Tuesday, May 13, 2008

Sejarah: Telaah Arsitektur Rumah F Silaban

Jakarta, Kompas - Rumah keluarga Friedrich Silaban di Jalan Gedung Sawah, Bogor, Jawa Barat, dijadikan ajang telaah para praktisi arsitektur yang tergabung dalam modern Asian Architecture Network (mAAN) Indonesia.

Tangga di ruang duduk dan makan di rumah arsitek kesayangan Presiden Soekarno, F Silaban, di Bogor, Jawa Barat. (DOK BUKU RUMAH SILABAN/Kompas Images)

Pihak mAAN bekerja sama dengan Universitas Tarumanagara (Untar), Jakarta, akhir pekan lalu meluncurkan buku Rumah Silaban berisi dokumentasi dan telaah kritis mengenai rumah arsitek kenamaan yang merancang antara lain bangunan monumental Masjid Istiqlal semasa pemerintahan presiden pertama RI, Soekarno. Buku yang sama juga diluncurkan di Unika Soegiyapranata, Semarang, Sabtu (10/5).

Acara diawali dengan workshop di rumah keluarga F Silaban, Juli 2007, yang juga diikuti peserta dari Jepang dan Kamboja. Center for Sustainable Urban Regeneration (cSUR) Universitas Tokyo bertindak selaku sponsor.

Secara simbolik, buku Rumah Silaban diserahkan Mieke Choandi, penanggung jawab kegiatan dari Jurusan Arsitektur Untar, kepada Dekan Fakultas Teknik Untar dan keluarga besar F Silaban yang diwakili Panogu Silaban. Juga dilakukan kupasan buku oleh Prof Josef Priyotomo dari ITS dan Ahmad Djuhara, Ketua IAI.

Priyotomo mengatakan, selain modern, rumah F Silaban juga mengingatkan pada rumah Batak sebagai salah satu khazanah arsitektur Nusantara. Djuhara menuturkan, F Silaban bisa disejajarkan dengan tokoh arsitektur dunia seperti Frank Lloyd Wright di AS dan Le Corbusier di Perancis yang diakui sebagai pahlawan di bidang arsitektur di negaranya.

Sutrisno Murtiyoso, Sekretaris Umum Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia, menegaskan, rumah F Silaban mendemonstrasikan modernitas dalam bentukan luar, sekaligus sarat budaya dan adat setempat. ”Sikap ini sangat kita butuhkan untuk menuju Arsitektur Indonesia yang kita cita-citakan,” katanya.

F Silaban lahir 16 Desember 1912 di Bonandolok, Tapanuli, Sumatera Utara. Seusai HIS di Tapanuli, ia belajar ke Koningin Wilhelmina School, Jakarta, belajar ilmu bangunan (bouwkunde), lulus 1931. Antara 1947-1965 dia mengabdikan diri ke Departemen Pekerjaan Umum. Arsitek kesayangan Presiden Soekarno ini meninggal di usia 72 tahun (1984) sebelum rumah yang dirancang semalam dan dibangun setahun, 1958-1959, itu direnovasi. (POM)

Sumber: Kompas, Selasa, 13 Mei 2008

No comments: