-- Ratu Selvi Agnesia
Hasmi tidak hanya dikenal sebagai komikus lewat tokoh ciptaannya "Gundala". Dia juga setia melakoni dunia teater.
KOMIKUS yang sakit-sakitan tengah berseteru dengan tokoh-tokoh pahlawan yang berkelaliaran di imajinasinya. Di panggung itu tokoh-tokoh pahlawan yang dipimpin oleh Gundala Putera Petir merencanakan untuk mengatasi penjahat yang mengancam kedamaian. Sesekali Komikus itu berbincang langsung dengan para pahlawan untuk memberikan saran, meski sebenarnya hasil perbincangan itu merupakan representasi yang ada di kepala Komikus tua.
Itulah peran Hasmi (66) dalam lakon teater "Gundala Gawat" persembahan Teater Gandrik yang dikenal dengan sampakan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (26/4). Adegan yang diperankan Harya Suraminata dalam "Gundala Gawat" tidak lama, namun menjadi penting karena seolah mewakili kenyataan Hasmi dalam keseharian berkaya menggambar komik dan juga sebagai pelaku teater.
"Saya seperti mengenal Gundala tempo dulu," tutur Hasmi seusai pementasan Gundala Gawat yang naskahnya ditulis oleh Goenawan Muhammad sebagai bentuk parodi satir.
Hampir setengah hidupnya dihabiskan Hasmi untuk dunia kesenian. Sebagai Komikus kondang, laki-laki kelahiran Yogyakarta, 25 Desember 1955 ini telah terbiasa menggambar sejak di bangku SMP BOPKRI 1. Setelah lulus SMA, Hasmi yang pernah bercita-cita jadi insinyur sempat kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) namun seri Gundala banyak menyita waktunya sehingga Hasmi menyelesaikan kulihnya di Akademi Bahasa Asing jurusan Bahasa Inggris. Hasmi telah menerbitkan 23 judul seri Gundala antara tahun 1969-1982. Rentang waktu yang cukup lama membuktikan Hasmi produktif dalam bidang komik.
Diceritakan bahwa Gundala memperoleh kekuatan petir karena diberi kekuatan oleh raja kerajaan petir yang bernama Kaisar Kronz. Alur cerita Gundala ini pun menggunakan latar belakang Indonesia, tepatnya Yogyakarta. Sedangkan filmnya yang diluncurkan pada tahun 1982 menggunakan latar kota Jakarta.
Sebelumnya, Hasmi menciptakan tokoh Maza yang muncul pada 1968. Petualangan Gundala Putera Petir harus berakhir pada 1982 dengan judul buku seri terakhir "Surat dari Akhirat" yang pernah kembali muncul sebagai komik strip di Jawa Pos pada 1988, meski ternyata tidak bertahan lama. Hasmi juga pernah menciptakan tokoh: Kalong, Pangeran Mlaar, Sembrani dan Jin Kartubi. Setelah itu Hasmi banting setir menjadi penulis skenario sinetron dan film.
Sedangkan di dunia teater, pertama kali Hasmi bergabung dengan Teater STEMKA pada tahun 1970-an. Sebelumnya Hasmi juga kerapkali menjadi pelawak selain aktor. Dia juga sering menjadi sutradara. Jika peran serius digarap oleh teaterawan Landung Simatupang, untuk peran kocak selalu didaulat oleh Hasmi seperti karya "Moilere" Teater Stemka, selain pentas antarpanggung juga sering diundang di televisi lokal Yogyakarta.
"Komik dan teater itu dunia saya, saya bergabung dengan teater sudah lama sekali, Jogja selalu berlandaskan ketoprak dan Gundala Gawat selalu relevan sebagai suatu pengayaan, bahwa superhero harus disesuaikan dengan kenyataan, yang menyejahterakan rakyat," kata Hasmi.
Lantas, bagaimana dengan superhero asli Indonesia? Hasmi menjawab dengan santai, "Superhero Indonesia kebanyakannya curhat mulu," kata Hasmi diiringi senyum.
rselvia@jurnas.com
Sumber: Jurnal Nasional, Minggu, 26 Mei 2013
Hasmi tidak hanya dikenal sebagai komikus lewat tokoh ciptaannya "Gundala". Dia juga setia melakoni dunia teater.
KOMIKUS yang sakit-sakitan tengah berseteru dengan tokoh-tokoh pahlawan yang berkelaliaran di imajinasinya. Di panggung itu tokoh-tokoh pahlawan yang dipimpin oleh Gundala Putera Petir merencanakan untuk mengatasi penjahat yang mengancam kedamaian. Sesekali Komikus itu berbincang langsung dengan para pahlawan untuk memberikan saran, meski sebenarnya hasil perbincangan itu merupakan representasi yang ada di kepala Komikus tua.
Itulah peran Hasmi (66) dalam lakon teater "Gundala Gawat" persembahan Teater Gandrik yang dikenal dengan sampakan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (26/4). Adegan yang diperankan Harya Suraminata dalam "Gundala Gawat" tidak lama, namun menjadi penting karena seolah mewakili kenyataan Hasmi dalam keseharian berkaya menggambar komik dan juga sebagai pelaku teater.
"Saya seperti mengenal Gundala tempo dulu," tutur Hasmi seusai pementasan Gundala Gawat yang naskahnya ditulis oleh Goenawan Muhammad sebagai bentuk parodi satir.
Hampir setengah hidupnya dihabiskan Hasmi untuk dunia kesenian. Sebagai Komikus kondang, laki-laki kelahiran Yogyakarta, 25 Desember 1955 ini telah terbiasa menggambar sejak di bangku SMP BOPKRI 1. Setelah lulus SMA, Hasmi yang pernah bercita-cita jadi insinyur sempat kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) namun seri Gundala banyak menyita waktunya sehingga Hasmi menyelesaikan kulihnya di Akademi Bahasa Asing jurusan Bahasa Inggris. Hasmi telah menerbitkan 23 judul seri Gundala antara tahun 1969-1982. Rentang waktu yang cukup lama membuktikan Hasmi produktif dalam bidang komik.
Diceritakan bahwa Gundala memperoleh kekuatan petir karena diberi kekuatan oleh raja kerajaan petir yang bernama Kaisar Kronz. Alur cerita Gundala ini pun menggunakan latar belakang Indonesia, tepatnya Yogyakarta. Sedangkan filmnya yang diluncurkan pada tahun 1982 menggunakan latar kota Jakarta.
Sebelumnya, Hasmi menciptakan tokoh Maza yang muncul pada 1968. Petualangan Gundala Putera Petir harus berakhir pada 1982 dengan judul buku seri terakhir "Surat dari Akhirat" yang pernah kembali muncul sebagai komik strip di Jawa Pos pada 1988, meski ternyata tidak bertahan lama. Hasmi juga pernah menciptakan tokoh: Kalong, Pangeran Mlaar, Sembrani dan Jin Kartubi. Setelah itu Hasmi banting setir menjadi penulis skenario sinetron dan film.
Sedangkan di dunia teater, pertama kali Hasmi bergabung dengan Teater STEMKA pada tahun 1970-an. Sebelumnya Hasmi juga kerapkali menjadi pelawak selain aktor. Dia juga sering menjadi sutradara. Jika peran serius digarap oleh teaterawan Landung Simatupang, untuk peran kocak selalu didaulat oleh Hasmi seperti karya "Moilere" Teater Stemka, selain pentas antarpanggung juga sering diundang di televisi lokal Yogyakarta.
"Komik dan teater itu dunia saya, saya bergabung dengan teater sudah lama sekali, Jogja selalu berlandaskan ketoprak dan Gundala Gawat selalu relevan sebagai suatu pengayaan, bahwa superhero harus disesuaikan dengan kenyataan, yang menyejahterakan rakyat," kata Hasmi.
Lantas, bagaimana dengan superhero asli Indonesia? Hasmi menjawab dengan santai, "Superhero Indonesia kebanyakannya curhat mulu," kata Hasmi diiringi senyum.
rselvia@jurnas.com
Sumber: Jurnal Nasional, Minggu, 26 Mei 2013
No comments:
Post a Comment