Oleh
Oyos Saroso H.N.
 |
Asaroeddin Malik Zulqornain Ch. |
SILATURAHMI dan Panggung Sastrawan Lampung yang
dihelat Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung (DKL), Selasa malam
(24/12/2013) pada dasarnya merupakan sebuah pertemuan empat generasi
sastrawan di Lampung. Yaitu generasi 80-an, Generasi 90-an, generasi
2000-an, dan generasi 2010-an.
Generasi 80-an diwakili
Asaroeddin Malik Zulqornain Ch., Isbedy Stiawan ZS, dan Syaiful Irba
Tanpaka. Generasi 90-an yang tampil antara lain Iswadi Pratama, Ahmad
Yulden Erwin, Ari Pahala Hutabarat, dan Udo Z. Karzi. Generasi 2000-an
diwakili Inggit Putria Marga, Iskandar GB, dan Fitri Yani.
 |
Iswadi Pratama |
Kalau kita tinjau jejak sastrawan Lampung, Isbedy dan
kawan-kawan bukanlah generasi pertama sastrawan Lampung. Sebab,
sebelumnya sudah ada sastrawan Lampung yang namanya kemudian menasional,
yaitu Motinggo Busye. Sastrawan bernama asli Bustami Djalid itu lahir
di Kupangkota, Bandarlampung, 21 November 1937 dan meninggal di Jakarta,
18 Juni 1999 pada umur 61 tahun.
Motinggo dikenal
sebagai sastrawan terkemuka, sutradara teater, dan penulis lakon.
Sebelum menulis lakon Malam Jahanam pada 1958, kemungkinan besar
Motinggo Busye sudah berkarya sejak tinggal di Lampung. Artinya, ia
tidak bisa dilepaskan dari jejak sejarah sastra modern di Lampung.
 |
Inggit Putria Marga |
Selain Isbedy Stiawan ZS, Syaiful Irba Tanpaka, dan
Asaroeddin Malik Zulqornain, pada barisan generasi 80-an sastrawan
Lampung sebenarnya ada nama-nama lain. Di antaranya Iwan Nurdaya Djafar,
Dadang Ruhiyat, Sugandhi Putra, Djuhardi Basri, Sutarman Sutar,
Christian Heru, dan Hasanuddin Z Arifin.
 |
Yulizar Fadli |
Sementara generasi kedua ada juga nama Juperta Panji
Utama, Rifian Chepy, Ivan Bonang, dll. Sebagian di antara nama-nama itu
tidak aktif lagi mempublikasikan karya-karyanya. Sementara beberapa
sastrawan yang masih aktif, karena alasan tertentu tidak bisa hadir pada
malam silaturahmi sastrawan.
Generasi 2000-an, selain
Inggit Putria Marga, ada nama lain yang menonjol yaitu Jimmy Maruli
Alfian, Dina Oktaviani, Yogi Agit Subandi, Lupita Lukman, dan Dyah
Merta.
Sementara generasi 2010 saya baru melihat untuk
pertama kalinya Yulizar Fadli. Malam itu, Yulizar membacakan cerpen
yang lumayan bagus: “Sapi”. n
Sumber:
Lampungreview.com, Rabu, 25 Desember 2013
No comments:
Post a Comment