Thursday, May 08, 2008

Sosok: Penyusun Kamus Dayak Ngaju-Indonesia

-- C Anto Saptowalyono*

BAHASA Dayak Ngaju adalah lingua franca atau bahasa penghubung yang sudah digunakan sebagian besar warga Dayak di Kalimantan Tengah sejak lama. Namun, hingga paruh pertama dekade 1990-an, untuk memperdalam bahasa itu kita sulit menemukan kamus yang menerjemahkan bahasa Dayak Ngaju ke dalam bahasa Indonesia.

Kondisi inilah yang mendorong Albert Aron Bingan dan Offeny Adrianus Ibrahim menyusun kamus bahasa Dayak Ngaju-bahasa Indonesia. Apalagi seorang kolega Albert, Teras Mihing (almarhum), adalah pengajar pada Universitas Palangkaraya dan pada 1975 pernah berkunjung ke Beijing, China.

Di salah satu museum di kota itu, Teras Mihing melihat ada kamus bahasa Dayak-bahasa Jerman yang disimpan dalam kotak kaca. Ini karena usia kamus tersebut sudah lebih dari seabad. Dajacksch-Deutsches Worterbuch, nama kamus tersebut. Kamus itu disusun AUG Hardeland, terbitan Frederik Muller: Druck Von CA Spin and Sons, Amsterdam, tahun 1859.

Hardeland, penyusun kamus bahasa Dayak-bahasa Jerman itu, adalah misionaris Belanda yang selama 20 tahun masuk keluar hutan di Kalimantan untuk mengumpulkan berbagai bahasa di wilayah ini. Hardeland juga yang menyimpulkan bahwa bahasa Dayak Ngaju adalah bahasa terbesar yang dipakai orang Dayak di Kalimantan.

Di mana ada kehendak, di situ pasti ada jalan. Albert bersyukur ketika jalan untuk menyusun kamus bahasa Dayak Ngaju-bahasa Indonesia terbuka baginya. Ini diawali dengan pergaulan Albert dengan kalangan pendeta Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, terutama Pendeta M Saha.

Kalangan pendeta GKE ini acap berkorespondensi dengan seorang dokter umum berkebangsaan Belanda yang bernama AH Klokke. Dokter Klokke pernah bertugas di Kuala Kapuas, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

Melalui korespondensi itulah Klokke dapat mengirimkan beberapa manuskrip, seperti jenis-jenis tanaman obat tradisional Dayak. Tahun 1995 Klokke juga mengirim fotokopi kamus bahasa Dayak-bahasa Jerman karya Hardeland.

”Fotokopi kamus Dayak-Jerman itulah yang kemudian saya jadikan bahan untuk menyusun kamus Dayak Ngaju-Indonesia,” kata Albert di rumahnya, Jalan Bukit Hindu, Palangkaraya.

Tetapi, karena tak menguasai bahasa Jerman, Albert hanya mengambil kosakata Dayak yang tercetak di kamus tersebut. Dia kemudian mencari artinya dalam bahasa Indonesia. Sumber utama lainnya untuk menyusun kamus Dayak Ngaju-Indonesia juga diperoleh Albert dari sebuah Alkitab kuno.

Alkitab berbahasa Dayak Ngaju terbitan Belanda tahun 1858 itu diberikan kepada Albert oleh seorang pendeta GKE, Chrispinus Kiting. Bersumber dari Alkitab kuno itu Albert mengambil pokok-pokok bahasa, mengumpulkan kata-kata, menyusun, selanjutnya menerjemahkan kata-kata dalam bahasa Dayak Ngaju tersebut dalam bahasa Indonesia.

Offeny menambahkan, sumber kamus Dayak Ngaju-Indonesia juga diperoleh dari buku tata bahasa lawas bertajuk Ngadjoe Dajaksprache karangan KD Epple terbitan Zendingsdrukkerijk Bandjermasin (ZO Borneo) tahun 1933.

”Selain itu, saat menyusun kamus Dayak Ngaju-Indonesia ini, kami juga mendapat masukan dari beberapa tokoh Dayak, seperti WA Gara dan TT Suan,” kata Offeny di rumahnya, Jalan B Koetin, Palangkaraya.

Berdiskusi

Saat menerjemahkan bahasa Dayak Ngaju ke dalam bahasa Indonesia, Albert berdiskusi dengan Offeny. Bila suatu kata dalam bahasa Dayak Ngaju sulit diterjemahkan, Albert memberi gambaran mengenai kata dimaksud, kemudian mereka berdua mencari padanannya.

Misalnya, pada kosakata Dayak Ngaju dikenal kata mata dan mate. Kedua kata ini dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan satu kata saja, yakni mata. Namun, dalam bahasa Dayak Ngaju, mata dan mate memiliki perbedaan makna.

Ambil contoh satu kalimat dalam bahasa Dayak Ngaju. Mananjong kilau dia bamate artinya berjalan seperti tidak bermata atau tidak melihat. Kata mate di sini berkedudukan sebagai kata keterangan yang merujuk pada mata. Adapun bila ditulis: Mananjong kilau dia bamata, maka kata mata di sini merupakan kata benda. Sebab, kata bamata tersebut mengandung makna tidak punya mata atau buta.

Kamus yang disusun Albert dan sepupunya, Offeny, ini berisi sekitar 13.200 kosakata Dayak Ngaju. Mereka menyelesaikannya dalam waktu kurang dari dua tahun. Cetakan pertama kamus tersebut terbit tahun 1996 dengan bantuan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah pada masa Gubernur Warsito Rasman.

Kamus Dayak Ngaju-Indonesia ini mendapat pengakuan hak cipta dari Departemen Kehakiman dan terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek pada 11 Januari 1999, dengan nomor 019770.

Albert menuturkan, hingga saat ini kamus tersebut sudah dicetak empat kali, dengan total jumlah sekitar 600 eksemplar. Pendanaan untuk penerbitan dan pencetakan ulang kamus disokong Pemerintah Kota Palangkaraya dan Pusat Penelitian Kebudayaan Dayak Universitas Palangkaraya.

Selain itu, pencetakan ulang kamus tahun 2005 juga dibantu PT Maruwai Coal BHP Biliton, perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di wilayah Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah.

Perhatian terhadap bahasa Ngaju tidak berhenti pada pembuatan kamus tersebut. Keduanya pada 2001 juga menyusun buku Upon Ajar Basa Dayak Ngaju. Buku ini berisi pokok-pokok pelajaran tata bahasa Dayak Ngaju, seperti pembagian jenis kata dan imbuhan. Buku ini tidak hanya menjadi bahan pelajaran siswa SD-SMU, tetapi juga untuk umum.

Albert juga tengah menyusun kamus Indonesia-Dayak Ngaju yang nantinya akan digabungkan dengan kamus Dayak Ngaju-Indonesia. ”Saya tidak tahu apakah tahun 2008 ini bisa selesai. Saat ini kamus Indonesia-Dayak Ngaju yang saya susun sudah sampai huruf P,” katanya.

Albert dan Offeny berharap, kamus Dayak Ngaju-Indonesia dan kamus Indonesia-Dayak Ngaju yang sedang mereka susun itu dapat ikut melestarikan bahasa daerah Dayak yang merupakan khazanah budaya nasional.

Sayang bila orang biasa ingin mendapatkan kamus tersebut agak susah. Sebab, kamus itu tidak dijual bebas di toko-toko buku. ”Kami mendapat beberapa eksemplar, selebihnya dimiliki instansi yang mendanai penerbitannya,” ucapnya.

Sumber: Kompas, Kamis, 8 Mei 2008

3 comments:

Andri Journal said...

Saya seorang dokter PTT,sekarang sedang bertugas di kuala kapuas,kalteng.Perawat yg bekerja di puskesmas ada yg berbahasa dayak kapuas,ada jg yg dayak ngaju..Saya pengin beli buku kamusnya.Dimana saya bisa mendapatkannya?Makasih atas infonya ya.. ^_^

Indu belawau said...

Saya mahasiswi dari eropa yang akan tinggal di kalteng lagi 2 tahun sjak Juli 08. Saya ingin beli kamus itu kalau mungkin. Saya dgn teman2 sudah mulai bikin kamus Dayak-jerman sendiri tapi cuma sedikit kata2. Kalau Dayak-Bhs Indonesia juga bagus.
terima kasih sebelumnya
Lynda

dwi aisyalwa said...

saya seorang mahasiswi jurusan IT, rencananya saya mau buat software kamus bahasa dayak, tapi saya butuh literatur mengenai bahasa dayak ngaju. boleh kah saya tau di mana bisa saya dapatkan kamus bahasa dayak ngaju tersbut? trims...