JAKARTA (Lampost/MI): Kemajuan teknologi dan mudahnya akses informasi menyebabkan banyak bahasa lokal atau bahasa daerah di Indonesia nyaris punah. Pasalnya, anak-anak tidak mau lagi menggunakan bahasa daerah.
"Bahasa daerah lebih banyak digunakan orang tua," kata Koordinator Intern Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Yeyen Maryani dalam penjelasannya tentang kegiatan Bulan Bahasa di Jakarta kemarin. Yeyen tidak bisa menyebutkan berapa banyak bahasa daerah yang punah atau nyaris punah. Namun, enam bahasa lokal di Maluku Utara dan Papua punah.
Kemunduran bahasa lokal itu juga terjadi di berbagai negara. Menurut dia, dalam 50 tahun terakhir, ada sekitar 100 bahasa lokal yang punah atau tidak ada lagi penuturnya. "Dari jumlah itu, 10% di antaranya ada di Indonesia."
Berkurangnya penggunaan bahasa lokal dibarengi makin banyak kotakasa bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia. Sekitar ada 2.000 kosakata bahasa asing atau bahasa lokal yang sudah masuk dalam ejaan bahasa Indonesia. Sedangkan bahasa lokal yang paling banyak masuk dalam kosakata bahasa Indonesia cukup beragam, tidak lagi didominasi bahasa Jawa. Namun, Yeyen yakin jumlah kosakata asing yang masuk akan lebih banyak lagi di masa mendatang.
Sementara itu, Kunjana R. Rahadi, konsultan ahli bahasa media, berpendapat bahasa daerah saat ini tengah dalam kondisi mati segan hidup tak mau.
Ia mengakui saat ini sudah mulai banyak orang dengan penuh kesadaran bertutur dan melestarikan bahasa daerahnya. Namun, upaya itu tidak bisa mengubah kondisi bahasa daerah yang tengah mati suri. "Ibaratnya berteriak di padang pasir, tidak ada yang mendengarkan," kata Kunjana.
Menurut dia, kedudukan bahasa daerah sebagai penyangga bahasa Indonesia mulai tergusur perannya oleh bahasa asing. Hal itu disebabkan pengguna bahasa Indonesia lebih memilih menyerap kata-kata asing daripada bahasa daerahnya sendiri. "Dalam era otonomi daerah ini, daerah memiliki kesempatan untuk bisa mengembangkan bahasa daerah. Ini kesempatan yang cukup baik," ujar Kunjana. (R-1)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 21 Oktober 2010
No comments:
Post a Comment