Sunday, May 05, 2013

[Jejak] SM Ardan, Sastrawan Betawi Berdarah Sumatera

SM Ardan
SYAHMARDAN, lahir di Medan (Sumatera Utara) pada 2 Februari 1932 dan meninggal di Jakarta, 26 November 2006) lebih dikenal sebagai sastrawan dan tokoh Betawi. Dia dikenal sebagai penyair, cerpenis,   novelis, esais, dan penulis drama. Kebangkitan lenong, topeng Betawi, dan lain-lain tidak lepas dari tangannya.

Meski tidak memiliki darah Betawi dalam tubuhnya, namun sejarah mencatat bahwa Ardan-lah yang pertama kali menggunakan dialek Betawi dalam karya sastra Indonesia. Barulah disusul Firman Muntaco, yang banyak banyak menulis sketsa-sketsa Betawi. Karangan-karangan Ardan dimuat di Kisah, yakni majalah sastra bergengsi yang khusus memuat cerita pendek pada 1950-an. Pada 1955, beberapa cerita pendek Ardan yang pernah dimuat di majalah Kisah diterbitkan oleh Gunung Agung dengan judul Terang Bulan Terang di Kali.

Ketika PKJ-TIM baru didirikan, dia orang yang ikut menggiatkan lenong. Ardan juga banyak menulis naskah lenong untuk penayangan di TVRI. Agaknya, melihat perkembangan lenong yang kian memasyarakat tak bisa juga dilepaskan dari jasa ayah tiga orang anak ini. Selain menulis cerita pendek, Ardan juga menulis sajak dan drama.

Kumpulan sajaknya diterbitkan bersama Ajip Rosidi dan Sobron Aidit, berjudul Ketemu di Jalan pada 1956. Naskah dramanya, ‘’Nyai Dasima’’ diterbitkan dalam bentuk novel di 1965. Ardan kemudian lebih banyak menggeluti dunia film. Alasannya ‘untuk hidup’. Ini memang di maklumi. Karena di Indonesia, agaknya tak seorang pun bisa hidup dengan layak hanya dari mengandalkan tulisan-tulisan sastra.

Pergaulannya dengan seniman-seniman Senen, banyak memberi dorongan untuk menggeluti bidang layar perak itu. Tetapi, ia hanya terbatas menggeluti bidang penulisan saja, yakni kritik dan skenario. ‘’Dari dulu, saya memang tidak tertarik dengan penyutradaraan, karena saya memang tidak mempunyai potongan untuk menjadi sutradara,’’ katanya suatu waktu.

Sebagai jurnalis, dia pernah menjadi redaktur ruang kebudayaan Genta di majalah Merdeka, redaktur Trio (1958), wartawan olahraga Suluh Indonesia, redaktur Abad Muslimin (1966), dan redaktur Citra Film (1981-1982). Lebih dari 22 tahun, dia mengabdi pada Sinematek Indonesia di Pusat Perfilman H Usmar Ismail. Dia juga pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (1982-1990).

Bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-75, Februari silam yang berlangsung di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Ardan sebenarnya akan meluncurkan buku kumpulan cerpennya yang disusun JJ Rizal, peneliti sastra dan sejarah di Komunitas Bambu. Buku bertajuk Cerita dari Sekeliling Jakarta itu berisi 22 cerpen karya Ardan. Untuk kumpulan cerpennya itu, Ardan tinggal menulis kata pengantarnya saja tentang perasaannya setelah meninggalkan sastra 20-30 tahun lalu. Belakangan ini, Kurator Sinematek Indonesia sejak 1975 itu resah dengan adanya citra-citra buruk pada orang Betawi.

Sayang pada 19 November 2006, kecelakaan lalu lintas sudah menimpanya sampai akhirnya mengalami pendarahan di kepala, sementara kaki kanannya patah. Dia harus dirawat di ruang ICU RS Jakarta selama satu pekan, hingga akhirnya meninggal pada hari Ahad 26 November 2006 pukul 10.18 WIB akibat penyakit yang dideritanya. Besoknya, ia dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat dan meninggalkan seorang istri, Masfufah serta tiga orang anak.(fed/berbagai sumber)

Sumber: Riau Pos, Minggu, 5 Mei 2013

No comments: