BEPERGIAN memakai kendaraan sendiri pasti terasa lebih nyaman dibandingkan dengan naik kendaraan umum seperti bus, kereta, mikrolet, atau bajaj. Namun, demi keefektifan melakukan kegiatan sehari-hari, beberapa orang memilih menyimpan kendaraan sendiri di rumah lalu berdesakan dengan penumpang lain menuju tempat tujuan.
”Memakai kendaraan umum itu lebih pas dan fleksibel untuk kondisi lalu lintas seperti di Jakarta. Misalnya saja, kalau sedang terjebak di tengah kemacetan saat berada di dalam bus, saya bisa langsung turun lalu ganti memakai ojek. Kalau memakai kendaraan sendiri, mana bisa meninggalkan kendaraan di tengah jalan,” kata Ibnu Hamad, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI).
Sejak pindah dari Pandeglang, Banten, ke Jakarta tahun 1985 hingga sekarang, Ibnu memilih bepergian memakai kendaraan umum. Pilihannya beragam, mulai dari kereta, bus, ojek, hingga bajaj.
Setiap kali mengajar di FISIP UI, Ibnu memakai kereta rel listrik (KRL) Bogor-Jakarta dari Stasiun Citayam menuju Stasiun UI. Waktu tempuhnya sekitar 12 menit, jauh lebih cepat dibandingkan dengan mengendarai motor selama 40 menit dan mobil yang bisa mencapai 1 jam.
”Kalau ada kegiatan di Jakarta, saya memakai kereta menuju Jakarta, lalu ganti bus. Kadang-kadang memakai bajaj atau ojek. Pokoknya yang bisa nyelip-nyelip di tengah kemacetan Jakarta,” tutur Ibnu.
Karena lebih memilih berkendaraan umum, Ibnu lebih sering memarkir mobil pribadinya di rumah. Mobil ini hanya dipakai saat harus bepergian dengan keluarga.
Sama seperti Ibnu, Service Account Manager PT IBM Indonesia David Tjahjana lebih banyak mengandalkan kendaraan umum dalam kegiatan yang terkait dengan pekerjaan. David menggunakan bus transjakarta Koridor I (Blok M-Kota) dari kantornya di Jalan MH Thamrin untuk mengunjungi klien yang tersebar di sepanjang jalan tersebut hingga Jalan Jenderal Sudirman.
”Mencari tempat parkir bukan hal yang mudah kalau memakai mobil sendiri. Belum lagi, jalur Thamrin-Sudirman mengharuskan kita berputar kalau tempat yang dituju berada di lokasi berseberangan,” kata David, yang juga memakai bus transjakarta dari rumahnya di Kelapa Gading untuk menuju kantor.
David bahkan berusaha menjadikan berkendara dengan transjakarta sebagai kebiasaan bergengsi. Caranya, dengan berpenampilan rapi dan keren.
”Saya sering memakai dasi dan jas langsung dari rumah meski harus naik bus karena menurut saya transjakarta bukan hanya untuk mereka yang memakai kaus oblong dan bersandal jepit,” kata David. (IYA)
Sumber: Kompas, Minggu, 24 Oktober 2010
No comments:
Post a Comment