KOMPAS/PRIYOMBODO
Jakarta, Kompas - Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur, Rabu (30/12) pukul 18.45, meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kepastian meninggalnya Gus Dur disampaikan Ketua Tim Dokter Yusuf Misbah yang merawat Gus Dur sejak 26 Desember lalu di RSCM dengan didampingi Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih.
Gus Dur masuk rumah sakit dalam kondisi kesehatan yang menurun setelah melakukan ziarah ke makam sejumlah ulama di Jawa Timur. Menurut Yusuf, kondisi Gus Dur sempat membaik selama perawatan. Namun, Rabu sekitar pukul 11.30, kesehatannya mendadak memburuk terkait komplikasi penyakit yang dideritanya selama ini, yaitu ginjal, diabetes, stroke, dan jantung. Pukul 18.15, tim dokter menyatakan kesehatan Gus Dur dalam kondisi kritis.
Asisten pribadi Gus Dur, Bambang Susanto, menceritakan, Rabu pukul 10.00, ia sempat membacakan berita tentang penangkapan mantan Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni di Inggris. Putri bungsunya, Inayah Wahid, menyuapinya dengan puding cokelat.
Setelah itu, Gus Dur mengeluhkan sakit pada tubuh bagian bawahnya dan minta didudukkan. Setelah dipenuhi, Gus Dur meminta didudukkan dengan kaki diayun-ayunkan sambil dipijat oleh Bambang. Selanjutnya, Gus Dur minta ditidurkan di lantai agar badannya menjadi enak.
Tim dokter mulai berdatangan dan menyiapkan sejumlah peralatan. Rekomendasi tim dokter menyebutkan Gus Dur perlu tindakan khusus sehingga dibawa ke Ruang Pacu Jantung Terpadu. Perawatan di ruang itu dilakukan secara intensif sehingga tidak boleh ditemani.
Setelah ditangani khusus, kesehatan Gus Dur kembali membaik dan sempat meminta untuk diperdengarkan buku audio (audiobook). Dengan kondisi itu dinilai menunjukkan adanya perbaikan kondisi Gus Dur.
Sekitar pukul 15.00, Bambang diberi tahu Yusuf, kondisi Gus Dur perlu diawasi serius untuk menaikkan tekanan darahnya. Pukul 17.00, tekanan darahnya tinggal 40 mmHg. Saat itulah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono datang.
Presiden menemui istri Gus Dur, Ny Sinta Nuriyah Wahid. Setelah itu, masuk ke ruang perawatan. Turut mendampingi Presiden adalah tim dokter dan suami putri kedua Gus Dur, Yenny Wahid, Dhohir Farisi.
Yusuf menambahkan, saat Gus Dur kritis, tim dokter melakukan perawatan intensif untuk memperbaiki pernapasan Gus Dur dengan melakukan resusitasi. Dokter juga menyiapkan tindakan khusus untuk mengeluarkan darah beku di dinding pembuluh darah besar di perut (aorta abdominal). Namun, belum sempat tindakan itu dilakukan, Gus Dur wafat.
Memburuknya kondisi kesehatan Gus Dur dimulai sejak kunjungan silaturahim dan ziarah yang dilakukan pada 24 Desember lalu. Gus Dur berangkat dari Jakarta ke Semarang dengan pesawat, dilanjutkan perjalanan darat ke Rembang, Jawa Tengah, untuk menemui KH Mustofa Bisri. Dari Rembang, ia melakukan perjalanan darat ke Jombang, Jawa Timur.
Saat di Jombang itulah kondisi kesehatan Gus Dur memburuk dengan gula darahnya turun. Namun, hal itu dinilai biasa dan dengan cepat ditangani dokter di Jombang.
Dokter sempat merujuk Gus Dur dirawat di RSUD dr Soetomo, Surabaya. Gus Dur tidak bersedia dirawat di rumah sakit.
Senin lalu, Gus Dur menjalani operasi gigi. Selama tiga tahun terakhir, Gus Dur rutin menjalani cuci darah tiga kali seminggu di RSCM. Cuci darah dilakukan pada Senin, Rabu, dan Jumat. Jika cuci darah rutin itu terlambat dilakukan karena kesibukannya, kondisi Gus Dur memburuk yang ditandai dengan wajah lesu dan lemas.
Pernyataan Presiden
Presiden Yudhoyono semalam menyampaikan dukacita mendalam atas nama negara, pemerintah, dan pribadi atas meninggalnya Gus Dur. Presiden minta masyarakat mengibarkan bendera setengah tiang selama sepekan sebagai bentuk penghormatan dan berkabung.
Presiden memberikan pernyataan pers terkait meninggalnya Presiden Indonesia periode 1999-2001 di Kantor Presiden. Turut mendampingi antara lain Wakil Presiden Boediono.
Presiden menjelaskan, negara akan memberikan penghormatan tertinggi kepada mendiang Gus Dur dengan upacara kenegaraan untuk pemakaman yang akan dilaksanakan di Jombang, Kamis ini. Upacara akan dipimpin sendiri oleh Presiden.
Pemberangkatan jenazah dari rumah duka di Ciganjur, Kamis pagi, akan dipimpin Ketua MPR Taufik Kiemas. Jenazah akan diterbangkan melalui Surabaya.
Mantan Wapres M Jusuf Kalla juga menyatakan duka mendalam atas berpulangnya Gus Dur. ”Kita semua harus tetap menjaga semangat kebersamaan, demokrasi, dan pluralisme yang menjadi semangat almarhum,” kata Kalla.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah A Syafii Maarif menilai, ”Kita sebagai bangsa sangat kehilangan. Gus Dur sangat berjasa bagi bangsa ini, terutama dalam konteks demokratisasi dan juga mempercepat proses mengeluarkan pengaruh militer dalam perpolitikan kita. Banyak sekali jasa beliau, terlepas dari sosoknya yang kontroversial.”
Syafii yakin ide Gus Dur tentang pluralisme dan demokrasi tidak akan pernah pupus karena banyak murid, pendukung, dan penerus yang akan melanjutkan semua ide itu. Ia juga salut dengan kebiasaan Gus Dur bersilaturahim, yang sepatutnya ditiru banyak kalangan.
Tokoh pertanian HS Dillon juga menilai Gus Dur adalah pluralis sejati dan memberi makna pada pemahaman Bhinneka Tunggal Ika. ”Pendukung tidak kenal lelah hak minoritas,” katanya.
(mzw/nta/eki/ink/dwa/day/eld/ham/dis/rik)
Sumber: Kompas, Kamis, 31 Desember 2009
No comments:
Post a Comment