LANTANG suara Ucok membaca puisi berjudul ”Karakter Indonesia” karya Binhad Nurrohhmat. Aksi Ucok terekam dalam film dokumenter bertajuk Poetry On The Road yang diputar di Warung Prestasi, Jakarta, Selasa malam (7/7).
Ucok yang hadir dalam acara pemutaran film itu tertawa-tawa sendiri melihat aksi dirinya membaca puisi. Sepanjang hidupnya, pria berusia 37 tahun tersebut belum pernah berdeklamasi. Satu-satunya penulis puisi yang diketahui pria lulusan SMA itu ialah si legendaris Chairil Anwar, tetapi itu pun dia lupa judul karyanya.
Sepanjang perjalanan dari Stasiun Bogor sampai dengan daerah Sunda Kelapa, Jakarta Utara, penyair Binhad, Oky Arfie, dan mahasiswa program doktor Sastra Indonesia dari Universitas Tasmania, Australia, Andy Fuller, ”menodong” tukang ojek, pengamen, pedagang kerupuk, anak sekolah, sopir angkot, penumpang, sopir bus, sampai masinis kereta untuk membaca puisi-puisi Binhad yang terkumpul dalam buku Demonstran Sexy.
Polah para pembaca puisi dadakan itu terkadang mengundang senyum, seperti aksi tukang ojek sepeda yang duduk di boncengan sambil membaca puisi, sementara penyair ngos-ngosan mengayuh pedal. Suasana sekitar dan ekspresi si pembaca puisi kemudian direkam langsung.
Ucok sedang berada di pangkalan ojek Bendungan Hilir, Jakarta, ketika tiba-tiba Andy memintanya membaca puisi. Tidak pakai latihan. Spontan saja. ”Ternyata enak juga. Isi puisinya saya gampang ngerti. Kenyataannya memang begitu, kok,” ujar Ucok.
Binhad mengatakan, pembuatan film dokumenter itu dengan keinginan agar puisi dapat dinikmati siapa saja. ”Puisi bisa hadir sebagai peristiwa kehidupan sehari-hari dan tidak selalu mesti elitis,” ujarnya.
Dia mengatakan, selama ini ada anggapan puisi elitis dan eksklusif. Itu karena biasanya penghadiran puisi secara eksklusif oleh seniman dan dipentaskan di gedung-gedung khusus kesenian.
Sepanjang pembuatan dokumenter, Binhad, Andy, dan Oky tidak menemui kesulitan meminta masyarakat yang ditemui di jalan tersebut untuk spontan membaca puisi di depan umum. Masyarakat Indonesia kental dengan tradisi lisan sehingga ketika diminta membaca karya-karyanya tidak terlalu sulit.
Andy Fuller menambahkan, pembuatan dokumenter itu didasari apakah puisi bisa hidup di tengah masyarakat umum. Mereka yang terlibat dapat pembacaan puisi itu bisa dikatakan orang-orang yang terpinggirkan dari acara-acara sastra. ”Masyarakat ternyata bisa tertarik dengan puisi. Mereka semangat ketika diminta spontan membaca dan orang-orang sekitarnya juga mengapresiasi dengan mendengarkan. Bahkan, ada yang kemudian memberikan kritik,” ujar Andy. (INE)
Sumber: Kompas, Kamis, 9 Juli 2009
No comments:
Post a Comment