NOORCA M Massardi dan Rayni dulu, sekitar 28 tahun, tinggal di sebuah rumah besar di atas lahan sekitar 1.200 meter persegi di Jalan Bank, Jakarta Selatan. Rumah itu sebenarnya semacam rumah dinas yang digunakan kedua orangtua Rayni sejak tahun 1970-an.
Teras rumah (FOTO-FOTO: KOMPAS/ARBAIN RAMBEY)
Tahun 2009, Noorca-Rayni memutuskan untuk membangun rumah sendiri. Setelah survei di sana-sini, mereka cocok dengan lahan di tengah kompleks kecil di Bintaro, Jakarta Selatan. Kawasan itu dekat jalan tol menuju pusat kota Jakarta dan didukung fasilitas cukup lengkap di sekitarnya.
”Perhitungan dananya memang hanya cukup untuk lahan itu. Tetapi, bingung juga waktu pertama nengok, mau bangun apa di lahan seluas 112 meter persegi itu?” tutur Rayni mengenang.
Mereka meminta bantuan arsitek Renny Alwi. Pasangan itu ingin dirancangkan satu rumah dengan lima kamar, masing-masing untuk ibu, Noorca-Rayni, Nakita, dan dua kamar pembantu. Syarat lain, ada ruang perpustakaan dan dua ruang kerja untuk menulis.
Dengan lahan terbatas, rumah itu dibangun tiga lantai. Dengan begitu, kebutuhan lima kamar terpenuhi. Begitu pula ruang perpustakaan dan ruang kerja. Tentu, ada juga ruang-ruang standar, seperti dapur, kamar mandi, dan ruang tamu.
Awal tahun 2010, pembangunan rumah selesai. Keluarga, termasuk ibu Rayni, diboyong ke rumah baru. Namun, karena sudah lama tinggal di rumah besar dan punya banyak barang, pindahan itu pun jadi ribet. ”Banyak sekali barang yang akhirnya kami buang atau diberikan kepada orang lain,” kata Rayni.
Mereka juga lega karena telah bebas dari masalah banjir yang jadi langganan di rumah lama di kawasan Jalan Bank. Apalagi, banjir itu bisa setinggi pinggang orang dewasa. ”Kami lebih tenang di sini. Rumah kecil ini lebih mudah ditangani. Kalau tidak ada pembantu, kami sendiri bisa turun tangan untuk bersih-bersih,” kata Noorca. (IAM)
Sumber: Kompas, Minggu, 30 Mei 2010
No comments:
Post a Comment