[JAKARTA] Rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) di sejumlah sekolah negeri di Indonesia yang diselenggarakan pemerintah saat ini dengan mengacu Undang-Undang (UU) 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), bertentangan dan menyalahi konstitusi, yakni Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945. Dalam praktiknya di lapangan, penyelenggaraan SBI tersebut berdampak pada kecumburuan sosial dalam hak mendapatkan pendidikan bermutu baik dari negara.
Pengamat pendidikan dari Perguruan Taman Siswa, Darmaningtyas menegaskan hal itu menanggapi keluhan dan sorotan masyarakat terhadap penyelenggaraan SBI yang diwarnai pungutan hingga puluhan juta rupiah. "Keberadaan RSBI ini, jelas akan menimbulkan kesenjangan dalam masyarakat," ujarnya kepada SP di Jakarta, Senin (6/7).
Disebutkan, UU Sisdiknas Pasal 50 Ayat (3) yang berbunyi: Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Sementara pada UUD 45 Pasal 31 Ayat (3) telah dinyatakan, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Mutu Lokal
Selain menyalahi amanah konstitusi, Darmaningtyas juga memperkirakan mutu pendidikan yang diberi label internasional tersebut, pada empat atau lima tahun mendatang akan mengalami kemunduran dalam hal mutu pendidikannya.
Hal ini dinyatakannya karena dia memperhatikan bahwa guru-guru yang diberikan kewenangan untuk mengajar dalam kelas di RSBI tersebut banyak yang masih memiliki mutu pengajaran lokal, atau kurang berdaya saing, khususnya dalam hal bahasa Inggris.
Wakil Koordinator Education Forum, Erlin Driana, juga melontarkan pernyataan yang sama terhadap RSBI tersebut. Menurutnya, satuan pendidikan berlabel internasional tersebut belum memiliki acuan yang jelas dan seolah hanya memiliki kebebasan untuk memberikan tarif internasional tanpa didukung mutu yang menunjang.
"Kok seolah tarifnya saja yang internasional. Mahal, tetapi mutunya lokal. Ini bisa semakin melebarkan kesenjangan sosial di tengah masyarakat dalam mendapatkan mutu pendidikan yang baik. Kalau alasan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional ya lakukanlah secara merata, jangan dikotak-kotakkan seperti ini," ujarnya.
Manajer Monitoring Pelayanan Publik Indonesian Corruption Watch (ICW) Ade Irawan, mengibaratkan RSBI tak lebih dari sekadar pasir isap yang memungut tarif fantastis, tanpa memberikan korelasi signifikan antara pungutan biaya yang dikenakan kepada orangtua siswa dan mutu yang diberikan. [DDS/M-15]
Sumber: Suara Pembaruan, Senin, 6 Juli 2009
No comments:
Post a Comment