Thursday, December 31, 2009

BERPULANG...

-- Darmawan Sepriyossa

KEMARIN, tepat di saat rembang petang, ketika matahari tilem menuju pembaringan, tokoh kontroversial itu berpulang. Dan, kita tidak akan lagi bertemu Abdurahman Wahid, kecuali melalui apa yang ia wariskan.

Lalu, terasalah betapa kita kehilangan. Dia memang kontroversial, tetapi sejujurnya, bahkan mereka yang sukar mencintainya pun selalu bisa menyesap hikmah dari kiprahnya. Melihat Gus Dur demikian Abdurahman lebih dikenal, kita akan gampang mengiyakan penulis novel Robert Louis Stevenson. Cerita Stevenson tentang dua persona di satu raga manusia, 'Strange Case of Dr Jekyll and Mr Hyde' , seolah memberikan pemakluman tentang kontroversi atas diri seseorang.

Boleh jadi, setiap orang Indonesia punya senarai panjang keberatan akan mendiang. Tetapi, setiap orang pula bisa memiliki daftar jasanya kepada negara, kepada kita semua. Tanyalah umat Islam yang sempat terhenyak, ketika bersamaan dengan Sidang Umum MPR 1988 ia menggadang-gadang mendiang LB Moerdani sebagai calon wakil presiden. Baru bertahun kemudian kita tahu, Gus Dur merasa umat Islam saat itu terlalu diam. Bisu, meski porsi yang diberikan pemerintah saat itu, dalam ekonomi dan politik begitu terbatas. Ia, sebagaimana diakuinya kemudian, ternyata ingin membangkitkan umat.

Ketika kemudian garis nasib mengantarnya menjadi presiden ke-4 republik ini, kita menyaksikan ada upaya konsistensi yang berharga. Sebutlah nama-nama yang membuat negeri ini perlahan mencair dari predikat negeri militeristik. Bolehlah orang lain mengklaim, tetapi seharusnya Gus Dur menjadi mereka yang disebut pertama. Tak hanya menegaskan perubahan nama angker ABRI menjadi TNI, Gus Dur juga mendesakralisasi dengan mengacak-acaknya. Wajar bila pada titik ini betapa besar ruang untuk berbeda.

Proses desakralisasi itu pun merambah Istana Negara, akhirnya. Kita tahu, pada zaman ia memerintahlah sandal jepit dan bajaj bisa masuk halaman Istana. Seorang kawan, wartawan senior di Istana bercerita, tak jarang saat itu Presiden menerima para kiai bersandal jepit itu di malam-malam buta. Ia bahkan mengingat satu penganan yang di masa itu selalu ada; pilus atau kacang sukro kegemaran mendiang.

Masih segar dalam ingatan kita atas penolakan Gus Dur atas Perppu Antiterorisme yang dikeluarkan pemerintah pada 2002 lalu. ''Terlalu banyak isi perppu yang melanggar hak asasi,'' kata dia. Untuk kalangan yang percaya Perppu itu merugikan umat Islam, penolakan Gus Dur seharusnya sebuah cum tersendiri.

Tetapi sebagaimana Mr Hyde, bagi sebagian kalangan kadang Gus Dur pun menampakkan diri dengan wajah yang wajar membuat kita bertanya-tanya. Bagaimana mungkin, misalnya, seorang demokrat menyatakan tekad membubarkan parlemen dan mengancam lembaga itu dengan dekrit?

Bagaimana bisa dalam sebuah seminar di Cornell University, pada 1992, tokoh umat itu menyatakan bahwa formalisasi ajaran Islam dalam peraturan perundang-undangan negara akan bersifat diskriminatif terhadap kelompok lain? Sementara kita tahu, formalisasi itu umumnya hanya sesuatu yang berkenaan dengan urusan umat Islam sendiri? Soal UU Zakat yang memungkinkan orang Islam memperoleh potongan pajak atas jumlah zakat yang dibayarkan, misalnya.

Yang paling akhir, menjelang Pemilu 2009 lalu. Kita tahu, di saat semua partai berbenah menyambutnya, Gus Dur membuat ulah dengan memecat ketua umum PKB, partainya sendiri. Sedikit banyak, hal itu tentu memengaruhi kesiapan partainya ini.

Pada dekade 1980-an lalu, sebuah artikelnya di sebuah majalah berita mingguan sempat menghentak kesadaran saya. Artikel yang menyoal kesadaran akan disiplin dan tata tertib itu berjudul 'Menunggu Setan Lewat'. Saat di luar negeri, Gus Dur yang disopiri temannya di malam hari berhenti di sebuah lampu merah.

Jalanan lengang hingga ia bertanya kepada rekannya. ''Buat apa? Menunggu setan lewat?'' Temannya menjawab pasti, "Ya, karena dia punya hak atas lampu merah ini." Kini, kami yakin tak akan ada lampu merah merintangimu menuju tempatmu beristirahat, Gus. Kami juga berharap, tak akan ada kontroversi menjelang pertemuanmu dengan Dia, di sana. Tak akan, karena semua telah kau tuntaskan di sini.



PERJALANAN GURU BANGSA


4 Agustus 1940 lahir di Jombang dengan nama Abdurrahman Addakhil

1957 lulus SMP dan memulai pendidikan Pesantren Tegalrejo

1963 memperoleh beasiswa dari Kementerian Agama di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, namun kecewa karena materi pelajaran telah banyak dia kuasai sebelumnya

1966 Pindah ke Universitas Baghdad, Irak, lulus tahun 1970

1971 Kembali ke Indonesia dan aktif di berbagai organisasi dan aktif menulis untuk berbagai media nasional

1974-1977 Mengajar di beberapa pesantren dan universitas

1982 Mulai aktif di NU dan bergabung dalam Dewan Penasihat Agama NU. Gus Dur membentuk Tim Tujuh guna mereformasi NU

1984 Terpilih sebagai Ketua Umum PBNU 1989 Kembali terpilih sebagai Ketua Umum PBNU untuk kedua kali

1990 ICMI terbentuk, Gus Dur menolak bergabung

1994 Untuk ketiga kalinya terpilih sebagai Ketua Umum PBNU

1998 Mulai terserang stroke, saat itu sedang menggalang gerakan reformasi melawan Pemerintahan Soeharto

Juli 1998 Mendirikan PKB Oktober 1999 Terpilih sebagai Presiden ke-4 RI (Ka binet Persatuan Nasional)

23 Jun 2001 Dimakzulkan MPR yang di pimpin Amien Rais dari posisi Presiden 2002 perpecahan terjadi di tubuh PKB

2004 gagal mencalonkan diri sebagai calon Presiden lantaran gagal melewati pemeriksaan medis sehingga KPU menolak mencalonkannya sebagai kandidat

30 Desember 2009 Wafat di RSCM pukul 18.45 WIB

Pengolah: andri s/irwan one
Ilustrasi: ci1

Sumber: Kamis, 31 Desember 2009 pukul 07:18:00

No comments: