-- Sunaryono Basuki Ks
DISELENGGARAKANNYA Pesta Budaya Kerajaan Nusantara tentu tak bisa dibandingkan dengan The Royal Wedding pernikahan Pangeran Williams dengan Kate Middleton 29 April lalu. Tentu saja tak sebanding, sebab Kerajaan Inggris demikian besar sampai-sampai mereka berani memakai semboyan Britain Rules the Waves. Walau di awal tahun 1980-an Perdana Menteri Inggris pernah diolok-oleh dalam sebuah sandiwara yang menampilkan Margareth Thatcher sang Perdana Menteri dengan aktris mirip beliau dan memplesetkan “rules the waves” (menguasai gelombang lautan) dengan “the waves”, rambut sang PM yang dikeriting.
The Royal Wedding pertama dilaksanakan bulan Juli 1975 antara Pangeran Charles dan Lady Diana (lahir Juli 1961) mengambil tempat di St Paul’s Church di London. Untuk peristiwa langka tersebut, dibuatlah film yang diputar berulang ulang di BBC Tv, sampai-sampai saya yang datang ke Inggris bulan September masih terimbas dengan kemegahan upacara tersebut. Selain cincin kawin yang pasti seunik dan semahal cicin pertunangan Williams dan Kate, juga diterbitkan koin berukuran raksasa, artinya jauh lebih besar dari koin biasa yang berharga 10 pence. Koin perkawinan itu kalau tidak salah berharga 50 pence, namun tidak untuk alat pembayaran yang sah. Namun harganya terus menanjak sejalan dengan jalannya waktu. Waktu saya akan meninggalkan Leeds bulan Juli tahun berikutnya, harganya sudah berlipat-lipat, kerena itu saya hanya mengoleksi koin yang saya beli bulan September atau Oktober. Dasar tak punya jiwa dagang, saya seharusnya bisa membeli 10 koin saat harganya masih murah.
Juga dijual piringan hitam berisi lagu-lagu yang mengiringi peristiwa pernikahan tersebut. Buku kenang-kenangan yang merekam peristiwa megah itu pun diterbitkan. Mudah-mudahan nasib Pangeran Williams dan Kate (lahir 9 Januari 1982) tidak sama dengan nasib Charles dan Diana. Lady Diana, pada masa awal pernikahannya sudah menuai kritik. Lady Diana dijuluki dengan Diana the Huntress, sebab di dalam mitologi ada kisah tetang Diana sang pemburu. Kalau tak salah kritik tersebut dimuat di dalam tabloid The Sun yang sampulnya berwarna merah (konon merah lambang Labour Party, kaum yang banyak membaca tabloid ini, padahal pemiliknya dari Partai Konservatif). Julukan ini diberikan gara-gara Lady Di suka berburu, sehingga langsung saja julukan itu menempel padanya.
Soal kemegahan sebenarnya sudah terjadi pada penobatan Ratu Elizabeth II. Pada tahun 1950an. Peristiwa itu difilmkan dan filmnya diputar di seluruh dunia. Saya masih ingat saat itu saya masih duduk di bangku SMP dan saya bertugas membeli karcis untuk kedua orang tua saya. Soal Elizabeth II sebab ada Elizabeth saja (tanpa embel-embel I sebab memang belum diketahui kelak ada Elizabeth lainnya. Kalau Anda pernah nonton film Shakespeare in Love, maka Anda akan melihat wajah sang ratu yang sedang nonton drama yang konon dimainkan oleh William Shakespeare. Ada cara cerdas yang dilakukan oleh sang ratu saat mendapat laporan bahwa pemeran Juliet di dalam drama itu adalah seorang perempuan. Dia minta pemeran tersebut (yang memang seorang perempuan) untuk memberi hormat padanya. Ternyata si pemeran memberi hormat secara laki laki. Maka dia segera menyambutnya dengan namanya “Master Kent”.
Pada masa Ratu Elizabeth ini banyak seniman berkarya. Yang utama pasti William Shakspeare yang lahir di Stratford Upon Avon tahun 1564 dan meninggal tahun 1616. Dia sastrawan besar yang menulis sonnet dengan mengunakan nomor saja, misalnya sonnet nomor satu. Untuk menandainya agar mudah biasanya sonnet tersebut diberi nama sesuai dengan baris pertama. Misalnya sonnet nomor sekian yang dinamai dengan Shall I Compare Thee to a Summer’s Day. Drama-dramanya juga tak terbilang jumlahnya. Mulai dari tragedi seperti Romeo and Juliet, sampai komedi dan yang bernuansa sejarah.
Di masanya juga dikenal dramawan Christopher Marlowe yang berasal dari Canterbury, Kent. Di kota ini berdiri Marlowe Theatre, seperti halnya di Startford ada Royal Shakespeare Theatre. Di kota kecil ini juga tersisa rumah tinggal Shakespere lengkap dengan sisa balok hitam, serta beberapa kilometer dari sana ada kediaman istri Shakespeare, Anne Hathaway, yang lebih tua dari Shakespeare. Rumah atau pondok Anne yang bratapkan ijuk sampai sekarang menjadi obyek pariwisata dengan pemandu yang bahasa Inggrisnya sangat jelas. Saya kira itu dialek British yang benar, namun petugas The British Council Leeds yang mengantar kami mengatakan bahwa itu dialek lokal. Entah kapan kita menyimpan peninggalan dari leluhur kita abad tersebut?
Pernikahan Pangeran William dan Kate Middleton akan diselenggarakan dengan benar-benar meriah dengan April Love-nya. Konon, penulis biografi sudah siap dengan bukunya, yang akan merupakan cindera mata tak ternilai harganya. Dan jumlah kamar hotel di seluruh London tak mampu menampung tamu dari seluruh dunia. Apalagi Pangeran Williams merupakan orang kedua setelah Pangeran Charles, sang ayah, yang bakal menduduki tahta Kerajaan Inggris. Tentu saja tidak semua akan berusia lanjut seperti Ratu Elizabeth II. Dan kita tak tahu, siapa nanti yang akan menjadi Raja Inggris. Setelah lebih dari setengah abad, Inggris akan dipimpin oleh seorang raja. Namun, tentu saja Perdana Menteri yang berkantor di Downing Street No 10, London itu, lebih berkuasa mengendalikan negeri itu, sementara raja yang bersemayam di Buckingham Palace lebih merupakan lambang aristrioktrasi yang tersisa.
Sunaryono Basuki Ks, sastrawan, tinggal di Singaraja, Bali.
Sumber: Riau Pos, 1 Mei 2011
No comments:
Post a Comment