Sunday, May 08, 2011

Syair Burung Nuri: Cinta yang Kandas

-- UU Hamidy

Cinta dan Puisi

Syair dan juga hikayat dalam dunia Melayu Nusantara sebagian telah digubah berdasarkan peristiwa nyata dalam kehidupan. Hanya saja, karena sudah dalam bentuk karangan seni yang dijalin dengan kekuatan imajinasi, maka gambaran yang dipantulkannya lebih mengutamakan nilai estetik daripada nilai kenyataan. Begitulah, beberapa kenyataan peristiwa cinta yang dialami manusia dalam jalan hidupnya, juga sudah disyairkan. Karena masalah cinta adalah hal yang dipandang halus dalam dunia Melayu, maka penyampaiannya lewat syair sebagai suatu bentuk seni atau puisi, menjadi amat sanggam lagi selaras. Peristiwa cinta itu memang lebih baik dilambangkan dan dikiaskan, daripada diceritakan dengan kata-kata yang prosais. Sebab, didalamnya ada tersisip harga diri yang tidak layak didedahkan kepada orang ramai.

Dengan memakai bentuk puisi seperti syair yang memakai metafor (lambang dan kiasan) maka obyeknya jadi tersamar, sehingga terkesan halus dan indah. Demikianlah, dalam dunia Melayu dapat dijumpai syair-syair yang berisi percintaan. Budaya ini dapat terjadi, karena dunia Melayu belum sepenuhnya menjalankan syariah Islam yang kaffah, dalam kehidupan masyarakat dan kerajaan. Dunia Melayu baru sampai pada adat bersendi syarak, yakni adat atau aturan bermasyarakat dan kerajaan yang bersendikan agama Islam. Orang Melayu baru berusaha membuat adat bercitra Islam, atau menyesuaikan adat dengan agama Islam. Adat Melayu diusahakan tidak bersanggah dengan agama Islam. Hukum-hukum Islam yang kokoh dalam Alqur’an dan Sunnah, belum dilaksanakan sepenuhnya. Karena itu kegiatan kesenian Melayu belum dapat sepenuhnya terbingkai dalam agama Islam, yang akan menuntun manusia dengan keselamatan dan martabat dari dunia menuju akhirat.

Cinta yang Kandas

Paling kurang ada tiga syair yang berkisah tentang cinta yang kandas, yaitu Syair Ikan Terubuk, Syair Burung Pungguk dan Syair Burung Nuri. Syair Ikan Terubuk merupakan syair sindiran terhadap lamaran putra raja Melaka yang ditolak oleh putri Kerajaan Siak. Pengarang syair tidak berani menyebut terus terang, sehingga dipakailah cara perlambangan dan kiasan. Pengarang tidak berterus terang, mungkin hal itu menyangkut keselamatan dirinya. Tetapi yang lebih penting, dengan memakai perlambangan Ikan Terubuk dan Ikan Puyu-puyu, maka putra raja Melaka dan putri Siak telah tersamarkan, sehingga dapat terjaga martabat mereka.

Syair Burung Pungguk, berkisah tentang Burung Pungguk dan Putri Bulan. Inilah cinta yang kandas oleh jurang pemisah antara orang kebanyakan yang hidup sederhana dengan kalangan bangsawan yang hidup mewah. Dalam syair ini telah disamarkan pemuda yang mencintai putri istana dan juga putri istana yang jatuh cinta kepada pemuda dari kalangan rakyat biasa. Pemuda pecinta itu disamarkan dengan Pungguk, sedangkan putri istana tersebut diganti dengan Putri Bulan. Percintaaan mereka malah justru menjadi membahana, karena ketika bulan purnama biasanya burung pungguk berbunyi mendayu-dayu. Yang amat mirip dengan kisah ini ialah novel Dibawah Lindungan Ka’bah karangan Hamka. Dalam novel itu tergambar seorang pemuda miskin telah terjalin dalam kasih-sayang dengan seorang gadis anak orang kaya.

Syair Burung Nuri (alih aksara Jumsari Jusuf, Departemen P dan K, Jakarta, 1978). Syair ini dikarang oleh Sultan Badaroedin dari Palembang. Syair ini tersimpan dalam koleksi Bagian Naskah Museum Pusat, bernomor MI. B; 21 x 16 cm, 21 halaman, 20 baris, berhuruf Arab, tulisannya jelas dan kertasnya masih baik. Syair ini telah menyamarkan percintaan anak manusia kalangan bangsawan. Nuri adalah isteri seorang pembesar kerajaan yakni Bayan Johari. Pada suatu hari seekor burung tampan lagi indah bernama Simbangan terbang melayang, melewati Kampung Bayan Johari. Dengan tidak terduga dia terpandang pada Nuri yang cantik. Mereka beradu pandang sejenak, tapi ternyata pandangan itu telah membuat hati mereka saling berdebar. Mereka jatuh cinta pada pandangan pertama:

Paksi Simbangan konon namanya
Cantik dan manis sekalian lakunya
Matanya intan cemerlang cahayanya
Paruhnya gemala tiada taranya

Terbangnya Simbangan berperi-peri
Lintas di Kampung Bayan Johari
Terlihatlah kepada putrinya Nuri
Mukanya cemerlang manis berseri

Simbangan mengerling ke atas geta
Samalah sama berjumpa mata
Berkobaran arwah leburlah cinta
Letih dan lesu rasa anggauta

Burung Simbangan tak dapat lagi melupakan peristiwa itu. Dia bagaikan mabuk cendawan, karena rindu kepada Nuri. Maka dia mengutus Burung Murai untuk menjumpai Nuri. Kedatangan Murai menyampaikan hasrat cinta Simbangan, malah membuat cinta Nuri makin membara:

Berangkatlah Nuri masuk peraduan
Melipurkan hati yang sangat rawan
Gundah gulana tiada berketahuan
Seperti orang mabuk cendawan

Letih dan lesu rasa anggauta
Gundahnya tidak lagi menderita
Hancur dan lebur di dalam cita
Rindukan Simbangan semata-mata

Terhentilah perkataan Nuri nan gundah
Sehari-hari dendam tak sudah
Mengenangkan Simbangan parasnya indah
Dilipurkan dengan syair dan madah

Nuri yang dimabuk cinta kepayang, telah membuat badannya lesu dan kurus. Bayan Johari menyangka isterinya sakit serta menanyakan bagaimanakah sebenarnya duduk perkara sehingga Nuri menderita seperti itu. Bayan menanyakan, apakah perlu dipanggilkan dukun. Tetapi Nuri tidak mau berterus terang tentang rindu dendam yang dipendamnya. Dia malah meminta Bayan agar menjauhinya:

Setelah malam hari nin nyata
Terpasanglah tanglung kandil pelita
Bayan nin datang segera berkata
Apakah sakit emas juita

Berkata benar emas tempawan
Jangan memberi hatiku rawan
Jikalau salah sekaliannya kawan
Biar kupukul siapa melawan

Bayan berkata menegangkan jari
Emasku jangan bermuram diri
Jika sakit badannya Nuri
Suruhlah panggil dukun ke mari

Nuri berpalis menyapu muka
Janganlah banyak madah seloka
Segeralah undur dengan seketika
Sekaliannya menambah sakit kepala

Keadaan Nuri yang menderita dendam asmara ini, semakin tak tertahankan. Hatinya tak mau mendengar pikirannya, tak mau sadar bahwa dia dalam sangkar orang. Nuri mengutus Burung Punai untuk menemui Simbangan dan meminta agar pujaan hatinya itu bersedia datang menemuinya. Simbangan memenuhi harapan Nuri :

Unggas melayang tiada antaranya
Sampailah bangsawan dengan sigeranya
Ke kampung Nuri lintas masuknya
Bayan dan Nuri hadir menantinya

Serta terpandang paksi bestari
Turunlah sigera Bayan dan Nuri
Tabik dan hormat keris diberi
Naiklah duduk unggas johari
Seketika duduk unggas bangsawan
Minuman dituang di dalam cawan
Disembahkan Bayan kepada tuan
Simbangan menyambut manis kelakuan

Nuri nin sangat malu rupanya
Kita nin tidak lagi ditegurnya
Simbangan tersenyum manis katanya
Nuri nin sakit apalah khabarnya

Setelah Simbangan bertamu kepada Bayan dan Nuri, maka dengan hati yang rawan dia mohon kepada Bayan dan Nurl pulang ke istananya:

Gundah bercampurlah dengan rawan
Rasanya semangat tiada berketahuan
Lalulah bermohon unggas di awan
Kepada Bayan Nuri bangsawan

Bayan dan Nuri hormat berdiri
Selamat pulang unggas bestari
Simbangan menyahut durja berseri
Selamat tinggal Bayan dan Nuri

Melayanglah unggas bimbang dan rawan
Bertambah manis rupa kelakuan
Diiringi paksi sekalian kawan
Seperti dewa batara di awan

Nuri memandang rawan dan pilu
Hatinya bagai dihiris sembilu
Rasanya bagai hendakkan milu
Disamarkan dengan mengeluh pening dan pilu

Beberapa saat terbang melayang dengan hati yang menanggung rindu Simbangan pun sampai di istananya:

Berhentilah perkataan Nuri merawan
Tersebutlah Simbangan kemala mengawan
Sampailah ke istana unggas bangsawan
Kalbunya gundah cinta kepiluan

Baik peraduan merebahkan diri
Cinta terikat kepadanya Nuri
Dendam bertambah tiada terperi
Selaku-laku tiada tersamari

Ke Siam pergi membeli kici
Orang bercamat dalam perahu
Dilihat diam dikatakan benci
Dendam gelomat siapakan tahu.

UU Hamidy
, budayawan Riau. Tinggal di Pekanbaru.


Sumber: Riau Pos, Minggu, 8 Mei 2011

2 comments:

cunie said...

Wassalam, baru sekali terbaco ingin duo kali. Belum terfaham maksud dan arti, belum tertangkap makno dan suri. Dan bandidos belading ingin hidup seribu tahun lagi buat meli.

cunie said...

Mohon ijin buat ikut menyimpan di http://tua-tradisionil.blogspot.com/ dengan kelengkapan narasumber. Terimakasih. Wassalam takzim.