YOGYAKARTA (Lampost): Penulis buku Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century, George Junus Aditjondro, mengajak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berdebat secara terbuka terkait dengan isi bukunya.
"Saya versus SBY, dan saya akan minta di mana persisnya bagian-bagian dari buku saya yang dianggap fitnah. Saya akan jelaskan satu per satu," kata George di kantor Galang Press Yogyakarta, Senin (28-12).
Menurut dia, debat itu merupakan langkah tepat daripada saling menyerang. Dia juga mengatakan kini bola panas ada di Istana karena itu dipersilakan SBY melakukan sanggahan terhadap buku tersebut secara ilmiah dengan menulis buku putih atau melakukan debat terbuka.
George menjelaskan dalam menghasilkan buku tersebut dia telah menggunakan metode penilitian yang benar. Yakni studi kepustakaan, terutama yang berhubungan dengan korupsi kepresidenan, studi dari internet, dan wawancara.
Pada kesempatan itu, Aditjondro juga meluruskan beberapa pemberitaan di media. Menurut dia, dirinya tidak pernah menyebut SBY dan keluarganya sebagai penerima dana Bank Century.
Secara terpisah, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Muladi, kemarin, menyarankan Presiden Yudhoyono menggelar klarifikasi untuk menjawab semua tuduhan menyusul terbitnya George Aditjondro.
Menurut Muladi, klarifikasi langsung oleh Presiden Yudhoyono sendiri diyakini akan sangat efektif ketimbang memberikan sejumlah bantahan melalui para juru bicaranya seperti dilakukan selama ini. Dia juga mengingatkan Presiden Yudhoyono tidak menempuh jalur hukum.
Akhir-akhir ini, kata Muladi, Presiden Yudhoyono banyak mengalami serangan politis. Dia mengingatkan Aditjondro bertanggung jawab apa yang ditulis dalam bukunya baik secara sosial, moral, maupun hukum.
Buku itu dinilai terbit pada masa yang sangat kritik terkait kondisi perpolitikan bangsa. Apalagi isi buku tersebut juga memberi citra negatif bagi presiden, kata dia.
Budayawan Franz Magnis Suseno menilai isi buku karangan Aditjondro bisa memberi banyak khazanah dan penjelasan baru terutama terkait kasus dugaan skandal Bank Century, terlepas apakah isinya benar atau tidak. "Pelarangan hanya muncul dari kekhawatiran berlebihan pemerintah serta karena ketidakinginan untuk menerima adanya potensi kritis lain di masyarakat," kata Magnis. n R-1
Pelarangan Buku 'Gurita Cikeas' Melanggar HAM
JAKARTA (Lampost): Buku Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century dilarang beredar. Pelarangan itu dinilai telah melanggar hak asasi manusia (HAM), khususnya kebebasan berekspresi.
Komisioner Komnas HAM Yosep Adi Prasetyo di Jakarta, Senin (28-12), mengatakan pelarangan buku merupakan warisan pemerintahan otoriter Orde Baru. "Tidak boleh ada pelarangan buku. Ini merupakan kebebasan berekspresi," kata dia.
Buku karya George Junus Aditjondro telah dilarang beredar. Akan tetapi, pelarangan itu hanya dilakukan melalui telepon kepada distributor yang memiliki jaringan nasional. Padahal Kejaksaan Agung baru membentuk tim clearing house yang terdiri dari Kejaksaan Agung, Polri, BIN, Menkominfo, dan MUI. Tim itulah nantinya membuat keputusan soal boleh-tidaknya buku itu beredar.
Menurut Adi, pelarangan buku melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU 12/2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Jika Kejaksaan Agung melarang peredaran buku tersebut, Adi memastikan Komnas HAM akan membela.
Ia memaparkan Komnas HAM sudah mendapatkan laporan dari beberapa toko buku terkait intervensi oleh beberapa orang berseragam dinas berwarna cokelat. Intervensi itu tanpa disertai surat tugas.
Hadapi Tuntutan
Meski dilarang, peredaran buku di bawah tangan terus berlangsung. Bahkan, buku itu menjadi best seller meski harganya membubung tinggi hingga mencapai Rp100 ribu dari harga normal Rp38 ribu.
Buku membongkar gurita Cikeas itu sesungguhnya sudah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah sehingga layak untuk dibaca. "Telah memenuhi unsur ilmiah," kata Bonie Hargens, dosen ilmu politik UI.
Meski demikian, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Anas Urbaningrum menyatakan sangat mudah untuk menyimpulkan buku Aditjondro itu hanyalah buku yang penuh dengan sensasi, daya analisis rendah, serta lompatan-lompatan logika yang sangat insinuatif. "Mirip sinetron-sinetron mistik atau infotainment gibah," kata dia.
Bagaikan kor, pemimpin lembaga perwakilan kompak mengecam buku tersebut. Ketua DPD Irman Gusman menuding buku tersebut layaknya sebuah buku porno yang tidak bermanfaat. Ketua DPR Marzuki Alie menambahkan buku tersebut hanya menjual judul atau mencari sensasi. Ketua MPR Taufik Kiemas menimpali dia pernah disebut Aditjondro sebagai RI 1,5 saat Megawati menjadi presiden.
Boleh saja orang merendahkan buku tersebut. Sang penulis mengaku siap berdebat soal isi bukunya. Penerbit buku, Galang Press Yogyakarta, tak kalah sigap, juga siap menghadapi tuntutan hukum.
"Buku itu diterbitkan berdasarkan penelitian, bukan diterbitkan untuk mencemarkan nama baik," kata penasihat hukum PT Galang Press Jeremias Lemek. n MI/R-1
Sumber: Lampung Post, Selasa, 29 Desember 2009
No comments:
Post a Comment