Saturday, December 05, 2009

Yang Selalu Bermasalah

-- Hadiwaratama*

PUTUSAN Mahkamah Agung untuk meniadakan ujian nasional menandakan bahwa sistem pendidikan nasional kita belum menemukan sistem pengelolaan mutu yang berterima di masyarakat.

Memang betul ujian nasional (UN) bukanlah suatu perangkat penjaminan mutu karena hanya merupakan suatu pengontrolan mutu yang dilakukan pada akhir suatu proses panjang. Ini adalah tindakan yang sangat terlambat.

Oleh karena itu, hasilnya hanya lulus atau tidak lulus! Yang diperlukan dalam suatu proses adalah sistem penjaminan mutu (quality assurance), bukan sekadar pengontrolan mutu (quality control). Hakikat sistem penjaminan mutu suatu proses adalah mensyaratkan terjadinya perbaikan proses yang berkelanjutan sehingga tercapai mutu yang dikehendaki. Setiap langkah atau tahap dari proses diukur pencapaian mutunya, dicari sebab-sebabnya mengapa belum tercapai, dan segera dilakukan perbaikan sebelum melangkah ke proses berikutnya. Pengalaman dalam mengevaluasi dan memperbaiki setiap tahapan proses akan menghasilkan penjaminan mutu yang baik dari proses dan hasil luarannya.

Penjaminan mutu

Penjaminan mutu hanya dapat dilakukan oleh sekolah sendiri, dengan sistem yang lugas, tetapi cermat sejak penerimaan murid, perangkat dan proses pemelajaran, evaluasi mutu dan perbaikannya, sampai saat pelulusan peserta didik. Tracer study pun diperlukan untuk mencari informasi dari alumninya tentang perbaikan-perbaikan mutu yang diperlukan. Jika demikian halnya, setiap sekolah harus mempunyai kelompok atau satuan penjaminan mutu independen yang bertanggung jawab langsung kepada kepala sekolah. Jadi kira-kira fungsinya wakil kepala sekolah untuk penjaminan mutu, tetapi semua pemangku kepentingan di situ harus sadar dan mendukung pentingnya penjaminan mutu tersebut karena menyangkut hak, kewajiban, dan tanggung jawab. Betapapun sederhananya, sekolah harus memulainya. Jangan menunggu petunjuk atasan!

Sekolah sebagai satuan pendidikan kredibilitas maupun kualitasnya akan dievaluasi oleh suatu badan akreditasi sekolah yang independen, seperti yang diamanatkan oleh undang-undang. Badan Akreditasi Nasional untuk perguruan tinggi telah mempunyai pengalaman panjang yang cukup baik sehingga kita bisa belajar dari pengalaman-pengalaman tersebut. Kriteria apa saja yang harus diperhatikan oleh pengelola suatu sekolah sangat jelas tertuang dalam petunjuk-petunjuk proses akreditasi. Yang perlu dijaga adalah kredibilitas akreditasi tersebut yang antara lain meliputi asesor-asesor dan kelembagaannya. Kelulusan ditentukan oleh sekolah dengan memerhatikan seluruh proses yang telah dijalani dan hasil yang diperoleh. Umumnya ada ujian akhir/ujian sekolah.

Tolok ukur keberhasilan

Yang sering tidak disadari ialah upaya memberikan pendidikan yang bermutu itu merupakan suatu perjuangan mencerdaskan perikehidupan bangsa sehingga terbebas dari ketidakberdayaan, ketidaksejahteraan, dan ketidakcerdasan untuk menjadi bangsa yang bermartabat dan kuat di antara bangsa-bangsa lain. Tanggung jawab dan peran guru sangat menentukan pencapaian mutu! Secara mikro, keberhasilan diukur dari jumlah lulusan yang diterima studi lanjut di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi-perguruan tinggi unggulan, umumnya negeri, tetapi juga swasta, bahkan bisa jadi juga diukur dari jumlah yang studi lanjut ke luar negeri. Tentu saja akan terjadi sistem seleksi masuk sekolah atau perguruan tinggi dengan kriteria masing-masing sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Bagi sekolah-sekolah yang berciri kejuruan, umumnya diukur dari lamanya waktu tunggu dalam mendapatkan pekerjaan pertama.

Evaluasi nasional

Evaluasi nasional tidak lagi merupakan syarat kelulusan, tetapi terutama adalah untuk mengevaluasi sampai di mana pencapaian mutu pendidikan, baik secara kewilayahan maupun nasional. Dengan demikian, diketahui posisi yang dicapai terhadap sasaran yang dituju. Sekalipun akan berbentuk semacam ujian juga, tidak perlu menimbulkan stres bagi semua. Penyelenggaraan evaluasi nasional bisa periodik, misalnya lima tahun sekali saat tahun akhir masa kerja kabinet sehingga kabinet berikutnya langsung dapat mengambil langkah-langkah yang perlu demi tercapainya perbaikan mutu yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Dengan demikian, akan terhindar setiap ganti menteri ganti kebijakan, ganti kurikulum, ganti atau bahkan tambah mata pelajaran baru, dan lain-lain, yang membingungkan para pelaksana di lapangan. Pendidikan adalah upaya jangka panjang, memakan kurun waktu setidaknya satu generasi untuk merasakan hasilnya. Oleh karena itu, perlu konsistensi jangka panjang dalam program maupun sasarannya yang tidak selalu ganti sasaran tiap putaran lima tahunan. Mutu pendidikan memang tidak laku dijual sebagai komoditas politik karena jangka waktunya lama. Akan tetapi, upaya menaikkan mutu secara berkelanjutan dan berkesinambungan sebagai karya mulia bagi siapa pun yang memerintah adalah perlu! Kesimpulannya, banyak jalan menuju mutu, UN bukan satu-satunya! Namun, secara moral dan faktual, sekolah dan guru harus siap mempertanggungjawabkan mutu karena masyarakat yang akan menilainya. Kan jadi tidak repot dan stres!

* Hadiwaratama, Anggota Kelompok Studi Pendidikan Berkualitas Ganeshana, Bandung

Sumber: Kompas, Sabtu, 5 Desember 2009

No comments: