Sunday, December 22, 2013

Culture Night Ditutup Kolaborasi Tiga Negara

-- Fedli Azis

Malam penutup Culture Night atau Malam Kebudayaan tajaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Riau ditutup dengan manis lewat kolaborasi musisi tiga negara, Indonesia (Riau), Malaysia dan Singapura. Helat seni bernuansa Islami yang perdana digelar itu dihajatkan akan berlangsung setiap tahunnya, sebagai peringatan tahun baru Islam.

SELAIN membawakan lagu-lagu Iwan Fals, kolaborasi musisi tiga negara itu juga menampilkan karya musik secara spontan namun asyik untuk disaksikan dan didengarkan. Tidak hanya itu, disela-sela penampilan musik, tampil pula sastrawan Riau Yoserizal Zen dengan sajak andalannya yang menghentak. Paling tidak, kolaborasi itu cukup memberi kesan akan keakraban dan keramahan seniman tiga negara serumpun.

Tampilan seni berlandaskan Islami digelar selama lima malam berturut-turut, 11-15 Desember di Laman Bujang Mat Syam, komplek Bandar Serai (purna MTQ). Sebanyak 30 grup seni menampilkan hasil kreativitas mereka di atas panggung mewah, bersimbah cahaya lampu dan tentu saja gemuruh tepuk tangan penonton yang hadir. Ini menjadi bukti bahwa seni dan budaya Melayu yang berlandaskan Islami layak dan mampu duduk sejajar dengan bentuk seni lainnya.

Kesenian yang di dalam proses kreativitasnya melalui berbagai tapisan pemikiran dan penghayatan serta pengalaman batin terkait langsung dengan fenomena kebudayaan yang dimiliki ras atau pun suku bangsa. Pada akhirnya menjadi pintu kebudayaan dan menjadi modal penting dalam memberi identitas sebuah negeri.

‘’Hal ini sesuai dengan visi Riau 2020 menjadikan Riau sebagai pusat kesenian dan kebudayaan di Asia Tenggara dan kesenian sebagai pintu kebudayaan itu menjadi modal penting dalam memicu pencapaian visi dan misi tersebut,’’ ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Riau Said Syarifuddin.

Ragam tampilan dari seluruh grup yang tampil berpijak pada nilai-nilai Islami, dikemas dalam suguhan bentuk seni yang bervariasi. Kreativitas sang kreator tampak jelas dari tiap-tiap garapan yang berangkat dari ide dan gagasan mereka. Kekuatan unsur-unsur tradisi dari tiap-tiap daerah dan negara berbancuh padu dengan nuansa Islami, baik itu tari, musik maupun unsur-unsur seni lainnya.

‘’Dengan mengusung nilai-nilai Islami, tentunya menjadi filter untuk menjaga masuknya kebudayaan dari luar yang lambat laun dapat merusak nilai-nilai budaya kita dan secara tidak langsung dengan mengedepankan nilai-nilai Islami itu juga menjadi perisai bagi budaya Melayu Riau sendiri,’’ jelasnya lagi.

Tampilan dari Dumai misalnya, berjudul Mastautin. Mereka membawakan sebuah lagu yang menceritakan tentang telah benderangnya zaman jahilliyah semenjak turunnya Rasulullah. ‘’Musik yang diaransmen dengan enam bentuk tempo itu terdiri dari tempo funk, langgam, inang, zapin dan shuffle dan disela-sela tempo dibumbui dengan warna-warna arabic dan sentuhan orkestra,’’ ujar Yopi. 

Demikian juga penampilan dari Sanggar Warisan Meranti, Kabupaten Kepulauan Meranti binaan Abdul Gani. Mereka menampilkan sebuah aransmen lagu yang berjudul Nafas Orang Pulau yang dikolaborasi dengan tradisi Islami, berzanji. Gani Menjelaskan bahwa kebudayaan Melayu memang tak bisa lepas dari nilai-nilai Islami. Banyak sekali di pulau tempatnya bermastautin seni-seni Islami yang menjadi nafas kehidupan masyarakat seperti misalnya berzanji, maulud, zapin, bardah dan lain-lain.
‘’Makanya dalam kesempatan ini, kami mementaskan sebuah aransmen musik yang dikolaborasikan dengan barzanji,’’ jelas Gani.
Sementara itu, Kepala Taman Budaya Pulsiamitra menyebutkan bila dilihat dari penampilan malam pertama dan malam terakhir dari seluruh peserta persisnya dalam rangka mengusung seni Islami. Semuanya menarik dan tampak tiap peserta betul-betul mempersiapkan karya mereka untuk pertunjukan ini. ‘’Dan pada akhirnya menjadi kekuatan sendiri bagi kita dalam seni pertunjukan yang bernuansa Islami. Saya kira bisa menjadi kekuatan seni pertunjukan kita ke depan,’’ jelasnya.

Karya-karya yang digarap baik dalam pola-pola tradisi maupun pola tradisi yang dikreasikan, menurut Pulsiamitra dapat dilihat bagaimana antusias penonton setiap malamnya. Bagaimana masyarakat mengapresiasi pertunjukan pola tradisi yang katakanlah menggunakan pola-pola yang menonton tapi tetap diapresiasi dengan baik.

‘’Artinya, inilah kekuatan itu. Kalau sekarang masih mengundang artis ibukota untuk meramaikan acara ke depannya dengan potensi seni tradisi yang dimiliki saja pastilah akan menjadi seni pertunjukan yang menarik,’’ jelasnya lagi.

Senada dengan itu, disampaikan Kepala Museum Sang Nila Utama (SNU) Riau Yoserizal Zen bahwa acara Culture Night atau Malam Kebudayaan membuktikan bahwa pusat Ibukota negara memanglah Jakarta tetapi pusat kebudayaan itu belum tentu Jakarta. Hal itu dicontokan Yoserizal misalnya jumlah penonton berimbang ramainya baik penampilan dari artis-artis ibukota yang turut diundang dengan penampilan grup atau tim seni yang berasal dari daerah-daerah. ‘’Ini membuktikan bahwa peononton kita sudah pintar, tidak mutlak artis dari ibukota ramai penontonnya tapi tampilan dari kabupaten dan provinsi lainnya dalam bentuk seni pertunjukan tradisi, pun tetap diapresiasi dengan baik. Hal ini juga terbukti, dari pertunjukan yang pernah dipersembahkan kawan-kawan seniman di Riau, baik itu teater, tari, musik yang tampil di Anjung Seni Idrus Tintin, penontonnya malah membludak,’’ katanya.

Hanya saja menurut Yoserizal, perlu evaluasi dari acara malam kebudayaan tersebut baik pihak pelaksana maupun dari peserta. Misalnya, ke depan alangkah lebih baik setiap acara ada temanya sehingga acara yang ditaja memiliki kesan yang lebih baik lagi kalau bisa acara malam kebudayaan ini mampu menarik wisatawan ke Riau. ‘’Untuk para peserta, barangkali lebih bisa mengemas karyanya agar lebih baik dalam arti kata mampu memanfaatkan kekuatan-kekuatan tradisi yang bernuansa Islami untuk dipadukan dengan kesenian masa kini dan semuanya terkemas dalam seni pertunjukan yang menarik dan berkualitas,’’ jelas Yoserizal.

Tampil juga dalam acara Culture Night tersebut, sanggar Tasek Seminai Kabupaten Siak. Mereka membawakan sebuah tarian yang berjudul Kumandang Kompang. Sebuah tarian yang memadukan antara gerak dan bunyi yang kemudian dirangkai menjadi sebuah tarian yang tetap berpijak pada langkah-langkah zapin yang bernuasa Islami. ‘’Seperti diketahui, Siak merupakan sebuah kabupaten yang memiliki latar belakang budaya tari, diantara salah satunya adalah zapin yang berasal dari Arab. Ada beberapa motif bunga zapin seperti geliat dan meniti batang yang dijadikan landasan gerak karya ini,’’ jelas M Sobri sebagai penata tarinya.

Penampilan dari negara tetangga, Malaysia yang turut memeriahkan acara tersebut. Dari kelompok musik yang menamakan grupnya Field Player Entertainment. Sebelum menunjukkan aksinya, Jart Hasan yang mengaku sudah beberapa kali pentas di Riau mengatakan pertunjukan musik mereka terkemas dalam sebuah judul besar Hijrah. Dikatakannya setiap jiwa yang berhijrah pada mulanya pasti beramal untuk fadhilat, berusaha membuat kabaikan untuk mendapat maghfirah Allah SWT, namun semakin lama beramal, akhirnya bukan lagi semata-mata mengharapkan fadhilat mahupun ganjaran tetapi semata-mata untuk keredhaan dariNYA demi cinta dariNYA dan cinta kepadaNYA. ‘’Hijrah dari Zulumat kepada barokah, Jazakallah Khair,’’ ucap Jart.

Begitu juga dengan pertunjukan dari Kabupaten Bengkalis yang sarat dengan nilai-nilai Islami dalam pertunjukannya. Sanggar yang bernama Terubuk Emas itu membawakan aransmen musik yang berpijak dari tradisi murni. Diantaranya kompang, gambus, marwas, gendang panjang, nafiri, biola dan accordion. Di dalam garapan tersebut diselingi dengan pantun, syair, gurindam, barzanji, asyrokal serta salawat. Pimpinan rombongan, Jaafar menyebutkan ini semua merupakan seni budaya dan alat tardisi Melayu yang telaten dimainkan oleh kelembutan jari jemari tangan budak-budak Melayu sejak zaman dahulu yang merupakan peninggalan budaya para pedagang Arab yang membawa kepada peradaban tinggi terutama di sepanjang pesisir pantai.

‘’Kondisi dunia yang berkembang saat ini, tak heran kalau seni tradisi yang sebenarnya menancapkan nilai-nilai Islami hampir lenyap dari peredaran tanah Melayu. Berterima kasih kita kepada pendahulu dan panitia penyelenggara helat ini karena sesungguhnya tradisi Melayu yang bernafaskan Islam masih berkembang dan dapat diwariskan kepada generasi penerus anak-anak di aman zamannya berada tidak tertelan oleh zaman,’’ ucap Jaafar semangat.

Ada banyak tampilan lagi dari masing-masing kabupaten/kota, provinsi lainnya yang turut menggairahkan malam kebudayaan tajaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau tersebut. diantaranya, sanggar dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, Kepri, DKI Jakarta dan sanggar asal Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kampar, Rokan Hilir, Pelalawan, serta sanggar-sanggar seni yang ada di Pekanbaru lainnya. Ke semua tampilan yang mengusung nilai-nilai tradisi Melayu dan Islami dinilai salah seorang seniman musik Riau, Dandun Wibawa memiliki kekuatan tersendiri bagi perkembangan seni budaya di Riau. ‘’Karya musik yang mereka persembahkan menurut saya berkembang sangat pesat apalagi kebanyakan oleh tangan-tangan kreator anak muda, luar biasa menurut saya,’’ ujarnya.(*6) n

Sumber: Riau Pos, Minggu, 22 Desember 2013

No comments: