Sunday, December 01, 2013

Di Balik Sukses Karya Terjemahan

-- Untung Wahyudi

BAGI pecinta buku-buku luar, tentu tahu buku apa saja yang selama ini sukses di Tanah Air. Buku yang banyak menyedot perhatian pembaca biasanya selalu dinanti kehadirannya. Sebut saja novel Harry Potter karya JK. Rowling yang menjadikan pengarangnya sebagai penulis terkaya di Inggris.

Lalu, tahukah kita bahwa di balik suksesnya buku-buku terjemahan seperti Harry Potter dan beberapa buku lain tidak lepas dari kerja keras para penerjemah yang berhasil mengalihbahasakan dan menginterpretasikan novel aslinya menjadi novel terjemahan yang enak dibaca, bahkan mendulang sukses di Tanah Air? Seorang penerjemah berjuang ‘’mati-matian’’ untuk menerjemahkan sebuah buku sehingga laik baca dan sesuai dengan kebutuhan pembaca di Tanah Air.

Kegiatan penerjemahan memang tidak asing lagi di masyarakat. Tidak hanya dalam bentuk karya seperti buku, aktivitas penerjemahan dalam lingkup pemerintahan pun sangat urgen. Sebuah pidato yang disampaikan seorang presiden memerlukan penerjemah untuk menjelaskan kepada tamu negara dari luar negeri yang tidak memahami bahasa Indonesia.

Di sinilah peran penerjemah dibutuhkan di Indonesia. Penerjemahan buku bisa dijadikan ladang profesi yang juga diharapkan mendulang penghasilan yang lumayan, bahkan setara dengan para penulis buku asli (non-terjemahan). Hal ini mengingat bahwa, kebutuhan akan buku-buku luar yang berkualitas masih terus dibutuhkan untuk menunjang bahan bacaan.

Beberapa penerbit terkemuka di Tanah Air bahkan masih konsisten menerjemahkan buku-buku penulis luar yang karyanya dinanti-nantikan pembaca Indonesia. Sebagai contoh penerbit Mizan Pustaka. Penerbit yang bermarkas di Bandung itu dengan konsisten menerbitkan buku-buku karya Dan Brown seperti The Da Vinci Code atau The Lost Symbol. Novel terbaru penulis fenomenal yang mengisahkan fenomena neraka menurut Dante Alighieri, Inferno, pun rilis awal September kemarin. Pun karya terbaru JK. Rowling, The Casual Vacancy yang juga sukses di pasaran. 

Menurut Bambang Trim, salah seorang praktisi perbukuan Indonesia, penerjemahan buku bisa menjadi bisnis atau profesi yang bisa digeluti mengingat semakin banyaknya minat masyarakat Indonesia terhadap buku-buku luar negeri. Meski masih dianggap sambilan, profesi penerjemah sangat dibutuhkan, semisal dalam hal pendidikan dan ekonomi. Dalam hal pendidikan, untuk memperoleh informasi mengenai satu bidang tertentu, tentu tidak bisa hanya menggunakan buku dalam negeri sebagai acuan.

Khalifurrahman Fath, salah seorang penerjemah buku-buku Sastra Timur yang buku-buku terjemahannya banyak diterbitkan penerbit Navila, Yogyakarya, menuturkan bahwa, saat ini profesi penerjemah bisa dibilang cukup ‘’mapan’’ jika melihat tarif penerjemahan yang diterapkan beberapa penerbit. Saat ini ada penerbit yang mematok harga terjemahan sebesar 15.000-19.000 per halaman.

Hal itu jauh bila dibandingkan ketika Khalifurrahman kali pertama terjun ke dunia penerjemahan buku. Menurutnya, pada 1997 tarif penerjemahan masih berkisar antara 3000-4000 per halaman. Namun, pada 2003-2004 mulai naik antara 7000-9000 per halaman. Bahkan, penerjemah jebolan pondok pesantren Nurul Huda, Sumenep itu pernah diberi tarif per karakter. Waktu berdomisili di Jakarta, hasil terjemahannya dihargai Rp.10/karakter oleh sebuah penerbit.

Menerjemahkan buku memang bisa dibilang pekerjaan yang gampang-gampang susah. Karena, penerjemah juga dituntut untuk sekreatif mungkin dalam menerjemahkan sebuah karya. Kemampuan yang dituntut dalam penerjemahan bukan hanya memahami bahasa asing, tapi juga kemampuan untuk menginterpretasikan pesan dan membawanya pada bahasa yang pas di hati masyarakat.

Hal itu diamini oleh Alif, pendiri ‘’Azzam Translator’’ yang bergerak di bidang jasa penerjemahan. Menurutnya, menerjemahkan itu tidak mudah, tapi bukan berarti menjadi sesuatu yang sulit. Seminar dan workshop mengenai dunia menerjemah, selama ini membuatnya belajar banyak hal.

Menurutnya, penerjemah bukan profesi minoritas. Banyak sekali penerjemah dengan latar belakang bahasa apa pun, yang sampai saat ini setia menggeluti profesi ini. Profesi penerjemah pun tidak repot. Ia bisa di mana saja mengerjakan tugasnya. Di rumah, tempat kost, tempat rekreasi asalkan nyaman juga bisa. Karena, seorang penerjemah tidak selalu terikat pada jam kantor (Sabili, 2012).

Lebih lanjut Bambang Trim menjelaskan bahwa, peran penerjemah sangat memengaruhi perkembangan arus informasi dalam hal ekonomi dan hiburan. Hal ini dibuktikan dengan beberapa novel luar negeri yang mendulang sukses di Indonesia. Ketika novel tersebut sudah dibuat versi bahasa Indonesia, banyak penggila novel langsung memburunya. Sebut saja novel Harry Potter, The Da Vinci Code, Twilight, dan beberapa novel lain yang sukses di pasaran.

Mengingat begitu ketatnya persaingan dan banyaknya jasa yang bergerak di bidang penerjemahan, maka, salah satu kunci yang diperlukan untuk menjadi seorang penerjemah yang baik dan profesional adalah menjaga kepercayaan klien (penerbit). Tanpa adanya kepercayaan dari klien, mustahil sebuah biro penerjemah atau orang yang berprofesi sebagai penerjemah freelance bisa berkembang di tengah persaingan yang semakin ketat ini. n

Untung Wahyudi, alumnus IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Lahir di Sumenep, Madura. n

Sumber: Riau Pos, Minggu, 1 Desember 2013

No comments: