[JAKARTA] Pembacaan puisi dalam konsep gaya baru. Itulah cita-cita penyair Asrizal Nur yang telah terpendam selama 10 tahun dalam benaknya. Baru semalam, Rabu (9/12), obsesinya itu tercapai lewat gelaran acara bertajuk Konser Multimedia Puisi Asrizal Nur.
Penyair Asrizal Nur (atas) tampil dalam "Konser Multimedia Puisi Asrizal Nur" di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu (9/12). (Joanito De Saojoao)
Bertempat di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Asrizal mencoba mengejawantahkan konsep yang tertanam di benaknya selama ini. Jadilah sebuah pembacaan puisi yang tidak biasa. Sebuah pembacaan puisi yang tampil bak sebuah pentas teater, berpadu dengan gerak tari, nyanyian, dan layar raksasa seperti konser artis idola remaja.
Konser dibuka dengan pembacaan puisi dari beberapa tokoh masyarakat dan perwakilan dari mancanegara. Di antaranya adalah Gubernur Riau Rusli Zainal dan Wali Kota Depok Nurmahmudi Ismail. Mereka membacakan puisi karya Asrizal dalam gaya masing-masing. Sementara para perwakilan dari mancanegara membacakan puisi Asrizal dalam bahasa mereka masing-masing.
Setelah jeda beberapa saat, Asrizal kemudian naik ke atas pentas yang di-setting dengan background penuh batu, menggambarkan zaman purba seperti yang ia janjikan dalam jumpa pers. Rumah Kita menjadi puisi pembuka yang ia bacakan. Di latar belakang panggung, tampil video yang memberikan ilustrasi gambar bola dunia, disertai efek suara bunyi-bunyi yang mencekam.
Aksi Gerak
Dalam puisi-puisi selanjutnya, ia selalu tampil ditemani beberapa orang yang menari, atau membawakan aksi gerak yang menceritakan isi puisi yang dibawakan. Seperti dalam Majelis Dzikir Dedaunan, misalnya. Puisi yang berkisah tentang penebangan hutan ilegal alias illegal logging itu dibawakan dengan latar belakang layar yang menampilkan video dokumentasi soal illegal logging. Tujuh orang penari naik ke atas pentas, dalam kostum pohon menari bak pohon-pohon yang meratap kala harus ditebang.
Sementara itu, dalam puisi Percakapan Pohon dan Penebang, Asrizal seolah- olah bercakap-cakap dengan dirinya sendiri yang ditampilkan di layar raksasa sebagai latar belakang panggung. Di layar tersebut, tampil Asrizal membacakan puisi dalam kostum pohon. Sementara di atas panggung, Asrizal berbusana putih- putih, keheranan, dan mencoba berdialog dengan dirinya sendiri di layar.
Terwujud sudah keinginan penyair asal Riau itu untuk menampilkan pembacaan puisi yang didukung oleh beberapa media seni seperti teater, tari, musik, video, efek suara, dan lain-lain. Apalagi, unsur-unsur tersebut tidak terlihat sebagai elemen pendukung yang seadanya. [D-10]
Sumber: Suara Pembaruan, Kamis, 10 Desember 2009
No comments:
Post a Comment