Sunday, December 29, 2013

[Tifa] Ingatkan Kebinekaan Indonesia lewat Puisi

INI jaman wolak-walik, walik-wolak jaman ini
Manusia cuma barang dagangan,
kemanusiaan cara bagus untuk iklan
Persaudaraan tetep dibela, asalkan sampean mau pakai cara saya
Lalu bagaimana dengan keadilan, kemanusiaan,
perdamaian, keseteraan yang sudah dibangun pemimpin negara ini?
Itu loh, orang-orang macam Sukarno, Hatta, Gus Dur, Wahid Hasyaim atau Sahrir
Halah orangnya sudah pada meninggal, tidak usah diungkit lagi

PUISI KRITIK: Inayah Wahid membacakan puisi dan mengkritik korupsi
yang makin merajalela dan makin maraknya golongan mayoritas yang
menindas kaum minoritas. Pembacaan puisi itu menjadi bagian acara haul
keempat Gus Dur di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
MI/Furqon Ulya Himawan (FU).

ITULAH sepenggal puisi karya Inayah Wahid, putri mendiang Presiden KH Abduurahman Wahid atau Gus Dur, presiden keempat Indonesia. Inayah membaca sendiri puisi karyanya itu dalam acara Ziarah Budaya di Monumen Serangan Umum 1 Maret, Yogyakarta, (16/12), sebuah acara haul keempat Gus Dur.

Bak seorang pujangga, di atas panggung berukuran kurang lebih 10x15 meter, Inayah penuh ekspresi melafalkan bait demi bait puisinya yang berjudul Jaman Wolak-Walik yang ditulisnya di sabak generasi kedua atau tablet.

Dengan memetik pelajaran yang pernah diajarkan Gus Dur tentang makna keberagaman di Indonesia, Inayah mulai membaca, dan seketika ratusan pengunjung yang memadati pelataran Monumen Serangan Umum 1 Maret, memberikan sambutan tepuk tangan sangat meriah.

"Saya akan membacakan puisi untuk mengingatkan kembali keragaman di Indonesia," katanya.

Lewat puisinya, Inayah mengkritik habis para wakil rakyat yang malah menggarong uang rakyat. Tak hanya ulah koruptor, tapi ulah sekelompok yang intoleran terhadap perbedaan dan selalu menganggap bahwa yang lainnya salah juga sasaran kritik Inayah.

Dalam acara Ziarah Budaya dengan tema Tapak tilas perjalanan Gus Dur dalam merawat kebinekaan itu juga hadir para pemuka agama dan budayawan, seperti Sobari, dan Koh Hwat, penyair geguritan Jawa.

KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, meskipun tak bisa hadir dalam Ziarah Budaya, mengirimkan rekaman video yang berisi tentang Gus Dur dan ajaran kebinekaan beliau.

"Gus Dur dicintai umat, karena mencintai umat. Sebagai orang Indonesia, ia mencintai orang Indonesia, karena semua manusia di dunia ini merupakan saudara, anak cucu Adam," ujar Gus Mus tentang makna kemanusiaan secara sederhana.

Cinta, itu kata kunci yang disampaikan Gus Mus. Mencintai manusia seutuhnya tanpa memandang perbedaan, menurutnya merupakan hal yang diteladankan Gus Dur.

Maka Gus Mus pun mengkritik orang yang mengaku Indonesia, tapi malah saling memerangi saudara sebangsa hanya karena berbeda dengan kelompoknya. "Cintailah keberagaman Indonesia, kalau tidak mau mencintainya, jangan di Indonesia," tukas Gus Mus.

Adapun Koh Hwat, penyair yang memiliki nama lengkap Oei Tjhian Hwat, membacakan puisinya berjudul Gus Dur.

Kebinekaan di Indonesia semakin terkikis karena banyak orang-orang yang tidak lagi menghargai rasa kemanusiaan dan keadilan. 'Panutan jalmo angil tenan digoleki sak Nuswantoro', demikian sebait puisi Koh Hwat dalam bahasa Jawa yang memiliki arti bahwa susah sekali menemukan padanan Gus Dur. Yakni orang yang menghargai perbedaan dan memanusiakan manusia.

Tidak berbeda dengan Koh Hwat, budayawan Sobari, memandang Gus Dur ialah sosok yang tidak ada bandingnya di Indonesia karena mampu merekatkan persatuan dan menghargai perbedaan.

"Saya tidak akan berpuisi, tapi saya hanya ingin mengatakan bahwa Gus Dur ialah sosok yang egaliter dan merupakan kesatria, karena mampu menata dengan kedamaian, tanpa kekerasan," kata Sobari. (M-4)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 29 Desember 2013

1 comment:

Dildaar Ahmad Dartono said...

Berita yang bagus. Sosok pluralis dan toleran yang selalu dikenang. Gus Dur.