Judul: Pamali - Segerombolan Komik tentang Mitos dan Pantangan!
Pengarang: Norvan Pecandupagi
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Juni 2009
Tebal: 120 halaman
Penulis menampilkan semua hal berbau pamali ke dalam buku, lebih tepatnya komik, ini.
"JANGAN suka nongkrong di depan pintu, pamali, nanti susah dapat jodoh." Mungkin itu adalah salah satu pamali yang pernah Anda dengar dari orang tua zaman dulu. Para orang tua itu tetap ingin "mewariskan" banyak ke-pamalian-nya pada generasi muda masa kini. Tentu saja banyak reaksi atas tanggapan pamali yang didengarnya.
Seorang Norvan Pecandupagi berusaha menampilkan semua hal-hal berbau pamali itu ke dalam sebuah buku. Komik lebih tepatnya. Dan Ayu Utami, yang memberikan pengantar pada komik ini, menyebut komik ini sebagai "kamus pamali".
Apa itu pamali? Benar kata Ayu Utami, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memang tak ada kata pamali, yang ada adalah pemali.
pe·ma·li n pantangan; larangan (berdasarkan adat dan kebiasaan)
Akan tetapi, karena Norvan yang (memang dan menurut salah satu tokoh di komik ini) bernama asli Engkus Kusmiran adalah orang Sunda, dan kebetulan di Indonesia pamali lebih populer dibandingkan pemali, judul Pamali-lah yang dipilih Norvan untuk komik ini.
Nuansa Sunda memang sangat kental dalam komik ini, bukan pada gambar-gambarnya yang menggambarkan kesundaan, namun semua pamali diangkat dari budaya Sunda. Semua pamali dijelaskan lewat bahasa Sunda, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan dilanjutkan komentar-komentar miring seputar pamali yang dibahas.
Misalnya saja pada halaman…oh, ternyata komik ini tak memiliki angka penunjuk halaman. Simak saja: "Parawan ulah dahar dina coet, bisi meunangkeun aki-aki." Artinya: "Perawan jangan makan di cobek, nanti menikah dengan kakek-kakek." Weiits, seru juga nih. tapi kayaknya hari gini ini mitos udah jarang banget dipake. bukan berarti masyarakat sekarang ini pintar-pintar, melainkan hari gini emang udah susah nyari perawan. Parah, Udaah… Gak usah mempersoalkan kaum wanita atau pria yang salah. Ayo kita ngaca aja. Sama-sama…
Ha...ha...ha… membaca sentilan "hari gini emang susah nyari perawan" terasa lucu nan menohok perasaan orang tua karena kini sudah zamannya keperawanan anak gadisnya dipertanyakan. Kelucuan tak hanya sampai di situ, Norvan menampilkan dialog para tokoh di komiknya dengan kocak. Misalnya ketika tokoh Engkus menegur seorang gadis supaya tak makan pakai cobek, sang gadis malah menjawab, "Siapa yang makan dari cobek? Orang cobeknya gue makan juga!" sambil melahap cobek masuk ke mulutnya.
Atau ketika Ceu Entin melarang Engkus bersiul di malam hari, ditakutkan ada macan datang. Eeeeh… tak dinyana, yang datang malah grup dangdut Trio Macan yang terkenal goyang seksinya. Dan Engkus yang masih setengah terpana tak percaya hanya bisa bilang, "Thanx Ceu Entin!"
Dengan harga Rp35.000 yang tergolong mahal untuk ukuran komik, gambar kartun di komik ini tak bisa disebut rapi dan imut layaknya tokoh-tokoh pada komik manga Jepang, dan tak segagah tokoh komik hero ala Amerika, namun Norvan menutupi kekurangan itu dengan menonjolkan ekspresi wajah si tokoh yang "kalau marah keliatan marah", atau "kalau sedih terlihat benar-benar sedih", begitu hidup-lah gambarnya. Ditambah dengan "kekurangan" lain, hidung semua tokoh dibuat bercuping enam. Benar-benar jadi gambar yang aneh dan di luar kebiasaan para pembuat komik. Mengingatkan kita pada komik strip Benny & Mice (di Harian Kompas Minggu), namun dengan background (setting) yang lebih sepi.
Tak hanya penulis yang bercerita tentang kepamalian di komik ini, ada beberapa "curahan hati" masyarakat mengenai pamali yang ada di kehidupannya. Misalnya Ibu Empat Fatimah yang mendefinisikan pamali sebagai larangan atau pantangan, tapi ia tak tahu siapa yang memulainya karena pamali biasa diceritakan turun-temurun. Walau terdengar mengada-ada, pamali sebenarnya bermanfaat juga untuk mengajarkan tata krama dan kearifan perilaku.
Ibu Empat Fatimah pun menceritakan sebuah kisah tentang misteri kayu pemakaman. Kisahnya boleh dibilang ajaib dan penuh nuansa magis, dan akan membuat pembacanya merinding "percaya ngga percaya".
Mengingat komik ini minus gambar seronok dan sarat akan petuah lama serta "ajaran" yang hampir hilang di masyarakat, maka komik ini cocok dibaca semua kalangan, tua-muda dan pria-wanita. Cocok untuk dibaca di mana saja, kecuali di tempat ramai seperti di dalam kendaraan, bisa-bisa Anda disangka gila karena tertawa terpingkal-pingkal sendirian.
Dan pesan dari si pengarang yaitu: Anda pamali membaca buku ini sambil mengendarai motor, nanti bisa terjun ke jurang. Apalagi membaca komik ini di tempat gelap, nanti betis Anda katarak! (Erik Heldani)
Sumber: Jurnal Nasional, Minggu, 26 Juli 2009
No comments:
Post a Comment