Sunday, December 06, 2009

[Buku] Sulap dan Badut dalam Hukum

Judul: Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum
Penulis: Nikolas Simanjuntak
Tebal: XXXIV + 364 halaman
Penerbit: Ghalia Indonesia
Tahun: 2009

HUKUM Acara Pidana (HAP) yang ada sekarang, hanya memberi peluang bagi para "pemain sirkus" pemangku kepentingan (stakeholders) penegakan hukum. Para pemain sirkus itu bisa saja polisi, jaksa, pengacara, serta "markus" (makelar kasus). Seperti di dalam suatu grup sirkus, masing-masing mempunyai keahlian: ada tukang sulap, badut, penunggang kuda, pawang macan/singa, dan lain-lain, demikian juga dalam HAP di negara kita, banyak sekali peran yang dimainkan.

Itulah yang kita saksikan dalam situasi sekarang ini dalam kasus tindak pidana yang menyangkut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, Kejaksaan, dan para anggota DPR (terutama Komisi III DPR RI). Ini semua terpampang di mata masyarakat, termasuk berbagai lembaga masyarakat. Intinya, rakyat menyaksikan "sirkus" dan para badut hukum bermain-main, sampai terungkap adanya mafia peradilan. Sebenarnya, mafia peradilan sudah terdeteksi sejak dulu, tapi sulit menangkapnya.

Buku ini merupakan gebrakan untuk mengungkap berbagai sisi lika-liku HAP yang sampai saat ini tentu sudah sangat berkembang dan konsekuensinya HAP yang lama sudah jauh ketinggalan.

Penulis yang sebenarnya juga adalah staf ahli di DPR RI sudah mengikuti berbagai pembahasan UU dan tentu menyaksikan berbagai celah yang masih harus ditutupi. Tapi, buku yang terdiri dari 14 bab ini disajikan oleh penulis dengan bahasa yang "mudah" dipahami masyarakat luas.

Penulis yang memiliki latar belakang filsafat menangkap esensi substansi HAP dan melontarkannya ke masyarakat pembaca dengan populer, tapi tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Melihat sampulnya yang menggambarkan badut memegang timbangan sebagai lambang keadilan, maka kita terbayang akan keadilan yang dimainkan oleh badut, atau mungkin tukang sulap yang bisa membolak-balik keadilan dan kebenaran sesuka hatinya. Begitu mudahnya memainkan dan mengatur perkara pidana seperti main sirkus saja.

Pesan moral dari buku ini adalah agar tercipta fair play dalam dunia peradilan kita. Kapan itu tercapai, bergantung pada kemauan politik (political will) pemerintah. [Apul D Maharadja, pencinta buku]

Sumber: Suara Pembaruan, Minggu, 6 Desember 2009

No comments: