TAK hanya memamerkan karya,kedua seniman ini juga menawarkan bagaimana proses karya tercipta.Inilah sebentuk upaya dari seniman dalam pameran The Studio: Moved Out,di Edwin’s Gallery,Jakarta.
Dua seniman,I Made Wiguna Valasara dan Made Widya Diputra (Lampung),mencoba menawarkan karyanya tak hanya dalam bentuk jadi,tapi setengah jadi.Karya yang setengah jadi ini justru membuat presentasi mereka dalam berkarya jadi mudah dipahami.Mereka memindahkan bengkel kreatif mereka ke dalam ruang pameran.Hingga tercipta The Studio: Moved Out. I Made Wiguna Valasara merupakan seniman asal Bali yang lebih banyak mengeksplorasi aneka jenis binatang dalam karya ciptanya.Babi,kuda,hingga ayam menjadi ciri khas dari seniman muda ini.
Meski narasi tak begitu penting dalam pemeran ini,Valasara tetap menuturkan sedikit cerita di balik ide dalam karya- karyanya.Identity Crisis #3 misalnya.Valasara membuat karya embossdalam kanvas yang tercetak. Valasara tak banyak bermain material cat untuk mewarnai babi dalam objek karyanya,tetapi justru sulur-sulur benang warna-warni ia tempel dalam embossobjek babi.“Dalam karya ini,saya tidak begitu banyak bernarasi.Kita justru lebih mementingkan estetika karya,”ungkap Valasara kepada wartawan di Edwin galeri.
Pameran yang digelar hingga 15 Mei 2011 ini memang tidak banyak menawarkan narasi yang terajut rapi dalam setiap karya.Proses dari penciptaan karya itu justru menjadi kekuatan utama dalam pameran ini.Karena itu,sebagian dari objek yang dipamerkan tidak benar-benar matang menjadi karya,tetapi setengah jadi. Jika membicarakan soal narasi dalam setiap objek yang diciptakan, Valasara yang banyak bermain dalam objek binatang melontarkan pertanyaan,apakah binatang-binatang ini menjadi bagian penting dalam sebuah adat di mana ia tinggal. Selama ini ia hanya merasakan bahwa babi merupakan simbol dari binatang yang lemah.Yang barangkali hanya akan berakhir di jamuan meja makan.
Dari sinilah,kemudian tercipta karya Berujung di Meja Makan-Seri Ekspresi Babi. Dalam karya ini,Valasara mengantung dua ekor babi warna merah muda.Kedua kakinya diikat.Tubuhnya terjuntai ke bawah,dengan badan yang mengempis,seolah-olah ia pasrah pada sebuah kematian yang apakah berakhir di meja makan atau mati perlahan-lahan.Pasrah. Sementara Valasara bermain-main dengan babi dan binatang lainnya,Lampung justru lebih banyak mengeksplorasi tubuh dalam setiap karyanya.Lampung membuat patung dengan material di luar kebiasaan seniman-seniman lainnya. Lampung menggunakan medium alternatif,yakni silikon dan plester untuk membentuk tubuh-tubuh mirip manusia. Ia juga menempelkan alat bantu penopang tubuh seperti kursi roda.
“Saya tidak menyebut bahwa itu tubuh manusia.Barangkali karena saya beri kursi roda,sehingga mirip tubuh manusia,” ujar Lampung. Seperti Valasara,Lampung juga tak banyak bertutur tentang narasi dari objek yang ia tampilkan.Lampung bahkan membuka bengkel kreasinya dengan tebaran plester di mana- mana. “Saya selalu membuat sketsa terlebih dahulu.Kemudian menciptakan material dan membalutnya dengan plester.Saya pikir,penggunaan medium alternatif ini menjadi daya tarik tersendiri,khususnya bagi saya,”ucapnya.
Sementara kurator pameran,Alia Swastika mengatakan, konsep openstudiomenjadi daya tarik dalam pemeran ini.Selama ini banyak penggemar seni yang tidak pernah tahu bagaimana karya itu bisa tercipta hingga kemudian mereka dinikmati. “Di sinilah para penggemar seni itu bisa tahu,bagaimana teknik embossdalam karya tercipta.Dan bagi saya ini sesuatu yang sangat menarik,”katanya. Alia sering mengikuti karya-karya yang disajikan Valasara maupun Lampung.Kedua seniman ini kerap disukai karena menggunakan material alternatif dalam membuat karya.
“Jadi membuat patung itu tak melulu menggunakan medium alumunium,perunggu,atau bahan lain.Memakai plester untuk menutup luka pun bisa,”ujarnya. (sofian dwi)
Sumber: Seputar Indonesia, Minggu, 15 Mei 2011
No comments:
Post a Comment