Sunday, July 19, 2009

[Fokus] Apakah Guru RSBI Siap?

AKTIVITAS Vira (17), siswa SMAN 9 Bandar Lampung itu memang padat. Selain aktif di berbagai kegiatan sekolah, setiap ruas waktunya diisi dengan berbagai les dan bimbingan. Salah satu les yang telah ia ikuti sejak SD adalah Bahasa Inggris.

Ramai perbincangan soal RSBI yang mewajibkan bahasa pengantar dengan bahasa Inggris, Lampung Post meminta komentar soal kemampuan sejumlah gurunya.

"Ya, kalau untuk menjadi sekolah seperti di luar negeri sih masih jauh, lah. Kebanyakan siswa masih sulit menangkap pesan dalam bahasa Inggris. Gurunya juga masih blepotan, bahkan ada yang nggak bisa," kata dia.

Mengonfirmasi komentar tersebut, Kepala SMPN 1 Bandar Lampung, Haryanto, tidak mengelak. Ia mengakui kendala terberat RSBI adalah meningkatkan kualifikasi (minimal S-2) dan kompetensi guru dalam menggunakan teknologi informasi (TI) dan bahasa Inggris. RSBI diberi waktu empat tahun untuk meng-up grade guru-gurunya mencapai standar tersebut.

Walaupun tidak bersedia menyebutkan jumlah guru RSBI yang sudah S-2, Haryanto mengakui kendala itu akan sulit diatasi. Sebab, RSBI bukan unit sekolah baru dengan sistem dan SDM yang baru. Tetapi sekolah lama yang diup-grade statusnya menjadi RSBI. Sekolah lama itu tentunya juga dengan sistem, manajemen, termasuk pendidik, dan tenaga pendidikannya yang sudah ada.

Menurut dia, tidak mudah meng-up grade guru-guru lama yang sudah terbiasa dengan kultur lama. Memasuki dua tahun status RSBI, pihaknya telah mengadakan berbagai pelatihan bahasa Inggris, IT, dan memotivasi guru-guru untuk melanjutkan pendidikan ke S-2.

Namun, sampai kini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Hanya beberapa guru muda yang bersedia melanjutkan sekolahnya.

Menurut dia, selain masalah usia, guru-guru enggan melanjutkan S-2 dengan dana mandiri. Sedangkan beasiswa S-2 yang diberikan pemerintah sangat terbatas, hanya pada event guru berprestasi. Hanya tiga guru dalam setahun. Sementara, Pemda juga tidak memiliki program beasiswa S-2 bagi guru.

"Beda dengan guru-guru MTs dan MA. Depag memiliki program khusus untuk menyekolahkan guru-guru ke S-2. Sementara untuk guru-guru umum, Depdiknas dan Pemda tidak memiliki program beasiswa S-2 itu," kata dia.

Menurut Haryanto, apabila dalam dua tahun ke depan tidak ada perubahan dari para guru, pihaknya akan melakukan rekruitmen ulang terhadap guru-guru RSBI.

Untuk membenahi SDM guru RSBI, dia juga telah melakukan outsouching guru berkualitas dari sekolah lain. Namun, hal itu terkendala pada izin kepala sekolah. Tidak ada kepala sekolah yang bersedia guru terbaik mereka dicomot oleh sekolah-sekolah RSBI.

"Kalau dalam dua tahun ke depan tidak ada perbaikan, sekolah-sekolah RSBI sebaiknya merekrut ulang guru-guru RSBI sesuai standar yang ada," ujarnya.

Kepala SMPN 2 Bandar Lampung Sartono juga mengakui masih banyak standar RSBI yang harus dibenahi, terutama kompetensi kepala sekolah dan guru. Menurut Sartono, seharusnya minimal 20% guru sekolah berpendidikan S-2. Namun kini dari 53 guru di SMPN 2 baru dua orang yang bergelar S-2. Tiga guru masih dalam pendidikan.

Kendala serupa juga dihadapi SMAN 2 Bandar Lampung. Kepala SMAN 2 Sudarto mengatakan dari seratusan guru RSBI baru beberapa orang yang S-2. Begitu juga dengan SMAN 9 Bandar Lampung, di mana guru-guru yang berpredikat S-2 masih minim. n RIN/M-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 19 Juli 2009

No comments: