Wednesday, May 21, 2008

Petisi 50 dan 100 Tahun Kebangkitan Nasional

NAMA Kelompok Kerja (Pokja) Petisi 50 demikian populer pada pertengahan 1980-an sebagai sebuah gerakan yang ditakuti pemerintah saat itu. Ali Sadikin, beserta sejumlah tokoh kritis seperti mantan Perdana Menteri Natsir, Syafruddin Prawiranegara, SK Trimurti, Manai Sophian, Jenderal (Purn) AH Nasution menandatangani sebuah pernyataan keprihatinan. Beberapa mantan aktivis generasi 1970-an juga ikut saat itu seperti Christ Siner Keytimu (PMKRI), Judilhery Justam (Dema UI) dan AM Fatwa juga bergabung dalam 50 tokoh untuk mengkritik Presiden Soeharto saat itu yang begitu kuat. Pernyataan mengoreksi kehidupan bernegara, bermasyarakat dan berbangsa yang sudah dianggap menyimpang itu kemudian dikenal dengan Petisi 50.

Tokoh pers senior, SK Trimurti wafat dalam usia 96 tahun disemayamkan di rumah duka RSPAD, Jakarta, Selasa (20/5). Jenazah akan dimakamkan di TMP Kalibata, Rabu (21/5). (Abimanyu)

Dalam sebuah pidatonya, Soeharto antara lain menyebut ada usaha dari sekelompok orang untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain melalui segala macam cara. Menurut Bang Ali, Soeharto telah salah menafsirkan Pancasila sehingga menjadi alat kepentingan kekuasaan semata.

Sikap dari Petisi 50, membuat Soeharto berang. Dalam bukunya, "Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya", Soeharto antara lain menyatakan, "Apa yang dilakukan oleh mereka yang menamakan dirinya Petisi 50 itu tidak saya sukai." Mereka, kata Soeharto, mengira seolah-olah pendapatnya bener dewe alias benar sendiri. Dengan retorika yang khas, Soeharto menuding Bang Ali dan kawan-kawan sebagai "....merasa mengerti, tetapi pada dasarnya tidak mengerti Pancasila."

Buah dari pernyataan itu, maka mulailah teror dan intimidasi terhadap mereka yang ikut dalam Petisi 50. Ada yang dipenjara, dicekal, ada yang harus meninggalkan pekerjaan tetap dan ada juga yang dikucilkan dari pergaulan sehari-hari. Hak perdata dan hak ekonomi juga dipersulit. Kalangan wartawan dilarang memuat pernyataan mereka.

Di tengah situasi sulit tersebut, Bang Ali menjadi salah satu tumpuan bagi mereka yang konsisten dalam Petisi 50. Sosok Bang Ali menjadi harapan di tengah situasi yang begitu otoriter terhadap siapapun yang mencoba menentang Soeharto.

Selain Ali, sosok SK Trimurti yang ikut dalam Petisi 50 juga menjadi pendorong semangat dalam kelompok itu.

Bagi salah satu temannya yang kini menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution, Bang Ali merupakan pemimpin yang berkarakter.

"Dia mempelopori Lembaga Bantuan Hukum (LBH) karena ingin ketika memimpin ada yang menjadi cermin untuk mengoreksinya," kata Buyung mengutip Ali.

Ali Sadikin dan SK Trimurti adalah dua tokoh Petisi 50 yang pergi bersama. Seakan-akan seperti sudah saling berjanji, tepat ketika bangsa ini merayakan 100 Tahun Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2008. Ali (81) meninggal dunia di Rumah Sakit Glen Eagles Singapura dan SK Trimurti (96) meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta. Baik Ali maupun SK Trimurti adalah tokoh nasional yang dikenal memiliki sikap dan prinsip. SK Trimurti adalah wartawan yang memiliki idealisme profesi dan sikap. Beberapa kali harus mendekam di penjara karena tulisan-tulisannya yang kritis terhadap penjajahan Belanda. Mendiang suaminya, Sayuti Melik adalah pengetik naskah asli Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Selain sebagai wartawan, SK Trimurti adalah juga seorang guru dan aktif dalam pergerakan kemerdekaan. Selain di Partai Indonesia, dia juga aktif memimpin Gerakan Wanita Sadar yang menjadi cikal bakal Gerakan Wanita Indonesia. Ketika Soekarno menawarkan jabatan Menteri Sosial kepadanya pada 1959, SK Trimurti memilih untuk kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hingga masa Orde Baru, SK Trimurti terus bersikap kritis yang berpuncak pada keikutsertaannya untuk meneken Petisi 50 bersama Ali.

"Mereka mewarisi nilai perjuangan yang harus kita teladani," kata Affannulhakim, salah satu aktivis Petisi 50. [SP/Heri Soba]

Sumber: Suara Pembaruan, Rabu, 21 Mei 2008

No comments: