* Biennale 2009 Dibuka Menbudpar
Yogyakarta, Kompas - Kebudayaan bisa mengukir identitas bangsa sehingga jauh lebih penting dibandingkan dengan pariwisata. Karena itu, pemerintah melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata akan mengalokasikan anggaran yang lebih besar bagi pengembangan kebudayaan.
Penampilan kelompok jathilanNitiprayan memeriahkan pembukaan Biennale Jogja X di Taman Budaya Yogyakarta, Jumat (11/12). Perhelatan Biennale JogjaX yang menjadi wadah pertarungan ide-ide kreatif antarseniman tersebut berlangsung hingga 10 Januari 2010. (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)
Demikian ditekankan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik saat membuka perhelatan seni Biennale Jogja X-2009 di Taman Budaya Yogyakarta, Jumat (11/12) di Yogyakarta.
Pemerintah, ujar Jero Wacik, sangat memerhatikan pengembangan kebudayaan. Anggapan bahwa pemerintah menjual kebudayaan untuk kepentingan pariwisata harus dihapus karena kebudayaan punya posisi yang lebih penting bagi bangsa.
”Pembangunan kebudayaan tidak akan kendur dan pemerintah akan terus meningkatkan alokasi biaya bagi pengembangan kebudayaan setiap tahunnya,” ujar Jero Wacik.
Biennale Jogja X berlangsung tanggal 10 Desember 2009 sampai dengan 10 Januari 2010 dan menampilkan berbagai karya seni di empat ruang pamer besar serta di puluhan titik ruang publik di Kota Yogyakarta.
Salah kaprah
Direktur Biennale Jogja X Butet Kartaredjasa berpendapat, selama ini ada kecenderungan salah kaprah dalam menilai kebudayaan. Banyak pihak menganggap kebudayaan sebagai barang dagangan. Akibatnya, keberhasilan suatu pameran seni sering kali diukur dari aspek kuantitatif semata.
Terkait perhelatan akhir tahun ini, Butet mengatakan, dengan tema ”Jogja Jamming”, Biennale Jogja X mencoba keluar dari pandangan semacam itu. Kebudayaan tak boleh dimaknai sebagai benda mati yang bisa dijual, dinilai secara ekonomis, dan dipariwisatakan. Sebab, kebudayaan adalah suatu tindakan yang bisa menggerakkan masyarakat.
Kemarin pagi, sebuah karya instalasi kolaborasi perupa Agustioko dan pematung Ronnie Lampah berbentuk lingga dan yoni yang diberi judul ”Like Star on the Sky”—disertakan dalam Biennale—dipindahkan dari perempatan Demangan, Yogyakarta, ke halaman Jogja National Museum.
Menurut Butet, patung berupa replika kelamin itu dibongkar petugas Pemerintah Kota Yogyakarta sesuai permintaan masyarakat. (HRD/ARA/WER)
Sumber: Kompas, Sabtu, 12 Desember 2009
No comments:
Post a Comment