-- Ingki Rinaldi
JIKA Anda pernah mengunjungi museum atau monumen perjuangan di Indonesia, kemungkinan besar patung, relief, atau diorama yang Anda kagumi itu adalah buatan Yusman.
Yusman (KOMPAS/INGKI RINALDI)
Terakhir pada 5 Januari 2010, Yusman memperoleh piagam dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) atas karya relief tentang perjuangan Panglima Besar Soedirman di kawasan monumen di Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, sepanjang 368 meter yang diselesaikannya hanya dalam dua bulan.
Karya Yusman yang lain adalah Monumen Mandala Pembebasan Irian Barat di Makassar, Sulawesi Selatan, yang diresmikan Presiden Soeharto (1995); Monumen Seroja di Mabes TNI Cilangkap yang diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri (2002); dan Monumen Perjuangan Dwikora dan Trikora di Mabes TNI Cilangkap yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2009).
Sejak 1986, Yusman sudah menunjukkan kreasinya, di antaranya berupa diorama pada Museum Vredeburg, Yogyakarta, diorama di Museum ABRI Satria Mandala, dan diorama pengkhianatan PKI di Lubang Buaya, masing-masing pada tahun 1988 dan 1992. Karya-karya dengan estetika tinggi dan kualitas terjaga itu dibuatnya hanya setahun setelah dia mulai kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, yang dulu bernama STSRI ASRI Yogyakarta.
Kuliah sambil bekerja itu dilakukan Yusman atas ajakan sejumlah dosen dan seniornya di ISI, seperti Mon Mujiman, Saptoto, Empu Ageng Edhi Sunarso, Sarpomo, Suwardi, Y Sumartono, dan Kasman.
”Pada bulan Juli atau Agustus 1985 saya masuk ISI dan mulai sosialisasi lagi dengan jurusan baru di ISI. Lulus tes di seni patung, awalnya saya tidak tahu-menahu karena di SMSR saya jurusan seni dekorasi, tapi sudahlah, mungkin jurusan patung inilah jurusan saya,” kata Yusman.
Trenyuh Pak Dirman
Mulai tahun 1986 itu Yusman terus mengerjakan berbagai proyek atas ajakan sejumlah senior dan dosen. Pada Februari 1994 ia lulus dari ISI dengan gelar sarjana seni setelah menuntaskan penelitian dalam skripsi berjudul ”Studi Banding tentang Patung Panglima Besar Jenderal Soedirman” yang sebetulnya telah dituntaskannya pada 1989.
”Sebetulnya bukan idola, tapi saya trenyuh dengan perjuangan beliau, walau dengan paru-paru satu saja, Pak Dirman pantang menyerah,” kata Yusman.
Tahun 1994 menjadi titik balik bagi Yusman karena pada tahun itulah pertaruhan terbesarnya sebagai seniman. Tawaran yang mewujud jadi Monumen Mandala Pembebasan Irian Barat di Makassar membuat namanya dikenal sebagai pembuat patung, relief, dan diorama papan atas hingga sekarang.
”Untuk ukuran saya pada waktu itu, hal tersebut luar biasa. Kalau proyek itu tidak saya ambil, saya akan jadi kuli selamanya. Tetapi kalau gagal, saya akan digantung keluarga,” seloroh anak kedelapan dari sembilan bersaudara itu.
Tahun itu juga ia mendirikan CV Rejeki Kreatif yang kini mempekerjakan 14 karyawan tetap dan ratusan pekerja jika tengah menggarap proyek. Empat mantan dosennya di ISI kini ikut bekerja bersama Yusman.
Satu pengalaman yang paling membekas baginya adalah saat membuat patung setengah badan Soeharto untuk kepentingan Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI. Sosok patung itu sampai harus dibuat ulang karena menurut keluarga ada beberapa bagian yang tidak cocok dengan aslinya.
Balas dendam
Karya-karyanya yang lebih banyak berupa sejarah perjuangan bangsa rupanya memiliki keterkaitan dengan minat masa lalunya. Sejak duduk di bangku SMP, Yusman sudah terpikat dengan segala hal yang berkaitan dengan sejarah.
”Setiap guru saya cerita tentang pengkhianatan, seperti kisah Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Pangeran Diponegoro, rasanya saya kepingin menangis. Sakit hati saya, dan terpikir bagaimana cara membalasnya,” kata Yusman.
Jika dirunut lebih jauh lagi, Yusman kecil sudah memiliki bakat seni rupa luar biasa. Sejak duduk di kelas III SD, ia sudah gemar menggambar tokoh-tokoh perjuangan di papan tulis di kelasnya.
Namun, saat itu kedua orangtua Yusman tidak mampu menyalurkan bakat yang dimiliki Yusman karena kondisi keuangan keluarga. ”Saya anak seorang pegawai perikanan darat. Sejak kecil saya berpikir tak mau jadi PNS karena kehidupan kami saat itu begitu sulit,” katanya.
Yusman kecil punya berbagai kemampuan. Karena dia juga jagoan di bidang olahraga dengan menjuarai berbagai kejuaraan bulu tangkis, tenis, hingga lompat jauh, dia dan keluarga sempat bingung saat akan melanjutkan sekolah. ”Tapi salah seorang tetangga menyarankan agar saya masuk ke SSRI,” kata Yusman.
Setelah melewati sejumlah pencapaian, Yusman kini punya keinginan lebih besar, yakni membuat patung tertinggi di Indonesia. Karya-karya Yusman memberikan penegasan bahwa di bidang seni dan budaya, bangsa Indonesia masih lebih unggul dibandingkan dengan banyak negara lain.
Sumber: Kompas, Selasa, 19 Oktober 2010
2 comments:
salam pak yusman
saya JOHN BOGOR http://propertynusantara.blogspot.com/
salam pak yusman
saya JOHN BOGOR http://propertynusantara.blogspot.com/
Post a Comment