Thursday, May 22, 2008

Obituari: Indonesia Perlu Pemimpin seperti Ali Sadikin

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin merupakan pemimpin yang punya banyak terobosan, konsisten, dan berprinsip teguh.

Ali Sadikin juga sering memberikan nasihat kepada Presiden tentang pentingnya menegakkan kerangka bernegara Pancasila.

Pernyataan itu disampaikan Presiden ketika melayat ke rumah Ali Sadikin, akrab disapa Bang Ali, di Jalan Borobudur, Jakarta, Rabu (21/5).

Jenazah Bang Ali yang meninggal dunia di Rumah Sakit Gleneagles, Singapura, Selasa sekitar pukul 16.30, dalam usia 82 tahun, tiba di rumahnya, Rabu, sekitar pukul 08.45. Bang Ali meninggal karena sakit lever dan komplikasi penyakit paru-paru.

Kondisi mantan Gubernur DKI Jakarta itu mulai drop sejak April lalu dan sempat dibawa ke Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, selama 8 hari, kemudian dipindahkan ke Singapura. ”Kondisinya makin menurun,” kata putra Ali Sadikin, Boy Bernardi (52).

Wakil Presiden Jusuf Kalla lebih dulu datang melayat sebelum Presiden. Indonesia, katanya, memerlukan pemimpin seperti Ali Sadikin. ”Beliau itu pemimpin yang tegas. Apa yang dikatakan, dilaksanakan,” katanya.

Jenazah Ali Sadikin dibawa ke Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Dengan upacara militer yang dipimpin KSAL Laksamana Sumardjono, sekitar pukul 13.45 jenazah tokoh Petisi 50 ini dimakamkan dengan cara ditumpangkan di makam istri pertamanya, Nani Arnasih, yang meninggal tahun 1986.

”Pemakaman ini memang permintaan almarhum Ali Sadikin, agar jenazahnya disatukan dengan istrinya, Bu Nani,” kata Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta.

Empat perwira tinggi, yaitu Mayjen Hendardji (TNI AD), Marsekal Madya K Hendro (TNI AU), Mayjen (Mar) Nono Sumpono, dan Irjen Aditya (Polri), membentangkan bendera merah putih di empat sisi liang lahat dan melipatnya.

Penghormatan militer yang dipimpin langsung KSAL Laksamana Sumardjono ini merupakan bukti kecintaan TNI AL kepada penggagas pendiri Korps Komando (KKO) Angkatan Laut, yang sekarang menjadi Korps Marinir. Satu batalyon dari Korps Marinir Cilandak ”mengawal” kepergian Ali Sadikin ke tempat peristirahatan terakhir.

”Kita kehilangan putra bangsa yang baik, yang memegang teguh prinsip perjuangan,” kata KSAL.

Sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut (1959-1963) yang saat itu dipimpin Laksamana RE Martadinata, Bang Ali yang di TNI AL dikenal sebagai ”Macan KKO” merencanakan Operasi Amphibi yang dikenal rumit saat pembebasan Irian Barat.

”I’m strong”

Setelah upacara pemakaman berakhir, sekretaris pribadi Bang Ali, Mia, yang mendampinginya selama lima minggu di Singapura, menceritakan, kalimat terakhir yang diucapkan Bang Ali sebelum meninggal adalah, ”I’m strong. You have to be strong.”

Mia juga menuturkan, Bang Ali sempat menanyakan sekarang hari apa sebelum mengembuskan napas terakhirnya.

Sosok Ali Sadikin dikagumi sebagai sosok pemimpin yang tegas, berani, konsisten, dan disiplin. Bagi Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, salah satu pesan yang selalu diingatnya dari Bang Ali adalah, ”Kalau menjadi pemimpin, jangan ragu-ragu.”

Kesan senada juga dikemukakan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution. Baginya, Ali Sadikin merupakan contoh pemimpin yang jelas, seorang demokrat yang bisa membuat mimpi menjadi kenyataan. ”Saat semua tiarap, seminggu sekali orang (anggota Petisi 50) berkumpul di rumah Bang Ali. Ini contoh bagaimana menegakkan cita-cita dan visi perjuangan,” ucapnya.

Tokoh Petisi 50, AM Fatwa, yang saat ini menjabat Wakil Ketua MPR mengingat bagaimana Bang Ali begitu gigih membela anak buahnya. ”Saat saya dipenjara, Bang Ali sering menjenguk,” katanya.

Budayawan dan seniman WS Rendra mengatakan, Bang Ali tak pernah melakukan intervensi meski sudah memberikan bantuan dana dan fasilitas kesenian.

Artis Ratna N Riantiarno dan Jajang C Noer juga mengingat Bang Ali sebagai figur yang sangat peduli kepada kehidupan berkesenian di Jakarta.

Warga Jakarta pun mengenang Bang Ali sebagai pemimpin yang paripurna: jujur, konsisten, keras, tegas, disiplin, tetapi dekat dengan rakyat.

Dia memang dikenal banyak menggusur, tetapi masyarakat akhirnya bisa menerimanya karena apa yang dilakukannya terbukti untuk kepentingan rakyat banyak, seperti fasilitas umum.

Dalam sebuah wawancara Kompas, saat ulang tahun ke-70, Bang Ali mengelola Jakarta dengan kaidah manajemen bisnis-modern.

Baginya, Jakarta adalah ”sebuah perusahaan besar” yang harus dikelola dengan baik. Gubernur dan jajarannya adalah direksi. DPRD DKI adalah komisaris yang wajib mengontrol langkah ”direksi” . Rakyat atau warga Jakarta ditempatkan sebagai pemilik dan pemegang saham DKI Jakarta.

Untuk itulah, setiap langkah kepemimpinannya selalu untuk kepentingan rakyat.

Ia tak pernah lelah menyuarakan kebenaran hingga mengalami perlakuan diskriminatif dari rezim Orde Baru, mulai dari larangan ke luar negeri hingga hambatan lainnya.

”Saya committed terhadap perjuangan bangsa. Dari sisi agama saya, saya telah melakukan hal yang benar, amar makruf nahi mungkar,” katanya. (NWO/KSP/USH)

Sumber: Kompas, Kamis, 22 Mei 2008

No comments: