Sunday, July 19, 2009

[Fokus] Nyaman Bukan Berarti Ber-AC

MAHALNYA biaya di sekolah RSBI tidak lepas dari keinginan sekolah menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan kondusif untuk proses pebelajaran. Kepala sekolah RSBI menafsirkan kenyamanan secara fisik, berupa tempat duduk dan meja nirkarat dan kelas ber-AC yang biayanya harus ditanggung oleh orang tua siswa.

Sekretaris Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) Lampung, Gino Vannolie, mengatakan lingkungan yang nyaman dan kondusif tidak harus diartikan dengan fasilitas yang serba "wah".

"Rasa nyaman itu menyangkut kultur, budaya interaksi guru dan murid, siswa menjadi subjek utama dalam pembelajaran. Walaupun fasilitasnya "wah", interaksi guru dan siswa tidak bagus, siswa tidak akan nyaman belajar," kata Gino.

Kepala sekolah RSBI seharusnya lebih memperhatikan ruang-ruang eksperimen siswa yang disesuaikan dengan potensi dan bakat siswa. Misalnya, ruang laboratorium, ruang seni, ruang olahraga dan lainnya.

Dia mengatakan ketika berkunjung ke sekolah-sekolah di Australia, tidak ada bangunan fisik dan fasilitas yang "wah", fasilitasnya biasa saja. Tetapi, semua kebutuhan siswa untuk bereksperimen tersedia di laboratorium, baik fasilitas multimedia, atau bahan-bahan praktikum. Pihak sekolah lebih menekankan intensitas interaksi antara siswa dan guru.

"Reformasi pendidikan seperti ini seharusnya yang dibangun di RSBI. Guru harus menempatkan siswa sebagai subjek utama dalam pembelajaran, merangsang kreativitas siswa. Untuk ini dibutuhkan guru yang benar-benar profesional," ujarnya.

Kepala Sekolah RSBI SMPN 1 Bandar Lampung, Haryanto, mengatakan fasilitas fisik seperti kursi, meja dan AC memang tidak disyaratkan dalam RSBI. Hal yang disyarakatkan adalah lingkungan sekolah yang nyaman dan kondusif untuk pembelajaran. Menurut dia, meja dan kursi kayu yang saat ini ada di sekolah tidak layak digunakan di kelas RSBI. "Di kelas RSBI, siswa lebih banyak berinteraksi secara berkelompok. Anak-anak kan berat kalau harus mengangkat meja dan kursi kayu itu. Kalau stenles steel kan lebih ringan," kata Haryanto.

Penggunaan AC di kelas juga dilandasi oleh teori kenyamanan belajar. Menurut dia, dengan ruangan ber-AC siswa bisa lebih lama dan lebih bersemangat dalam belajar. "Orang yang kerja di ruang AC itu kan lebih tahan lama dan semangat, Mbak," kata dia.

Selain semua fasilitas itu, ternyata kepemilikan laptop oleh siswa semakin menambah kesan "wah" sekolah RSBI ini. Walau tidak diwajibkan, fasilitas yang serba-"wah" itu mengusir siswa miskin berprestasi secara halus.

Fakta di lapangan memang menunjukkan demikian. Haryanto mengakui setelah pihaknya mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa dan komite sekolah. Dia menjelaskan tentang program-program RSBI dan keterbasan dana pemerintah untuk memenuhi semua program itu. Tahun ini, untuk tiga kelas RSBI, pihaknya membutuhkan dana Rp100 juta untuk merenovasi dan melengkapan fasilitas fisik kelas RSBI.

"Kalau semua fasilitas baru, kita butuh sekitar Rp100 juta. Tapi untungnya masih ada meja dan LCD lama yang masih bisa digunakan, sehingga sekolah hanya membutuhkan biaya Rp35 juta dari sumbangan orang tua siswa," ujarnya.

Menurut dia, setelah pertamuan itu, ada siswa dari keluarga miskin yang mundur karena persoalan psikologis. Orang tua siswa ketakutan tidak bisa memenuhi permintaan anaknya kelak ketika duduk di kelas RSBI. Misalnya harus membeli laptop, karena minder hampir semua teman-teman kelasnya memiliki laptop.

Dana yang harus ditanggung orang tua siswa yang diterima di RSBI SMAN 2 Bandar Lampung lebih besar lagi. Koordinator kelas RSBI SMAN 2, Supanto, mengakui tahun ini sekolahnya membutuhkan dana sekitar Rp1,2 miliar untuk merenovasi kelas lama menjadi kelas standar RSBI. Dana itu dibayarkan di muka oleh 288 wali murid yang diterima di kelas RSBI.

"Jumlah uang yang dibayarkan bervariasi mulai dari Rp3 juta hingga Rp15 juta," kata dia.

Kepala SMPN 2 Bandar Lampung Sartono mengatakan tahun ini setiap wali murid dipungut biaya awal Rp1,6 juta untuk 96 siswa baru dan besar SPP Rp200 ribu--Rp250 ribu/bulan. Menurut Sartono, RSBI membutuhkan biaya besar karena pembelajaran berbasis ICT (information communication technology) dan memerlukan fasilitas yang memadai. Untuk keperluan itu, setiap kelas dilengkapi AC, video LCD, komputer, kursi yang nyaman, dan laboratorium pelengkap seperti laboratorium bahasa. Siswa kelas RSBI juga membawa laptop untuk mencari bahan ajar dari internet dan pekerjaan rumah sering dikirim via e-mail. n RIN/M-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 19 Juli 2009

No comments: