Wednesday, December 30, 2009

Pelarangan Buku Cermin Menggeliatnya Semangat Orba

JAKARTA (Lampost): Pelarangan peredaran buku mencerminkan menggeliatnya semangat Orde Baru. Pemerintah diminta tidak melarang buku yang paling dicari saat ini, Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century.

Permintaan itu disampaikan komisoner Komnas HAM Yosep Adi Prasetyo di Jakarta, Selasa (29-12), usai mendatangi Toko Buku Gramedia di Matraman, Jakarta Timur. Ia mendatangi toko buku itu melihat penjualan buku karya George Junus Aditjondro. Buku tidak dipajang di sana.

Adi melanjutkan sidak ke Toko Buku Gunung Agung Kwitang dan Gramedia Gran Indonesia. Di dua tempat itu buku tersebut juga tidak dijual.

Buku itu sulit dicari di berbagai kota besar lainnya di Tanah Air. Dari Bandung dan Batam dilaporkan buku tersebut sudah menghilang dari peredaran. Pelarangan peredaran buku terbitan Galang Press Yogyakarta itu hanya dilakukan melalui telepon.

Distributor buku, Agromedia, mengaku kewalahan untuk memenuhi permintaan dan pesanan dari masyarakat yang ingin memiliki buku tersebut.

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra juga menentang pelarangan peredaran buku di era keterbukaan saat ini. "Jangan ditarik. Itu cara Orde Baru. Tidak patut dilakukan," kata dia.

Ia menawarkan dua cara yang bisa digunakan untuk menyalurkan ketidaksetujuan atas isi buku tersebut. Pertama, pihak yang disebut-sebut dalam buku tersebut bisa menerbitkan buku putih yang dilengkapi fakta kuat untuk menandingi buku tersebut. "Biar masyarakat yang menilai," kata dia. Kedua, melalui jalur hukum dengan delik apa pun untuk dibuktikan secara hukum.

Hak Konstitusional

Azyumardi juga menyayangkan masih ada aturan perundang-undangan yang memungkinkan pemerintah mengintervensi kebebasan berpendapat. Meski buku tersebut tidak ditarik secara resmi oleh kejaksaan, peluang itu tetap ada. Karena itu, ia menyarankan agar UU 16/2004 tentang Kejaksaan diuji materi ke Mahkamah Konstitusi.

"Itu harus digugat karena melanggar hak konstitusional. Segala peraturan itu bertentangan. Kan lucu, pemerintah saja tidak bisa menarik Playboy, masak buku seperti itu ditarik," kata dia.

Setali tiga uang, Rektor Universitas Indonesia Gumilar R. Somantri juga tidak setuju jika buku dilarang beredar. Ia mengatakan data yang dibeberkan Aditjondro dalam bukunya harus bisa diverifikasi. Kebebasan akademik, kata dia, harus berdasarkan prinsip keilmuwan yang menjunjung prinsip kebenaran dan kejujuran akademik.

"Seandainya ada data yang tidak tepat, maka sebagai ilmuwan dia (Aditjondro) harus memperbaikinya," pinta Gumilar.

Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie pun tidak setuju buku dilarang beredar. Karena itu, menurut dia, undang-undang yang mengatur kewenangan kejaksaan mengawasi buku sudah tidak relevan karena konstitusi sudah mengalami perubahan melalui amendemen.

Jimly mengatakan untuk melawan buku, sebaiknya pihak yang merasa tidak terima melawannya dengan menerbitkan buku juga. "Kalau tidak, anggap saja angin lalu," kata Jimly.

Bagi Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud M.D., menulis buku apa pun harus dilindungi karena itu hak yang paling mendasar. n MI/R-1

Sumber: Lampung Post, Rabu, 30 Desember 2009

No comments: