Sunday, December 13, 2009

Buku Baru

Khazanah Arsitektur Indonesia

• Judul: Masa Lalu dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia • Penyunting: Peter JM Nas dan Martien de Vletter • Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama • Cetakan: I, 2009 • Tebal: 326 halaman • ISBN: 978-979-22-4382-6

Potret keragaman arsitektur Indonesia kontemporer dengan bingkai aspek sejarah disajikan dalam kumpulan esai ini. Kumpulan esai ini merupakan hasil lokakarya yang diselenggarakan di Leiden dan Rotterdam, Belanda, pada Desember 2005.

Ulasan menyeluruh terhadap sejarah arsitektur Indonesia dituliskan Johannes Widodo dalam esai ”Arsitektur Indonesia Modern”. Ia membagi perkembangan sejarah arsitektur Indonesia dalam lima fase, yaitu masa pramodern (10000 SM-1600 M), protomodern (1500-1600), modern awal (1600-1800), modern (1800-1940), dan modern kiwari (1940-sekarang).

Buku yang dilengkapi dengan gambar dan foto-foto bangunan tempo dulu ini juga menyajikan tulisan Kees van Dijk yang membahas perkembangan sejarah masjid ditinjau dari lokasi, ukuran, tata letak, gaya bangunan, skema warna, atap, serambi, kubah, serta menara.

Selain bangunan tradisional yang ditinggalkan dan dibiarkan rusak, seperti panjang serta rumah tradisional Betawi, masih ada rumah atau bangunan yang selamat karena berbagai alasan tertentu, misalnya bangunan yang bernilai sejarah. Ada juga rumah yang sengaja dibangun dengan model rumah tradisional tertentu.

Di sejumlah kota di Indonesia, bangunan dengan tradisi arsitektur vernakular atau model bangunan tertentu dilestarikan sebagai monumen. Namun, pembangunan rumah tradisional semacam itu seolah kehilangan roh. Hal itu ditandai oleh hilangnya makna simbolis, tradisi arsitektur vernakular, model bangunan, dan punahnya peran penting rumah dalam kehidupan sosial budaya. (TGH/Litbang Kompas)


Penjarahan Uang Rakyat

• Judul: Korupsi di Daerah: Kesaksian, Pengalaman, dan Pengakuan • Penulis: Hadi Supeno • Penerbit: Kreasi Total Media • Cetakan: I, September 2009 • Tebal: xxiv + 247 halaman • ISBN: 979-1519-23-4

Otonomi daerah merupakan bentuk desentralisasi politik maupun ekonomi. Kebijakan tersebut bertujuan mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, pelaksanaan otonomi daerah malah membuka peluang terjadinya penyimpangan, penyelewengan, hingga penjarahan terang-terangan oleh para penguasa daerah.

Penyebab korupsi yang paling rawan adalah faktor politik dan kekuasaan, di mana pemegang kekuasaan (eksekutif maupun legislatif) menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan untuk keuntungan pribadi, kelompok, dan golongan. Modus yang dilakukan pun sangat beragam, mulai dari perjalanan dinas fiktif hingga penggelembungan dana APBD.

Lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan lembaga-lembaga seperti BPK, BPKP, ataupun Bawasda terhadap penggunaan keuangan negara oleh pejabat-pejabat publik merupakan salah satu faktor penting yang turut menumbuhsuburkan budaya korupsi di daerah-daerah. Fungsi kontrol yang semestinya dijalankan lembaga legislatif pun pada kenyataannya sering kali tidak efektif karena sering lembaga-lembaga itu juga terlibat dalam penyimpangan dan penyalahgunaan keuangan negara yang dilakukan oleh eksekutif.

Publikasi ini merupakan hasil pengamatan penulis selama menjadi pejabat publik, antara lain Wakil Bupati Banjarnegara. Pola-pola korupsi dan modusnya di daerah diuraikan secara rinci, baik yang melibatkan pemerintah, swasta, maupun pihak lain, dari yang konvensional sampai yang penuh trik. (DRA/Litbang Kompas)

Sumber: Kompas, Minggu, 13 Desember 2009

No comments: