Tuesday, May 27, 2008

Buku Digital Disebarkan: Sebanyak 37 Judul Sudah Di-"upload" ke Portal Depdiknas

Jakarta, Kompas - Jejaring Pendidikan Nasional menjadi andalan penyebaran buku teks pelajaran digital yang telah dibeli hak ciptanya oleh Departemen Pendidikan Nasional. Pembelian hak cipta buku teks itu guna mewujudkan buku pelajaran murah dan diharapkan mengurangi beban masyarakat.

Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) merupakan jaringan informasi digital yang dibangun Depdiknas. Jardiknas terdiri dari empat zona jaringan, yakni kantor dinas, perguruan tinggi, sekolah, serta guru dan siswa. Titik koneksi ada di 441 kantor pendidikan kota atau kabupaten, lebih dari 6.500 sekolah, 33 kantor dinas pendidikan provinsi, dan puluhan institusi lain.

Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, Senin (26/5), mengatakan, di semua pusat kabupaten dan kota telah ada sambungan Jardiknas. ”Kepala dinas pendidikan mengetahui hal tersebut dan mempunyai akses ke Jardiknas. Paling tidak, dinas sudah dapat mencetak secara terbatas sebagai contoh untuk kemudian dicetak murah beramai-ramai,” ujarnya.

Dia menambahkan, saat ini telah terdapat banyak percetakan, termasuk di daerah. ”Sudah banyak percetakan yang menjadi pembajak buku. Daripada membajak buku dengan melakukan pembajakan yang melawan hukum, lebih baik ’membajak’ bukunya Mendiknas dan tidak melanggar hukum,” ujarnya.

Sebanyak 49 jilid buku sudah terbeli hak ciptanya, di mana 37 judul di antaranya sudah di-upload ke dalam portal www.depdiknas.go.id, sedangkan 12 judul masih dalam pengeditan. Direncanakan sampai dengan Agustus 2008 dapat terbeli hak cipta untuk 250 judul buku. Untuk pencetakan, ditentukan harga eceran tertinggi adalah sekitar sepertiga dari harga pasar buku.

Solusi sementara

Secara terpisah, dalam seminar perbukuan, pekan lalu, Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Setia Dharma Madjid mengatakan, kebijakan pemerintah menyediakan buku teks murah secara e-book didukung semua pihak, termasuk penerbit dan percetakan buku. Namun, kebijakan itu dinilai hanya solusi sementara yang tidak adil dan kondusif untuk menciptakan mekanisme penyediaan buku murah yang berkualitas sehingga perlu dikaji ulang.

Sepanjang harga kertas tidak dikendalikan dan tidak disubsidi pemerintah, sulit mewujudkan buku murah, termasuk buku yang digandakan dari e-book, yang ditetapkan pemerintah maksimal Rp 7.500 per buku.

Praktisi pendidikan Junadi Gafar mengatakan, e-book itu masih banyak kelemahan karena infrastruktur internet ke semua sekolah belum tersedia. Untuk mencetak hasil unduh e-book dalam bentuk buku juga malah lebih mahal. Untuk itu, perlu dibuat mekanisme penyediaan buku murah. (INE/ELN)

Sumber: Kompas, Selasa, 27 Mei 2008

No comments: