JAKARTA (Lampost): Buku Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century dilarang beredar. Pelarangan itu dinilai telah melanggar hak asasi manusia (HAM), khususnya kebebasan berekspresi.
Komisioner Komnas HAM Yosep Adi Prasetyo di Jakarta, Senin (28-12), mengatakan pelarangan buku merupakan warisan pemerintahan otoriter Orde Baru. "Tidak boleh ada pelarangan buku. Ini merupakan kebebasan berekspresi," kata dia.
Buku karya George Junus Aditjondro telah dilarang beredar. Akan tetapi, pelarangan itu hanya dilakukan melalui telepon kepada distributor yang memiliki jaringan nasional. Padahal Kejaksaan Agung baru membentuk tim clearing house yang terdiri dari Kejaksaan Agung, Polri, BIN, Menkominfo, dan MUI. Tim itulah nantinya membuat keputusan soal boleh-tidaknya buku itu beredar.
Menurut Adi, pelarangan buku melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU 12/2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Jika Kejaksaan Agung melarang peredaran buku tersebut, Adi memastikan Komnas HAM akan membela.
Ia memaparkan Komnas HAM sudah mendapatkan laporan dari beberapa toko buku terkait intervensi oleh beberapa orang berseragam dinas berwarna cokelat. Intervensi itu tanpa disertai surat tugas.
Hadapi Tuntutan
Meski dilarang, peredaran buku di bawah tangan terus berlangsung. Bahkan, buku itu menjadi best seller meski harganya membubung tinggi hingga mencapai Rp100 ribu dari harga normal Rp38 ribu.
Buku membongkar gurita Cikeas itu sesungguhnya sudah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah sehingga layak untuk dibaca. "Telah memenuhi unsur ilmiah," kata Bonie Hargens, dosen ilmu politik UI.
Meski demikian, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Anas Urbaningrum menyatakan sangat mudah untuk menyimpulkan buku Aditjondro itu hanyalah buku yang penuh dengan sensasi, daya analisis rendah, serta lompatan-lompatan logika yang sangat insinuatif. "Mirip sinetron-sinetron mistik atau infotainment gibah," kata dia.
Bagaikan kor, pemimpin lembaga perwakilan kompak mengecam buku tersebut. Ketua DPD Irman Gusman menuding buku tersebut layaknya sebuah buku porno yang tidak bermanfaat. Ketua DPR Marzuki Alie menambahkan buku tersebut hanya menjual judul atau mencari sensasi. Ketua MPR Taufik Kiemas menimpali dia pernah disebut Aditjondro sebagai RI 1,5 saat Megawati menjadi presiden.
Boleh saja orang merendahkan buku tersebut. Sang penulis mengaku siap berdebat soal isi bukunya. Penerbit buku, Galang Press Yogyakarta, tak kalah sigap, juga siap menghadapi tuntutan hukum.
"Buku itu diterbitkan berdasarkan penelitian, bukan diterbitkan untuk mencemarkan nama baik," kata penasihat hukum PT Galang Press Jeremias Lemek. n MI/R-1
Sumber: Lampung Post, Selasa, 29 Desember 2009
No comments:
Post a Comment