Banjar Baru, Kompas - Kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya nilai-nilai multikulturalisme masih minim. Akibatnya, konflik di masyarakat yang berbuntut tindakan anarkis semakin sering terjadi. Untuk menanamkan kesadaran multikulturalisme, sistem pendidikan perlu diperbaiki.
Hal itu dikemukakan sejarawan Mukhlis PaEni dalam diskusi Sumpah Pemuda di rangkaian acara Lawatan Sejarah Nasional VIII, Kamis (28/10) di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Acara tersebut dihadiri sejumlah kalangan, termasuk siswa dari sejumlah daerah di Tanah Air.
”Pemahaman tentang pluralisme atau kebinekaan sudah selesai. Sekarang yang penting bagaimana memahami bahwa setiap individu memiliki peluang, hak, dan kewajiban yang sama dalam hidup bernegara,” kata Mukhlis yang juga Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia itu.
Mukhlis menilai, masyarakat Indonesia sudah memahami nilai-nilai pluralisme, yakni kesadaran akan perbedaan. Namun, kesadaran bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, kedudukan, peluang, dan harkat yang sama itu yang belum ada. ”Ini yang belum selesai sampai sekarang. Masih panjang perjalanan. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab bersama,” kata Mukhlis.
Jika nilai-nilai multikulturalisme ini bisa dipahami, diharapkan bisa menjadi kekuatan moral untuk menghadapi berbagai tantangan masa depan. ”Multikulturalisme ini pilihan atau risiko yang perlu diambil agar Indonesia bisa bertahan pada masa depan,” kata Mukhlis.
Dalam diskusi itu juga mengemuka kekhawatiran para siswa terhadap masa depan karena tantangan yang kian beragam dan berat. Seperti diutarakan Habib Nur Rahman, siswa SMAN 1 Blora, dan Meta Indriyani, siswi SMAN 12 Bandung.
Menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran para siswa, Mukhlis menekankan pentingnya penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan. Masyarakat yang berbasis ilmu pengetahuan akan menjadi wajah dunia masa depan. (LUK)
Sumber: Kompas, Sabtu, 30 Oktober 2010
No comments:
Post a Comment