memuaskan,” kata Fitra.
Menurut Fitra, kawasan cagar budaya Istana Kota Lama akan dikembangkan sebagai kawasan wisata sejarah oleh Pemerintah Kota Tanjung Pinang. Ada rencana untuk bisa membangun kembali istana tersebut pada tahun 2009 ini.
Akan tetapi, pemugaran dan pembangunan istana sampai sekarang belum bisa dilakukan karena belum ada data detailnya. Selain itu, penggalian juga belum dilakukan karena status lahan yang masih dimiliki masyarakat.
”Kami baru melakukan survei tampak permukaan. Untuk membangun kawasan wisata bisa dilakukan, tetapi di zona pengembangan,” ujar Firda.
Izin dari pusat
Firda menjelaskan, bisa saja di kawasan pertambangan bauksit yang sedang dalam tahap persiapan itu terdapat situs peninggalan Kerajaan Melayu karena lokasinya cukup dekat dengan situs Istana Kota Lama.
Abdul Kadir Ibrahim, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjung Pinang, mengatakan, Istana Kota Lama merupakan pusat Kerajaan Johor Pahang Lingga sekitar tahun 1673 di hulu Sungai Riau (dulu Sungai Carang). Lokasinya ada di lahan seluas 20 hektar-23 hektar. Namun, baru 10 hektar yang dibebaskan pemerintah setempat.
Dalam rencana Pemerintah Kota Tanjung Pinang, situs itu akan menjadi obyek wisata baru. Selain akan merekonstruksi istana yang ditargetkan bisa selesai tahun 2012, di sana juga akan dikembangkan sebagai kawasan wisata hutan bakau.
Ketika mahasiswa mempertanyakan mengapa perusahaan pertambangan bisa diizinkan beroperasi di dekat kawasan cagar budaya, Abdul mengatakan, izinnya dari pemerintah pusat. Berdasarkan informasi, persiapan penggalian bauksit yang diekspor ke Jepang untuk dipakai membuat aluminium itu dilakukan sejak pertengahan 2008.
Ismeth Abdullah, Gubernur Kepulauan Riau, menegaskan, kegiatan pertambangan tidak boleh mengalahkan kepentingan kebudayaan atau pariwisata. ”Kebudayaan mesti dinomorsatukan. Perusahaan itu mesti dipindahkan,” kata Ismeth.
Raja Malik Hafrizal, Ketua Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu Pulau Penyengat, mengatakan, izin pertambangan itu harus ditinjau ulang dan dicabut. Situs tersebut tidak boleh rusak karena bukti sejarah yang penting bagi Kepulauan Riau.
”Kerajaan Riau itu pengaruhnya juga besar pada masa kejayaannya. Sebagai peninggalan sejarah, tentu saja harus dijaga. Kegiatan yang mengancam keberadaan situs mesti dihentikan,” ujar Malik. (ELN)
Sumber: Kompas, Jumat, 24 Juli 2009
No comments:
Post a Comment