KEKUASAAN identik dengan kesewenang-wenangan. Dengan dalih menegakkan keadilan, dan memakmurkan rakyat, mereka berlaku sebaliknya.
Lakon “Sstt...!!!”yang dimainkan Teater Amoeba secara apik di Teater Kecil,Taman Ismail Marzuki (TIM), Selasa (22/12), menyindir penguasa yang melakukan penindasan terhadap rakyat. Dalih-dalih memakmurkan, si Cupak, penguasa dari negeri antah berantah itu, justru menyengsarakan rakyatnya. Cupak adalah sosok pemimpin yang hidup dalam negara yang merdeka.Mereka memerintah rakyatnya yang hidup di tengah kemelaratan dan kebodohan.
Hidup warganya terpaksa bergantung kepada Cupak,sang legenda pemimpin. Cupak menganggap semua warganya bodoh dan melarat. Ia tak suka dengan protes dan perubahan.Wartawan dan seniman yang menyuarakan keadilan dan kemakmuran ia anggap sebagai musuh bersama. Wartawan yang mencoba menyuarakan hak dan nasib malah dianggap seorang yang berbahaya dan menentang undang-undang. Seniman yang menyuarakan keadilan menjadi momok yang harus ditangkap karena ditengarai sebagai dalang.
Dikemas dalam gaya satire, lakon “Sstt..!!!”karya Ikranagara menjadi kaya hiburan sekaligus pencerahan.Tema satire yang diangkat membuat pentas Teater Amoeba penuh dengan gelak, meski terkadang terdengar menyakitkan. Lihat saja ulah anak buah Cupak. Dengan bergaya bagai penjaga,dia mencoba bermonolog tentang kehidupan negerinya. “Cupak telah berhasil membuat tingkat kebodohan negeri ini naik. Bagaimana tidak,di Taman Menteng,telah dibuatkan patung Obama.Baru sekolah SD saja sudah dibuatkan patung, bagaimana kalau dia melanjutkan sekolah sampai SMP.
Mungkin disembah pakai hio,” kata pengawal Cupak disambut tawa penonton. Sutradara Teater Amoeba Joind Bayu Winanda sengaja membebaskan pemainnya untuk berekspresi semaunya. Cerita yang disajikan juga membebaskan penonton untuk tertawa atau lebih tepatnya menertawakan diri sendiri.Banyak cerita sindiran yang disajikan oleh pemain-pemainnya. Kemasan yang dibuat kekinian membuat lakon ini hidup.Bahkan monolog yang dibawakan salah satu pemeran dengan durasi panjang tidak menjemukan dan justru membuat penonton terpingkal-pingkal.“Sejak awal kami memang mengobrak-abrik naskah asli dari Ikranagara.
Saya sudah minta izin ke penulisnya dan diizinkan,”beber Joind. Tata musik yang mengiringi lakon ini juga dikemas sangat modern. Musik-musik dengan aroma rock khas anak muda dikombinasikan dengan suara-suara terompet menjadikan musikalitas pementasan TeaterAmoeba terdengar jenaka. Sesekali alunan musik akustik terdengar mendayudayu, terkadang keras dengan bunyi drum yang digebuk kencang.Penataan Aristik yang dibawakan Teater Amoeba juga memikat.Layar putih dengan siluet bayang-bayang orang disajikan dengan baik dan memenuhi presisi.
Setiap pemain seolah melakukan gerakan dengan detail hingga perbincangan antara bayangan dengan kenyataan bisa sangat pas. Menariknya,Teater Amoeba juga berhasil membuat menara yang bisa digunakan sebagai tempat persembunyian si Cupak sekaligus menara pengintai hingga tempat interogasi. Sutradara sekaligus penulis naskah dari Teater Koma,N Riantiarno,menilai Teater Amoeba memiliki kekuatan dalam bercerita dan memainkan artistik.Salah satu yang membuat teater ini memenangkan gelar kelompok teater terbaik Festival Teater Jakarta 2009 adalah selain ide cerita, pemeran dan kualitas penata musik, juga artistik yang menarik.
“Dalam lakon ini penata artistik sangat jeli dengan membuat menara yang bisa mobile.Menara ini bisa digunakan sebagai tempat pengintaian, bahkan kadang dipakai sebagai ruang interogasi. Benar-benar cermat,” kata N Riantiarno. Menara ala Teater Amoeba memang multifungsi. Menara ini bisa didorong-dorong ke mana-mana hingga penonton tidak jemu melihat dalam satu tempat. Ini yang membedakan Teater Amoeba dengan teater lainnya. (sofian dwi)
Sumber: Seputar Indonesia, Minggu, 27 December 2009
No comments:
Post a Comment